Tuesday, September 14, 2010

40 Majlis Bersama Rasulullah S.A.W

40 Majlis bersama Rasulullah 


Penyusun : DR.Adil bin Ali asy-Syafi
Pensyarah Tafsir dan Ilmu-ilmu al-Qur`an
Fakulti Raja Saud

Terjemahan : Muhammad Iqbal Ghazali, Ma
Editor : Eko Abu Ziyad & Team Islamhouse



Hak Cipta Milik Kaum Muslimin





40 مجلسا في صحبة المصطفى 
سيرته – أخلاقه – شمائله


تأليف : د.عادل بن علي الشدي
الأستاذ المشارك بجامعة الملك سعود
قسم التفسير وعلوم القرآن
ترجمة: محمد إقبال غزالي
مراجعة: إيكو هاريانتو أبو زياد والفريق الإندونيسي بالموقع


حقوق الطبع والنشر لعموم المسلمين






Muqadimah

Segala puji bagi Allah  yang telah memberikan kemuliaan kepada kita dengan mengutus Muhammad bin Abdullah  sebagai pengajar, murabi, muwajjih, dan mursyid. Firman Allah :
                           .
Sungguhnya Allah telah memberi kurnia kepada orang-orang yang beriman dengan mengutuskan di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. :164)

Selawat dan salam ke atas makhluk paling mulia dan paling bersih Nabi kita Muhammad , penghulu orang-orang yang beramal, imam orang-orang yang bertaqwa, penutup para nabi dan rasul, dan rahmat Allah  bagi semesta alam. Allah  telah memilihnya:
      
Dan firman-Nya:
       •• 
Maka Allah  mengutusnya sebagai:
     •      
Dan Allah  menentukan kemuliaan, keberuntungan dan kebanggaan bagi yang mengikuti jalannya, dan kehinaan, kecelakaan dan nista bagi orang yang menyalahinya. Semoga rahmat Allah  dan kesejahteraan-Nya senantiasa tercurah kepadanya selama berzikir orang-orang yang berzikir dan selama tetap berganti malam dan siang.
Amma ba’du: sudah jelas, bahwa tidak ada majelis dan lebih mulia dari pada majelis Nabi , dan sungguh para sahabat telah pergi dengan kemuliaan duduk satu majelis bersama Rasulullah  di dunia, dan mengambil dan ta’lim, pengarahan dan tarbiyah Nabi , maka sesungguhnya Allah  dengan rahmat dan kemurahan-Nya telah memberikan kemudahan kepada kita dengan mempelajari sirah, sunnah, petunjuk, dan ciri-ciri kepribadian beliau yang memiliki karakteristik kesempurnaan rahmat, toleransi, kecerdasan, kemurahan dan akhlak dan mulia.
Pemikiran untuk menulis majelis-majelis yang ringkas dan mudah sudah lama menggoda saya, yang mendekatkan seorang muslim kepada sirah Rasulullah saw, petunjuknya, dan sisi-sisi yang menjadi panutan dalam kehidupannya, untuk menjadi pembantu baginya dalam merealisasikan firman Allah :
                  

Dan firman-Nya :

         .

Saya berusaha untuk tidak memberatkan majelis ini dengan catatan-catatan yang bisa memalingkan perhatian pembaca dari tujuan utamanya, sebagaimana saya berusaha untuk memberikan harakat terhadap setiap kata dan bentuk huruf yang besar untuk memudahkan imam masjid untuk membacakannya bagi jamaah dan guru yang ingin membacakannya bagi para muridnya. Sebagaimana saya tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut memberikan andil dalam pemikiran ini sehingga kitab ini terbit dalam bentuk seperti ini, terutama saudaraku Ustadz Khalid Abu Shalih atas kesungguhannya dalam mengumpulkn materi-materi ilmiah dan menyusunnya, dan Ustadz Muhammad ath-Thaayi’ atas usahanya mentashhih dan murajaah, dan Ustadz Imam Arafah, pemilik percetakan al-Fusthath atas usahanya mencetak dan kerjasamanya dalam menurunkan harga kitab sebagai pelayanan bagi orang-orang yang ingin membagikannya secara gratis.
Dan sesungguhnya saya mengharapkan kepada orang yang menelaah majelis-majelis ini agar jangan melupakan saudaranya (pengarang) dalam berdoa dan agar mengontak saya untuk memberikan komentar dan catatan lewat email saya : adelalshddy@hotmail.com
Aku memohon kepada Allah  agar Dia  memberi taufik kepada kita semua untuk melaksanakan hak Nabi kita Muhammad , dan menjadikan kita sebagai pelayan sunnah dan petunjuknya yang mulia, dan menambah kemuliaan dan ketinggian kepada kita di dunia dan akhirat dengan mengikuti Nabi-Nya. Sebagaimana aku memohon kepada-Nya  agar memberi rizqi kepada kita untuk bisa bersama bersahabat Nabi-Nya  di dalam surga, dan agar Dia  menjadikan amal ibadah kita ikhlas karena Wajah-Nya yang Maha Mulia.
Dan semoga rahmat dan kesejahteraan senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad , kepada keluarganya, dan para sahabatnya sekalian.

DR.Adil bin Ali asy-Syiddi
Dosen tafsir dan ilmu-ilmu al-Qur`an di Universitas King Saud dan Khathib Masjid Jami' Perumahan Departemen Luar Negeri di Riyadh




Majelis pertama
Di antara hak-hak al-Mushthafa 
Sesungguhnya Allah  telah memberikan kemuliaan kepada kita dengan mengutus nabi-Nya , dan menganugerahkan karunia kepada kita dengan bersinarnya matahari risalah-Nya. firman Allah :
لَقَدْ مَنَّ اللهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَّفِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. :164)
Dan sesungguhnya Rasulullah  mempunyai hak yang sangat banyak atas kita, yang harus kita tunaikan dan menjaganya, berhati-hati dari menyia-nyiakan atau meremehkannya. Dan di antara hak-hak tersebut adalah:


Pertama: beriman kepadanya :
Sesungguhnya yang paling utama di antara hak-hak Nabi  adalah beriman kepadanya dan membenarkan risalahnya. Barang siapa yang tidak beriman kepada Rasulullah  dan sesungguhnya dia adalah penutup para nabi dan rasul, maka dia adalah kafir, sekalipun ia beriman kepada para nabi yang telah datang sebelumnya.
Al-Qur`an sarat dengan ayat-ayat yang menyuruh manusia untuk beriman kepada Rasulullah  dan tidak ragu-ragu terhadap risalahnya. Di antaranya adalah firman Allah :
فَئَامِنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَالنُّورِ الَّذِي أَنزَلْنَا
Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (al-Qur'an) yang telah Kami turunkan, (QS. at-Taghabun:8)
Dan Dia  berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ ءَامَنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا
Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu (QS. al-Hujurat:15)
Dan Allah  menjelaskan bahwa kufur kepada Allah  dan Rasul-Nya  termasuk penyebab kebinasaan dan siksaan yang pedih, maka Allah  berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللهَ وَرَسُولَه وَمَن يُشَاقِقِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. (QS. al-Anfaal :13)
Dan Nabi  bersabda:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ, لاَيَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هذِهِ اْلأُمَّةِ, يَهُوْدِيٍّ وَلاَنَصْرَانِيٍّ, ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
"Demi (Allah ) yang jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, tidak ada seorang pun yang mendengar (dakwah)ku dari umat ini, Yahudi atau Nashrani, kemudian ia meninggal dunia dan tidak beriman kepada risalah yang aku diutus dengannya, melainkan ia termasuk penghuni neraka." (HR. Muslim).
Kedua: mengikutinya  (mutaba'ah):
Mengikuti Nabi  adalah bukti sebenarnya atas keimanan kepadanya. Maka barangsiapa yang mengaku beriman kepada Nabi , kemudian ia tidak melaksanakan perintahnya dan tidak berhenti melakukan perbuatan haram yang dilarang oleh Nabi , serta tidak melaksanakan sunnahnya, maka ia adalah pembohong dalam pengakuan beriman. Sesungguhnya iman adalah yang tertanam di dalam jiwa dan dibenarkan oleh amal perbuatan.
Allah  telah menjelaskan bahwa rahmat-Nya tidak mencapai kecuali kepada orang-orang yang mengikuti dan tunduk. Firman Allah :
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَىْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ هُمْ بِئَايَاتِنَا يُؤْمِنُونَ . الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ اْلأُمِّيَّ
dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami". *
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi…(QS. al-A'raf:156-157)
Demikian pula Allah  memberikan ancaman kepada orang-orang yang berpaling dari petunjuk Rasulullah , yang menyalahi perintahnya, dengan siksaan yang teramat pedih, Dia  berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS. an-Nuur :63)
Dan Allah  memerintahkan untuk berserah terhadap keputusan Rasulullah  dan berlapang dada terhadap hukumnya, Allah  berfirman:
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَيُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. an-Nisaa:65)

Ketiga: mencintainya :
Di antara hak Nabi  terhadap umatnya: mencintainya sepenuh hati, paling sempurna dan paling besar. Beliau  bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
"Tidak sempurna iman seseorang diantara kamu sehingga aku lebih dicintainya daripada anaknya dan orang tuanya, serta semua manusia." (Muttafaqun 'alaih).
Maka manusia manapun yang tidak mencintai Rasulullah  maka ia tidak beriman, sekalipun dia termasuk dalam nama kaum muslim dan hidup di tengah-tengah mereka.
Dan cinta terbesar adalah seorang mukmin mencintai Rasulullah  melebihi cintanya terhadap dirinya sendiri. Umar bin al-Khaththab  berkata kepada Rasulullah : Ya Rasulullah, sungguh engkau lebih kucintai dari segala sesuatu kecuali dari diriku sendiri.' Nabi  bersabda: 'Tidak, demi Allah yang diriku berada di tangan-Nya sehingga aku lebih dicintai daripada dirimu sendiri.' Umar  berkata, 'Maka sesungguhnya sekarang –demi Allah- sungguh engkau kucintai daripada diriku sendiri.' Maka Nabi  bersabda: 'Sekarang, wahai Umar.' (HR. al-Bukhari).

Keempat: membantunya :
Ini adalah haknya yang paling kuat, saat hidup dan mati. Adapun di saat hidupnya , para sahabat Nabi  telah melaksanakan tugas ini dengan sebaik-baiknya. Adapun sesudah wafatnya Nabi , maka membela sunnahnya apabila ditikam oleh orang-orang yang menikam, penyimpangan orang-orang bodoh, dan pengakuan orang-orang yang batil.
Demikian pula membela pribadinya yang mulia, apabila seseorang berbuat jahat, atau mengolok-olok, atau menjulukinya dengan julukan yang tidak pantas dengan kedudukannya yang mulia.
Di masa sekarang, sudah banyak sekali propaganda distorsi (pemutarbalikan) yang mereka gunakan untuk menyerang Nabi  umat Islam, dan semua umat harus bergerak membela nabinya dengan segala sarana kekuatan dan alat tekanan yang dimiliki, sehingga mereka berhenti dari kebohongan dan fitnah yang mereka lakukan.











Majelis kedua:
Di antara hak-hak al-Mushthafa  (2)
Pembicaraan masih melanjutkan hak-hak Nabi  terhadap umatnya:
Kelima: Menyebarkan dakwahnya:
Sesunggunya di antara kesetiaan terhadap Rasulullah  adalah bahwa kita melaksanakan penyebaran Islam dan menyampaikan dakwah ke segenap pelosok bumi. Nabi  bersabda:
بَلِّغُوْا عَنِّي وَلَوْ آيَةً
"Sampaikanlah dariku, walau hanya satu ayat.' (HR. al-Bukhari)
Dan beliau  bersabda:
لأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجَلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمُرِ النَّعَمِ
"Sungguh Allah  memberi petunjuk kepada seorang laki-laki dengan perantaraan engkau lebih baik bagimu dari unta merah." (Muttafaqun 'alaih).
Dan mengabarkan sesungguhnya beliau: 'Membanggakan dengan banyaknya jumlah kamu kepada semua umat di hari kiamat.' (HR. Ahmad dan ashhabus sunan)
Dan di antara penyebab banyaknya umat: melaksanakan dakwah kepada Allah  dan masuknya manusia ke dalam agama Islam. Dan Allah  menjelaskan bahwa dakwah kepada-Nyaa adalah tugas para rasul dan para pengikutnya, firman-Nya:
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاوَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَآأَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah:"Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (QS. Yusuf:108)
Maka umat harus berpegang kepada tugas Rasulullah saw yang Allah  bebankan kepada beliau, yaitu berdakwah, menyampaikan, menyuruh berbuat ma'ruf dan melarang dari perbuatan mungkar. Sebagaimana firman Allah :
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. Ali Imran :110)

Keenam: membesarkannya , hidup dan mati:
Ini juga termasuk hak Nabi  yang dilalaikan oleh kebanyakan manusia, firman Allah :
إِنَّآأَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا . لِّتُوْمِنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلاً .
Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, * supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya.Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang. (QS. al-Fath :8-9)
Ibnu as-Sa'di berkata: 'Menguatkan rasul dan membesarkannya: maksudnya: mengagungkan dan melaksanakan hak-haknya.
Para sahabat Nabi  telah membesarkannya dan menghormatinya sebagaimana mestinya. Sungguh apabila beliau berbicara, mereka menundukkan kepalanya, sehingga seolah-olah di atas kepala mereka adalah burung. Dan tatkala turun firman Allah :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلاَتَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَن تَحْبَطَ أَعْمَالَكُمْ وَأَنتُمْ لاَتَشْعُرُونَ .
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dam janganlah kamu berkata padanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. (QS. al-Hujuraat:2)
Abu Bakar  berkata: 'Demi Allah, aku tidak berbicara kepadamu sesudahnya kecuali seperti saudara (yang sedang berbicara) rahasia).
Adapun membesarkannya  setelah wafatnya, maka dengan cara mengikuti sunnahnya, membesarkan perintahnya, menerima hukumnya, beradab bersama ucapannya, dan tidak menyalahi haditsnya karena suatu pendapat atau mazhab. Imam asy-Syafi'I rahimahullah berkata: semua kaum muslimin ijma' (konsensus) bahwa barangsiapa yang sudah jelas baginya sunnah Rasulullah , tidak boleh baginya meninggalkannya karena ucapan seseorang.'




Ketujuh: mengucap shalawat kepadanya setiap saat namanya disebut:
Allah  memerintahkan kepada orang-orang beriman agar selalu mengucap shalawat kepadanya , firman-Nya :
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. al-Ahzab:56)
Dan Nabi  bersabda:
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
"Sangat aib seorang laki-laki yang aku disebutkan di sisinya, lalu ia tidak mengucapkan shalawat kepadaku." (HR. Muslim)
Dan beliau  bersabda:
إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلاَةً
"Sesungguhnya manusia paling utama terhadapku di hari kiamat adalah yang paling banyak mengucapkan shalawat kepadaku." (HR. at-Tirmidzi dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani).
Dan beliau juga bersabda:
البَخِيْلُ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيّ
"Orang yang kikir adalah yang disebutkan namaku di sisinya dan ia tidak mengucapkan shalawat kepadaku." (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).
Maka termasuk bentuk pengabaian terhadap Rasulullah saw yaitu bila seorang muslim mendengar sebutan nama Rasulullah , kemudian ia enggan untuk mengucapkan shalawat kepada beliau . Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah banyak menyebutkan faedah membaca shalawat kepada Nabi  dalam kitabnya 'Jala`ul afhaam fi ash-Shalati was salami 'ala khairil anaam', maka tela`ahlah.






Kedelapan: bersikap wala' (loyal) kepada wali-walinya dan membenci musuh-musuhnya:
Firman Allah :
لاَّتَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخَرِ يُوَآدُّونَ مَنْ حَآدَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا ءَابَآءَهُمْ أَوْ أَبْنَآءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُوْلاَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ اْلإِيمَانَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. (QS. al-Mujadilah :22)
Termasuk sikap loyal kepadanya adalah loyal kepada para sahabatnya dan mencintai mereka, berbakti, mengenal hak-haknya, memuji, mengikuti, dan memintakan ampunan untuk mereka, menahan diri terhadap peristiwa yang terjadi di antara mereka, memusuhi orang yang memusuhi atau mencela mereka, atau mencaci salah seorang dari mereka. Demikian pula mencintai keluarganya, bersikap loyal kepada mereka, membela mereka, dan tidak ghuluw (tidak berlebihan) terhadap mereka.
Dan termasuk hal itu adalah mencintai para ulama ahlus sunnah, loyal kepada mereka, tidak merendahkan mereka dan meninggalkan membicarakan kehormatan mereka.
Dan termasuk sifat loyal kepada Nabi  adalah memusuhi musuh-musuhnya dari kalangan orang-orang kafir dan munafik serta selain mereka dari golongan ahli bid'ah dan sesat.
Seorang laki-laki dari pengikut hawa nafsu berkata kepada Ayyub as-Shakhtiyani: 'Bolehkah aku bertanya kepadamu tentang satu kalimat? Maka Ayyub rahimahullah berpaling sambil memberi isyarat dengan jemarinya: 'Tidak akan, kendati hanya setengah kalimat,' karena membesarkan sunnah Nabi  dan memusuhi musuh-musuhnya.







Majelis ketiga
Petunjuk Nabi  di bulan Ramadhan (1)
Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah berkata, "Petunjuk Nabi  di dalam bulan Ramadhan adalah petunjuk yang paling sempurna, paling besar untuk mencapai tujuan, dan paling mudah terhadap jiwa."
Kewajiban puasa di bulan Ramadhan dimulai pada tahun kedua hijriyah, maka saat Rasulullah  wafat, beliau telah berpuasa selama sembilan kali.
Ketika pertama kali diturunkan, diwajibkan memilih di antara puasa dan memberi makan orang miskin setiap hari. Kemudian dipindah dari pilihan itu kepada kewajiban puasa.
Dan diperbolehkan untuk memberi makan hanya bagi orang tua renta, laki-laki dan perempuan, apabila keduanya tidak mampu lagi berpuasa. Maka keduanya boleh berbuka dan memberi makan satu orang miskin setiap hari.
Dan diberikan keringanan kepada orang yang sakit dan musafir untuk berbuka dan mengqadha, dan diringankan bagi yang hamil dan menyusui apabila khawatir terhadap dirinya juga seperti itu. Jika keduanya khawatir terhadap kondisi anak, maka selain mengqadha mereka juga harus memberi makan orang miskin setiap hari. Maka sesungguhnya berbukanya bukan karena khawatir sakit, berbukanya dalam kondisi sehat, maka ditambal dengan memberi makan orang miskin, seperti berbukanya orang yang sehat di permulaan Islam.

Memperbanyak berbagai macam ibadah:
Di antara petunjuk Nabi  di bulan Ramadhan adalah memperbanyak berbagai macam jenis ibadah. Jibril  melakukan tadarus al-Qur`an kepadanya di bulan Ramadhan, apabila Jibril  menemuinya, ia lebih pemurah dengan kebaikan daripada angin yang bertiup kencang. Beliau adalah manusia yang paling pemurah, dan lebih pemurah lagi di saat bulan Ramadhan, memperbanyak sedekah, berbuat baik, membaca al-Qur`an, shalat, zikir, dan i'tikaf.
Beliau  mengistimewakan bulan Ramadhan dengan ibadah yang tidak beliau lakukan di bulan lainnya, sehingga terkadang beliau menyambung puasanya untuk menyempurnakan waktu-waktu malam dan siangnya di atas ibadah.
Dan beliau  melarang para sahabatnya dari wishal (menyambung puasa), maka mereka berkata kepadanya, 'Sesungguhnya melakukan wishal.' Maka beliau  menjawab, 'Aku bukan seperti kamu, sesungguhnya semalaman,' dan dalam satu riwayat: 'Sesungguhnya aku selalu berada di sisi Rabb-ku, Dia  memberi makan dan minum kepadaku." (Muttafaqun 'alaih).
Dan beliau melarang melakukan wishal karena sayang terhadap umat, dan mengijinkan padanya hingga waktu sahur.
Dan di dalam Shahih al-Bukhari, dari Abu Sa'id al-Khudri , sesungguhnya ia mendengar Nabi  bersabda:

لاَتُوَاصِلُوْا, فَأَيُّكُمْ أَرَادَ أَنْ يُوَاصِلَ فَلْيُوَاصِلْ إِلَى السَّحَرِ
"Janganlah engkau menyambung puasa, maka barangsiapa di antaramu yang ingin menyambung puasa, maka hendaklah ia menyambung hingga waktu sahur."
Maka inilah wishal (menyambung puasa) yang paling adil dan paling mudah bagi orang yang puasa, dan ini pada dasarnya sama seperti makan malam, namun ditunda. Maka bagi orang yang puasa ada makan di siang dan malam hari. Maka jika ia makan di waktu sahur, berarti ia telah memindahnya dari permulaan malam ke akhirnya.

Petunjuknya  dalam menetapkan bulan:
Di antara petunjuk Nabi  bahwa tidak masuk dalam permulaan puasa kecuali dengan melihat yang nyata atau persaksian seorang saksi. Sebagaimana beliau puasa dengan persaksian Abdullah bin Umar . Pernah sekali beliau puasa dengan persaksian seorang arab badawi (yang tidak pedesaan), dan beliau berpegang terhadap berita keduanya dan tidak membebani keduanya dengan ucapan persaksian. Jika hal itu merupakan berita, berarti cukuplah di bulan Ramadhan dengan berita satu orang. Dan jika merupakan persaksian, maka beliau saw tidak membebani saksi untuk mengucapkan persaksian. Maka jika tidak bisa dilihat dan tidak ada saksi, beliau menyempurnakan jumlah bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari.
Dan apabila ada awan atau mendung yang menghalangi dari melihat bulan, beliau menyempurnakan bilangan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari, kemudian beliau puasa.
Beliau tidak pernah puasa di hari yang mendung dan tidak pula memerintahkan dengannya. Bahkan beliau menyuruh agar disempurnakan bilangan bulan Sya'ban, apabila langit ditutupi awan. Beliau melakukan hal itu, maka inilah ketetapannya, inilah perintahnya, dan hal ini tidak ada kontradiksi dengan sabdanya :
فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ
"Jika awan menutupi pandanganmu, maka perkirakanlah baginya.' (muttafaqun 'alaih).
Maka sesungguhnya memperkirakan adalah hisab yang ditentukan, dan maksudnya adalah menyempurnakan bilangan bulan bila langit berawan, seperti yang disabdakan beliau  dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Bukhari:
فَأَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ
"Maka sempurnakan bilangan bulan Sya'ban."

Petunjuk beliau untuk keluar dari bulan Ramadhan:
Di antara petunjuknya  adalah menyuruh manusia puasa dengan persaksian seorang laki-laki muslim, dan keluarnya mereka dari bulan Ramadhan dengan persaksian dua orang.
Dan di antaranya petunjuknya  adalah apabila dua orang bersaksi melihat bulan setelah keluar waktu lebaran bahwa beliau berbuka dan menyuruh mereka berbuka, dan shalat ied besok harinya di waktunya.


Mejelis keempat
Petunjuk Nabi  di bulan Ramadhan (2)

Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah berkata, "Beliau segera dalam berbuka dan menganjurkan untuk menyegerakannya, dan beliau bersahur dan menyuruh untuk mengakhirkannya".
Beliau  menganjurkan berbuka dengan kurma, jika tidak ada maka dengan air. Ini termasuk kesempurnaan kasih sayangnya terhadap umatnya dan nasehat terhadap mereka. Maka sesungguhnya memberikan tabi'at sesuatu yang manis disertai kosongnya isi perut lebih mendorong untuk menerimanya dan memanfaatkan kekuatan dengannya, terutama kekuatan penglihatan, sesungguhnya ia menjadi kuat dengannya.
Dan buah manis di Madinah adalah kurma, terdidiknya mereka atasnya. Kurma itu bagi mereka merupakan makanan pokok dan lauk pauk, sedangkan ruthabnya merupakan buah-buahan.
Adapun air, maka hati (liver) menjadi kering karena puasa. Maka apabila dibasahi dengan air, sempurnalah manfaatnya dengan makanan sesudahnya. Karena inilah yang paling utama bagi orang yang kehausan lagi lapar agar memulai dengan meminum sedikit air, sebelum makan, kemudian ia makan sesudahnya.
Inilah, sesungguhnya di dalam korma dan air terdapat keistimewaan yang memberi pengaruh kuat dalam memperbaiki jantung, tidak ada yang mengetahuinya kecuali para dokter jantung.



Bersama Nabi  ketika berbuka puasa:
Beliau berbuka sebelum shalat.
Beliau berbuka dengan beberapa biji ruthab –jika ada-, jika tidak ada maka dengan beberapa biji korma. Jika tidak ada, maka dengan beberapa tegukan air putih.
Diriwayatkan darinya bahwa beliau membaca ketika berbuka:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ تعالى
"Telah hilang rasa dahaga, basahlah urat leher, dan tetaplah pahala, insya Allah . (HR. Abu Daud).
Dan disebutkan darinya :
إِنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ إِفْطَارِهِ دَعْوَةً لاَتُرَدُّ
"Sesungguhnya untuk orang yang puasa saat berbuka adalah doa yang tidak ditolak." (HR. Ibnu Majah).
Dan shahih darinya , bahwa beliau bersabda:
إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَاهُنَا وَأَدْبَرَ مِنْ هَاهُنَا فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
"Apabila datang malam dari sana dan berpaling dari sana, maka sungguh berbuka orang yang puasa." (Muttafaqun 'alaih).
Dan dijelaskan bahwa ia telah berbuka secara hukum, sekalipun ia tidak meniatkannya, dan sungguh telah masuk waktu berbuka, seperti ashbaha (di waktu pagi) dan amsa (di waktu sore).

Adab-adab puasa:
Nabi  melarang orang yang berpuasa dari perkataan kotor, mencela, menjawab celaan, dan menyuruhnya agar mengatakan kepada yang mencela: 'Sesungguhku aku sedang puasa.' (muttafaqun 'alaih).
Dikatakan: ia mengucapkan dengan lisannya, dan itulah yang nampak.
Ada yang berpendapat: Ia mengatakan dengan hatinya, untuk mengingatkan dirinya bahwa ia sedang puasa.
Ada pula yang berpandangan: ia mengucapkannya dengan lisannya dalam puasa wajib dan mengatakan pada dirinya pada puasa sunnah, karena hal itu lebih menjauhkan dari perbuatan riya.




Petunjuk Nabi  dalam perjalanan di bulan Ramadhan
Rasulullah  melakukan safar di bulan Ramadhan, maka beliau puasa dan berbuka, dan memberikan pilihan kepada para sahabat di antara dua perkara.
Beliau menyuruh mereka berbuka, apabila musuh sudah dekat, agar mereka kuat dalam menghadapinya.
Adapun bila perjalanan itu bukan berjihad, Rasulullah  bersabda tentang berbuka: ia adalah rukhshah (keringanan), maka siapa yang mengambilnya maka ia adalah baik, dan barangsiapa yang ingin puasa, maka tidak mengapa atasnya.
Rasulullah  telah melakukan safar dalam peperangan terbesar dan teragung yaitu dalam perang Badar dan perang fath (penaklukan kota Makkah).
Dan bukan termasuk petunjuk Nabi  menentukan jarak perjalanan yang boleh berbuka orang yang berbuasa, dan tidak ada yang riwayat yang shahih dari beliau tentang hal itu.
Saat para sahabat memulai safar, mereka berbuka tanpa memandang melewati perumahan dan menceritakan bahwa itu sunnah dan petunjuknya , seperti yang dikatakan oleh Ubaid dan(bin?) Jabr rahimahullah, ia berkata: 'Aku pergi bersama Abu Bashrah al-Ghifari  sahabat Rasulullah , di kapal dari Fusthath di bulan Ramadhan. Maka sebelum melewati perumahan, ia memanggil sufrah dan berkata: 'Dekatkanlah.' Aku bertanya, 'Bukanlah engkau masih melihat perumahan? Abu Nashrah berkata, 'Apakah engkau membenci sunnah Rasulullah ? (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Muhammad bin Ka'ab berkata, 'Aku datang kepada Anas bin Malik  di bulan Ramadhan, sedang ia ingin melakukan safar dan kendaraan telah disiapkan untuknya. Dia telah memakai pakaian safar. Lalu ia meminta makanan, lalu makan. Maka aku bertanya kepadanya, 'Apakah ini sunnah?' Ia menjawab, 'Sunnah.' Kemudian ia berangkat. At-Tirmidzi berkata: Hadits Hasan.
Atsar-atsar ini sangat jelas bahwa siapa yang memulai safar di siang hari bulan Ramadhan, maka ia boleh berbuka.

Majelis kelima
Petunjuk Nabi  di bulan Ramadhan (3)
Dan termasuk petunjuk Nabi  bahwa apabila sudah terbit fajar, sedangkan beliau sedang junub, maka beliau mandi setelah terbit fajar –maksudnya setelah azan subuh- dan beliau tetap puasa. Dan beliau mengecup sebagian istrinya saat puasa di bulan Ramadhan, dan menyerupakan mengecup istri bagi yang puasa seperti berkumur-kumur dengan air.

Petunjuk Nabi  pada orang yang makan dan minum karena lupa
Termasuk petunjuknya  menggugurkan kewajiban mengqadha dari orang yang makan dan minum karena lupa, dan sesungguhnya Allah  telah memberi makan dan minum kepadanya. Makan dan minum ini bukanlah diberikan kepadanya maka ia berbuka dengannya. Maka ia hanya berbuka dengan apa yang dilakukannya. Hal ini sama dengan makan dan minumnya di saat tidurnya, karena tidak ada beban (taklif) dengan perbuatan orang yang tidur, dan tidak pula orang yang lupa.

Hal-hal yang membatalkan puasa
Yang shahih dari Nabi  bahwa yang membatalkan puasa adalah: makan, minum, berbekam (?), dan muntah.
Dan al-Qur`an menunjukkan bahwa jima membatalkan puasa, seperti makan dan minum dan tidak ada perbedaan pendapat padanya. Dan tidak ada riwayat yang shahih darinya  dalam memakai celak, dan shahih darinya  bahwa beliau  bersiwak saat puasa.
Imam Ahmad rahimahullah menyebutkan darinya  bahwa beliau menyiramkan air ke atas kepalanya saat berpuasa.
Beliau  berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung saat berpuasa, dan melarang yang berpuasa dari berlebihan dalam memasukkan air ke hidung.
Tidak ada riwayat yang shahih darinya  bahwa beliau  berbekam saat berpuasa, imam Ahmad mengatakan hal itu.
Dan tidak riwayat yang shahih bahwa beliau melarang bersiwak di permulaan siang dan tidak pula di akhirnya.

Petunjuknya  dalam i'tikaf
Beliau  i'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga wafat, beliau pernah meninggalkannya sekali lalu mengqadhanya di bulan Syawal.
Beliau pernah i'tikaf sekali di sepuluh hari yang pertama, kemudian di pertengahan, kemudian di sepuluh hari terakhir, karena mengharapkan lailatul qadar. Kemudian nyatalah baginya  bahwa lailatul qadar berada di sepuluh hari yang terakhir. Lalu beliau menekuni i'tikafnya hingga akhir hayatnya .
Beliau meminta dibuatkan kemah/tenda, lalu dibuatkan untuknya  di masjid, beliau menyendiri di dalamnya dengan Rabb-nya.
Apabila beliau  ingin i'tikaf, beliau  shalat fajar kemudian memasukinya.
Nabi  melakukan i’tikaf setiap tahun selama sepuluh hari. Maka tatkala di tahun yang beliau wafat, beliau i’tikaf selama dua puluh hari.
Jibril  membacakan al-Qur`an kepada beliau sekali setiap tahun, maka di tahun beliau wafat, ia  membacakannya sebanyak dua kali.
Beliau  juga membacakan al-Qur`an kepadanya sekali setiap tahun, maka beliau membaca kepadanya pada tahun itu sebanyak dua kali.
Apabila beliau  i’tikaf, beliau memasuki kemahnya sendirian.
Beliau tidak memasuki rumahnya di saat i’tikaf kecuali untuk keperluan tertentu.
Dan beliau mengeluarkan kepalanya dari masjid ke rumah Aisyah , lalu ia menyisir rambutnya dan membasuhnya, sedangkan beliau tetap di dalam masjid dan dia radhiyallahu 'anha sedang haid.
Sebagian istri beliau mengunjunginya saat beliau sedang i’tikaf. Apabila ia berdiri, beliau ikut berdiri mengantarnya, dan hal itu terjadi di malam hari.
Beliau  tidak melakukan apapun terhadap istri-istrinya saat i’tikaf, tidak mengecup dan tidak pula yang lainnya.
Apabila beliau sedang i’tikaf, diberikan kepadanya kasur dan diletakkan ranjangnya di tempat i’tikafnya.
Apabila beliau keluar untuk menunaikan hajatnya, beliau melewati orang yang sakit, sedangkan beliau berada di jalannya, maka beliau tidak menyapanya dan tidak bertanya tentang dirinya.
Dan beliau pernah i’tikaf di kubah turki, menggelar tikar di atas ambang pintunya. Semua itu untuk mencapai tujuan i’tikaf dan semangatnya. Bukan seperti yang dilakukan sebagian orang-orang jahil yang menjadikan tempat i’tikaf sebagai tempat keluar, menarik/mengundang para pengunjung dan bercengkerama di antara mereka. Ini adalah satu jenis, dan i’tikaf Nabi  jenis yang lain. Wallahul muwaffiq.











Mejelis keenam
Dalam menyebutkan nasab yang mulia dan kesucian nenek moyang beliau 
Nasabnya :
Beliau adalah Abu al-Qasim, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ad bin Luay bin Ghalib bin Fihir bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin ‘Adnan.
Inilah yang disepakati dalam nasab Nabi . Sebagaimana mereka juga sepakat bahwa ‘Adnan berasal dari keturunan Nabi Ismail .
Nama-namanya :
Dari Jubair bin Muth’im , sesungguhnya Rasulullah  bersabda:
إِنَّ لِي أَسْمَاءَ: أَنَا مُحَمَّدٌ, وَأَنَا أَحْمَدُ, وَأَنَا اْلمَاحِي الَّذِي يَمْحُو اللهُ بِي الْكُفْرَ وَأَنَا الْحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى قَدَمَيَّ وَأَنَا اْلعَاقِبُ الَّذِي لَيْسَ بَعْدَهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya aku mempunyai beberapa nama: aku adalah Muhammad, Ahmad, al-Mahi yang Allah  menghapuskan kekafiran denganku, aku adalah al-Hasyir yang manusia digiring di atas kedua telapak tanganku, dan aku adalah al-‘Aqib yang tidak ada seorangpun (dari nabi) setelah aku.’ (Muttafaqun ‘alaih)

Kesucian nenek moyang Rasulullah :
Ini termasuk yang tidak memerlukan dalil. Maka sesungguhnya Nabi  yang terpilih berasal dari Bani Hasyim dan keluarga besar suku Quraisy. Maka beliau bangsa arab yang paling mulia secara nasab. Beliau berasal dari kota Makkah, kota yang paling dicintai oleh Allah . Firman Allah :
ألله أعلم حيث يجعل رسالته
Allah  mengetahui di mana Dia  menjadikan risalah-Nya.
Abu Sufyan  mengakui –dan hal itu sebelum ia masuk Islam- terhadap tingginya nasab Nabi  dan kemuliannya, dan peristiwa itu terjadi saat ia ditanya oleh Heraklius tentang nasabnya, maka Abu Sufyan  menjawab: 'Dia pada kami termasuk yang mempunyai nasab. Heraklius berkata: 'Demikian pula para rasul, diutus pada nasab kaumnya. (Muttafaqun ‘alaih).
Dan Nabi  bersabda:
إِنَّ اللهَ عز وجل اصْطَفَى مِنْ وَلَدِ إِبْرَاهِيْمَ إِسْمَاعِيْلَ, وَاصْطَفَى مِنْ بَنِي إِسْمَاعِيْلَ كِنَانَةَ, وَاصْطَفَى مِنْ بَنِي كِنَانَةَ قُرَيْشًا, وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ, وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ
“Sesungguhnya Allah  memilih Nabi Ismail  dari keturunan Nabi Ibrahim , dan Dia  memilih Kinanah dari keturunan Nabi Ismail , dan memilih Quraisy dari keturunan Kinanah, dan memilih Bani Hasyim dari keturunan Quraisy, dan memilih aku dari Bani Hasyim. (HR. Muslim)
Dan di antara kesucian nasabnya , sesungguhnya Allah  telah memelihara kedua orang tuanya dari perbuatan zina. Maka beliau dilahirkan dari pernikahan yang sah dan bukan terlahir dari perzinahan. Sebagaimana sabda Nabi :
خَرَجْتُ مِنْ نِكَاحٍ وَلَمْ أَخْرُجْ مِنْ سِفَاحٍ مِنْ لَدُنْ آدَمَ إِلَى أَنْ وَلَدَنِي أَبِي وَأُمِّي
“Aku terlahir dari pernikahan dan tidak keluar dari hasil perzinahan, dari sejak Nabi Adam  hingga ayah dan ibuku melahirkan aku, dan tidak sedikitpun menimpaku dari perzinahan jahiliyah.” (HR. Ath-Thabrani dalam al-Ausath dan di hasankan oleh Syaikh al-Albani).
Dan beliau juga bersabda:
خَرَجْتُ مِنْ لَدُنْ آدَمَ مِنْ نِكَاحٍ غَيْرَ سِفَاحٍ
‘Aku keluar dari sejak Nabi Adam  dari pernikahan, bukan dari perzinahan.’ HR. Ibnu Sa’ad dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani.
Ibnu Sa’ad dan Ibnu ‘Asakir meriwayatkan dari al-Kalbi rahimahullah, ia berkata, ‘Aku menulis bagi Nabi  lima ratus (500) ibu, maka aku tidak menemukan perzinahan pada mereka, dan tidak pula sesuatu dari perkara jahiliyah.
Perkataannya: ‘lima ratus’ maksudnya semua nenek moyangnya dari pihak bapak dan ibunya.
Penyair berkata:
Dari sejak zaman Nabi Adam  senantiasa menjaga baginya
Sulbi dan rahim dalam keturunannya
Sehinga berpindah dalam pernikahan yang suci
Tidak terkumpul padanya yang haram
Maka nampak bagaikan bulan purnama yang sempurna di malam hari
Selama menampakkan cahayanya yang menerangi maka ia menjadi sempurna
Maka tersingkaplah kegelapan dari cahayanya
Dan cahaya membuat kegelapan tidak terlihat lagi
Terima kasih kepada yang memberikan nikmat kepada kami
Awhaam tidak lagi meliputi hakekatnya

Mejelis ketujuh
Kejujuran dan amanahnya 
Nabi  terkenal sejak sebelum diutus menjadi nabi di kalangan kaumnya dengan sifat jujur dan amanah. Beliau dikenal di antara mereka dengan gelar al-Amin. Yaitu gelar yang tidak dimiliki kecuali orang kepada orang yang telah mencapai puncak dalam kejujuran dan amanah, serta selain keduanya dari perkara-perkara kebaikan.
Musuh-musuhnya bersaksi untuk beliau dengan sifat itu. Abu Jahal yang sangat membenci dan mendustakannya mengetahui bahwa beliau adalah seorang yang jujur. Karena itulah, ketika seorang laki-laki bertanya kepadanya, ‘Apakah Muhammad itu benar atau bohong? Ia menjawab, ‘Celakalah engkau, demi Allah, sesungguhnya Muhammad itu seorang yang jujur. Muhammad tidak pernah berdusta.
Seperti ini pula Abu Sufyan, - pada waktu itu ia belum masuk Islam dan termasuk oarng yang sangat memusuhi Nabi , ketika Heraklius bertanya kepadanya, ‘Apakah kamu menuduhnya berbohong sebelum dia mengatakan hal ini (risalah)? Maka Abu Sufyan  menjawab: tidak. Heraklius berkata, ‘Dan aku telah bertanya kepadamu, apakah kamu pernah menuduhnya berbohong sebelum dia membawa risalah ini? Maka engkau menyebutkan bahwa tidak pernah. Maka aku sudah mengenal bahwa ia tidak pernah berbohong terhadap manusia dan berdusta terhadap Allah .
Inilah Khadijah radhiyallahu 'anha, ketika Nabi  datang kepadanya sambil gemetar dan berkata, ‘Selimutilah aku, selimutilah aku.’ Dan hal itu setelah turunya wahyu di gua Hira. Ia berkata kepadanya, ‘Bergembiralah, sekali-kali tidak. Demi Allah, Allah  tidak akan pernah menghinakan engkau, sesungguhnya engkau menyambung tali silaturrahim, jujur dalam ucapan ...’ (Muttafaqun ‘alaih).
Dan dari Ibnu Abbas , ia berkata, ‘Tatkala turun ayat :
وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ اْلأَقْرَبِينَ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, (QS. Asy-Su'ara:214)
Rasulullah  keluar hingga menaiki bukit Shafa, lalu berseru: ‘Wahai orang-orang yang ada di pagi hari.’ Mereka bertanya-tanya, ‘Siapakah ini?’ Maka mereka berkumpul kepadanya. Lalu beliau bersabda, ‘Bagaimana pendapatmu jika aku mengabarkan bahwa pasukan berkuda yang ada di lembah ingin menyerang kalian, apakah kalian membenarkan beritaku?’ Mereka semua menjawab, ‘Benar, kami tidak pernah mencoba atasmu kecuali kebenaran.; Beliau berkata,
فَإِنِّي نَذِيْرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيْدٍ
‘Maka sesungguhnya aku memberikan peringatan kepadamu di hadapan siksaan yang keras.” (Muttafaqun ‘alaih).
Sesungguhnya kejujuran Nabi  dan sifat amanahnya membuat kaum musyrikin membuat-buat dalam menuduhnya. Terkadang mereka berkata, ‘Dia adalah penyihir lagi pendusta. Kadangkala mereka berkata: Dia seorang penyair. Terkadang mereka berkata: Dia seorang dukun. Dan di saat lain mereka berkata: Dia seorang yang gila. Dan mereka saling mencela dalam hal itu, karena mereka mengetahui bebasnya Nabi  dari semua sifat dan gelar yang tercela.
Inilah an-Nadhr bin al-Harits yang sangat menyakiti Nabi , ia berkata kepada kaum Quraisy: Wahai sekalian kaum Quraisy, sesungguhnya –demi Allah- telah terjadi padamu satu perkara yang kaum belum pernah mengalaminya sebelumnya. Sungguh Muhammad merupakan seorang pemuda yang paling kamu senangi dari sisi akal, paling jujur dalam ucapan, paling agung dalam memegang amanah. Sehingga apabila kamu melihat jenggot pada dua pelipisnya dan ia datang kepadamu dengan sesuatu yang dibawanya, kamu mengatakan dia seorang penyihir. Tidak, demi Allah, dia bukanlah seorang penyihir. Kamu mengatakan dia seorang dukun, tidak –demi Allah- dia bukanlah seorang dukun. Dan kamu mengatakan dia seorang penyair, dia seorang yang gila. Kemudian ia mengatakan, 'Wahai sekalian kaum Quraisy, perhatikanlah pada perkaramu. Maka sesungguhnya –demi Allah- telah turun satu perkara besar.
Adapun sifat amanah Nabi , maka ia merupakan penyebab keinginan Khadijah radhiyallhu 'anha agar ia menjadi istri Nabi , di mana beliau membawa perdagangannya ke negeri Syam, dan ia telah mengetahui dari budaknya yang bernama Maisarah sesuatu yang membuatnya kagum dari sifat amanah dan kemuliaan akhlaknya.
Dan di antara sifat amanahnya bahwa orang-orang kafir Quraisy –padahal mereka tidak beriman dan mendustakan beliau- mereka menitipkan harta mereka di sisinya dan memberikan amanah atasnya. Dan ketika Allah  mengijinkan beliau hijrah ke Medinah, beliau menitipkan kepada Ali  untuk menyerahkan semua amanah kepada para pemiliknya.
Sesungguhnya amanah terbesar yang dipikul oleh Nabi  dan disampaikan dengan sebaik-baiknya adalah amanah wahyu dan risalah yang Allah  memberikan tugas kepadanya untuk menyampaikannya kepada manusia. Maka Nabi  menyampaikan risalah dengan sempurna dan menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya, berjihad melawan musuh-musuh Allah  dengan hujjah dan penjelasan, pedang dan panah. Maka Allah  memberikan kemenangan kepadanya dan menerangi dada orang-orang beriman dengan dakwahnya, maka mereka beriman kepadanya, membenarkannya, menolong dan membantunya. Sehingga tinggilah kalimah tauhid, tersebarlah Islam di Timur dan Barat. Maka tidak ada rumah di perkotaan dan pedesaan kecuali Allah  telah memasukkan agama ini kedalamnya. Semua rahmat dan kesejahteraan Allah  selalu tercurah kepada yang jujur lagi dipercaya, yang telah berjihad karena Allah  dengan sebenar-benarnya hingga kematian datang menjemputnya.



Mejelis kedelapan
Perjanjian dan berita gembira para Nabi dengan kedatangan Nabi Muhammad .
Firman Allah :
وَإِذْ أَخَذَ اللهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَآءَاتَيْتُكُم مِّن كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَآءَكُمْ رَسُولُُ مُّصَدِّقُُ لِّمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنصُرُنَّهُ قَالَ ءَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُوا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُم مِّنَ الشَّاهِدِينَ . فَمَن تَوَلَّى بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi:"Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan bersungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman :"Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu" Mereka menjawab:"Kami mengakui". Allah berfirman:"Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu". * Barangsiapa yang berpaling sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. Ali Imrah 81-82)
Ali bin Abu Thalib  dan anak pamannya Abdullah bin al-Abbas  berkata, 'Allah  tidak mengutus salah seorang nabi kecuali diambil sebuah perjanjian kepadanya, jika Allah mengutus Muhammad, sedangkan dia masih hidup, sungguh dia akan beriman kepadanya dan membelanya. Dan Dia  menyuruhnya agar mengambil perjanjian kepada umatnya: sungguh jika Muhammad dibangkitkan (diangkat menjadi nabi), sedangkan mereka masih hidup, niscaya mereka beriman kepadanya dan membantunya." Dan diriwayatkan dari as-Suddy riwayat yang serupa.
Dan Allah  berfirman menceritakan tentang ucapan Nabi Ibrahim :
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ ءَايَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Ya Rabb kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (al-Qur'an) dan hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. al-Baqarah:129)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, 'Allah  berfirman menceritakan tentang kesempurnaan dakwah/doa Nabi Ibrahim  untuk penduduk tanah haram (Makkah al-Mukarramah) supaya Allah  mengutus kepada seorang mereka seorang rasul dari kalangan mereka, maksudnya dari keturunan Ibrahim . Dan sungguhnya doa ini terkabulkan sesuai ketentuan (taqdir) Allah  yang telah terdahulu (di Lauhul Mahfuzh) dalam menentukan Muhammad  sebagai rasul di kalangan para ummi (orang-orang yang tidak pandai membaca) kepada mereka dan kepada semua bangsa ajam (non arab) dari kalanan jin dan manusia, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah, dari al-'Irbadh bin Sariyah , ia berkata, 'Rasulullah  bersabda:
إِنِّي عِنْدَ اللهِ لَخَاتَمُ النَّبِيِيْنَ وَإِنَّ آدَمَ لَمُنْجَدِلٌُ فِى طِيْنَتِهِ, وَسُأُنَبِّئُكُمْ بِأَوَّلِ ذلِكَ: دَعْوَةُ أَبِي إِبْرَاهِيْمَ وَبُشْرَى عِيْسَ بِي وَرُؤْيَا أُمِّي الَّتِي رَأَتْ, وَكَذلِكَ أُمَّهَاتُ النَّيِيِنْ َيَرَيْنَ
"Sesungguhnya aku di sisi Allah  merupakan penutup para nabi dan sesungguhnya Nabi Adam  masih berada di atas tanahnya. Dan aku akan mengabarkan kepadamu dengan permulaan yang demikian itu: doa bapakku (moyangku) Ibrahim , berita gembira Nabi Isa  denganku, mimpi ibuku yang dilihatnya, demikian pula ibu-ibu para nabi, mereka melihat dalam mimpi."
Dan Nabi  senantiasa disebut di kalangan manusia secara masyhur serta terus berjalan, sehingga penutup nabi dari bani Israel secara nasab, yaitu Nabi Isa putra Maryam , di mana dia berdiri di hadapan bani Israel memberikan khuthbah, ia berkata:
إِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُم مُّصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِن بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ
, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)"…(QS. ash-Shaff:6)
Karena inilah beliau bersabda dalam hadits ini: doa bapakku (moyangku) Ibrahim , berita gembira Nabi Isa  denganku.
Adapun cerita tentang keutamaannya dan manaqibnya dalam kitab-kitab terdahulu, maka hal itu ditunjukkan oleh firman Allah :
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ اْلأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِندَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَاْلإِنجِيلِ يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَاْلأَغْلاَلَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ...
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka…. (QS. al-A'raaf:157)
Dari 'Atha` bin Yasar rahimahullah, ia berkata, 'Aku bertemu Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash , aku berkata, 'Beritakanlah kepadaku tentang sifat Rasulullah  di dalam Taurat.' Ia menjawab, 'Tentu, demi Allah, sesungguhnya disebutkan dalam Taurat seperti sifatnya yang ada dalam al-Qur`an:
يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّآ أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا
Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, (QS. al-Ahzab:45)
Menjaga orang-orang yang ummi (tidak bisa baca tulis), engkau adalah hamba dan rasul-Ku, Aku memberimu nama al-Mutawakkil (orang yang bertawakkal), tidak bersifat keras, tidak pula kasar, tidak berteriak-teriak di pasar-pasar, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, akan tetapi memberi maaf dan mengampuni. Dan Allah  tidak mengambilnya sehingga menegakkan dengannnya agama yang bengkok, dengan mereka mengatakan: 'Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah , maka terbuka dengannya mata yang buta, telinga yang tuli dan hati yang tertutup.' (HR. al-Bukhari).
Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Abbas , ia berkata, 'al-Jaruud bin Abdullah  datang lalu masuk Islam, ia berkata, 'Demi Allah  yang telah mengutus engkau dengan kebenaran, sungguh aku telah menemukan ciri-ciri engkau di dalam Injil. Ibnu al-Batul telah memberikan kabar gembira tentang kedatangan engkau, maksudnya Nabi Isa putra Maryam .
Dari Abu Musa al-Asy'ari , ia berkata, 'an-Najasyi  berkata, 'Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, dan sesungguhnya yang telah memberikan kabar gembira tentang kedatangannya adalah Isa . Dan jikalau bukan karena tugasku sebagai raja dan apa yang kupikul dari perkara manusia, niscaya akau mendatanginya sehingga aku mengangkat kedua sendalnya." (HR. Abu Daud).





Mejelis kesembilan
Nabi Pembawa Rahmat (1)

Sungguh Nabi  menjadi rahmat bagi semua umat manusia, dan Allah  telah menyebutkan sifatnya dengan hal itu dengan firman-Nya:
وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّرَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. al-Anbiyaa`:107)
Maka rahmatnya bersifat universal, meliputi orang yang beriman dan kafir. Inilah Thufail bin 'Amr ad-Dausi, dia merasa putus asa untuk memberi petunjuk kepada kabilahnya, yaitu Daus. Lalu ia pergi kepada Nabi  dan berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya kabilah Daus telah durhaka dan enggan (menerima dakwah), maka berdoalah kepada Allah  untuk membinasakannya.' Lalu Nabi  menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya. Maka manusia (para sahabat yang hadir) merasa yakin akan hancurnya kabilah Daus bila Nabi  mendoakan kehancuran mereka, akan tetapi nabi pembawa rahmat berdoa:
اللّهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَأْتِ بِهِمْ
"Ya Allah, berilah petunjuk kepada kabilah Daus dan datangkanlah mereka (kepadaku untuk beriman).' Muttafaqun 'alaih.
Beliau mendoakan mereka supaya mendapat hidayah dan petunjuk dan tidak berdoa atas mereka dengan siksaan dan kehancuran total, karena beliau tidak menghendaki untuk manusia kecuali kebaikan dan tidak mengharapkan untuk mereka selain keberuntungan dan keselamatan.
Nabi  pernah pergi ke Thaif untuk mengajak kabilah-kabilahnya masuk Islam. Maka para penduduknya menghadapinya dengan pengingkaran, ledekan, dan olok-olokan, bahkan orang-orang bodoh dari mereka melemparinya dengan batu sehingga darah mengalir dari dua kakinya .
Aisyah radhiyallahu 'anha meriwayatkan peristiwa yang terjadi setelah itu, ia berkata, 'Aku bertanya kepada Rasulullah , 'Apakah pernah datang kepadamu satu hari yang lebih berat dari pada tragedi di bukit Uhud? Beliau  menjawab, 'Sungguh aku telah mendapati dari kaummu –dan itu adalah peristiwa terberat yang kutemui dari mereka- yaitu hari aqabah. Ketika aku menawarkan diriku kepada Ibnu Abdi yalail bin Abdu Kulal, maka ia memenuhi keinginanku. Lalu aku pergi dalam keadaan berduka cita yang terlihat dari raut wajahku. Maka aku tidak sadar kecuali di Qarn ats-Tsa'alib. Maka aku mengangkat kepalaku. Ternyata awan telah menaungiku. Lalu aku melihat, ternyata Jibril  ada padanya. Maka ia berseru kepadaku seraya berkata, 'Sesungguhnya Allah  telah mendengar ucapan kaummu kepadaku dan jawaban mereka atasmu. Dan Dia  telah mengutus kepadamu malaikat gunung, agar engkau menyuruhnya menurut kehendakmu pada mereka.' Beliau bersabda, 'Maka malaikat gunung memanggilku seraya berkata, 'Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah  telah mendengar ucapan kaummu kepadamu dan jawaban mereka terhadapmu. Dan akulah malaikat gunung, Allah  telah mengutusku agar engkau menyuruhku menuruti perintahmu, maka apakah yang engkau kehendaki? jika engkau menghendaki, aku akan menimpakan kepada mereka dua gunung yang besar. Maka Rasulullah  bersabda:
بَلْ أَرْجُوْ أَنْ يُخْرِجَ اللهٌ مِنْ أَصْلاَبِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللهَ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَلاَيشُرْكِ ُبِهِ شَيْئًا
"Bahkan aku mengharapkan agar Allah  mengeluarkan dari sulbi (keturunan) mereka orang yang hanya menyembah Allah  saja, tidak ada sekutu baginya dan tidak menyekutukan sesuatu dengannya." Muttafaqun 'alaih.
Itulah sifat rahmat kenabian yang membuat Nabi  melupakan lukanya mengucurkan darah, hatinya sakit, sanubarinya yang terluka, dan tidak mengingat selain menyampaikan kebaikan kepada para manusia dan mengeluarkan mereka dari alam kegelapan kepada cahaya, dan memberikan petunjuk kepada mereka menuju jalan yang lurus.
Nabi  menaklukkan kota Makkah dan memasukinya bersama sepuluh ribu pejuang, dan Allah  meneguhkannya untuk mengalahkan orang-orang yang menyakitinya, mengusirnya, melakukan konspirasi untuk membunuhnya, mengeluarkannya dari negerinya, membunuh para sahabatnya, dan melakukan fitnah kepada mereka dalam agama mereka.
Salah seorang sahabat berkata –setelah selesai penaklukan agung ini- 'Hari ini adalah hari pembunuhan masal.' Maka Nabi  bersabda, 'Bahkan, hari ini adalah hari kasih sayang.'
Kemudian Nabi  keluar kepada orang-orang yang kalah, pandangan mata mereka tegang, hati mereka ketakutan, dan leher mereka terasa kering. Mereka menunggu apakah yang akan dilakukan sang pemimpin yang menang ini kepada mereka. Sedangkan mereka adalah orang-orang terbiasa menipu, membalas dendam, mencincang kaum muslimin yang terbunuh, seperti yang telah mereka lakukan dalam perang Uhud dan lainnya.
Maka Nabi  bersabda, 'Wahai sekalian kaum Quraisy, apakah pendapatmu yang akan kulakukan terhadapmu?' Mereka menjawab, '(Engkau akan melakukan) kebaikan.'Saudara yang mulia dan putra saudara yang mulia.' Maka Nabi  bersabda:
اِذْهَبُوْا فَأَنْتُمُ الطُّلَقَاءُ
'Pergilah, kamu semua bebas.'
Maka pergilah mereka, bagaikan baru dibangkitkan dari kuburan.
Inilah pemberian ampun yang menyeluruh sebagai hasil kasih sayang yang ada di hati Nabi  dan yang besar untuk meliputi/mencakup mayoritas musuhnya yang sangat menyakitinya dan para sahabatnya. Maka kalau bukan karena rahmat ini niscaya tidak terjadi pemberian maaf ini. Dan benarlah Rasulullah  ketika bersabda:
أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ
"Aku adalah rahmat yang dihadiahkan.' (HR. al-Hakim).











Mejelis ke sepuluh
Nabi rahmat (2)

Kasih sayangnya terhadap binatang dan benda mati
Kami telah menyebutkan bahwa kasih sayang kenabian sangat luas, mencakup kepada non muslim, terutama muslim yang mengesakan Allah . Kami ingin menambahkan di sini, sesungguhnya rahmat Nabi  melampaui jenis manusia, sehingga mencakup binatang dan benda mati. Sungguh Nabi  pernah bersabda:
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي بِطَرِيقٍ، اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ، فَوَجَد بِئْرًا, فَنَزَلَ فِيهَا فَشَرِبَ, ثُمَّ خَرَجَ، فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ، يَأْكُلُ الثَّرَىَ مِنَ الْعَطَشِ. فَقَالَ الرَّجُلُ: لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلَبَ مِنَ الْعَطَشِ مِثْلُ الَّذِي كَانَ بَلَغَ مِنِّي، فَنَزَلَ الْبِئْرَ, فَمَلَأ خُفَّهُ مَاءً، ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ حَتَّى رَقِيَ، فَسَقَى الْكَلْبَ، فَشَكَرَ اللهُ لَهُ، فَغَفَرَ لَهُ" قَالُوا: يَا رَسولَ اللهِ! وَإِنَّ لَنَا فِي هَذه البَهائِمِ لَأَجْرًا؟ فَقَال : "فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ" [مُتَّفَقٌ عليه].
"Tatkala seorang laki-laki berjalan di tengah jalan, ia merasa sangat kehausan, lalu ia menemukan sumur. Maka ia pun turun kedalamnya lalu minum. Kemudian ia keluar, ternyata ada seekor anjing yang menjulurkan lidah, memakan tanah karena kehausan. Maka laki-laki itu berkata, 'Anjing ini sangat kehausan seperti yang telah kualami. Lalu ia turun ke sumur, mengisi air di sepatunya, kemudian memegangnya dengan mulutnya hingga naik. Lalu ia memberi minum kepada anjing tersebut. Maka Allah  berterima kasih kepadanya dan mengampuninya.' Mereka bertanya, 'Wahai Rasulullah, dan apakah sesungguhnya untuk kami adalah pahala pada binatang-binatang ini? Maka beliau bersabda, 'Di setiap hati yang basah ada pahala.' (Muttafaqun 'alaih).
Dengan kaidah umum ini 'Di setiap hati yang basah ada pahala' Nabi  telah mendahului semua lembaga dan organisasi yang berperan membela hak-hak binatang dan kasih sayang kepadanya. Nabi  telah mendahuluinya ratusan tahun yang lalu, di saat beliau bersabda:
"عُذِّبَتِ امْرَأةٌ فِي هِرَّةٍ, سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ، فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ, لَا هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَسَقَتْهَا إِذْ حَبَسَتْهَا، وَلَا هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ" [متفق عليه].
"Seorang perempuan disiksa karena seekor kucing yang dia tahan hingga mati. Maka dia masuk neraka karena sebab itu. Dia tidak memberi makan dan minum kepadanya ketika menahannya, dan dia tidak pula melepasnya untuk makan dari binatang yang ada di bumi." Muttafaqun 'alaih.

Maksud Nabi  menceritakan hal ini adalah untuk mengajarkan kepada para sahabatnya sifat kasih sayang kepada hewan dan berbuat baik kepadanya, dan menjelaskan kepada mereka bahwa membunuh hewan yang tidak diijinkan membunuhnya atau menyebabkan terbunuhnya bisa menjadi penyebab masuk neraka –wal ‘iyadzubillah-. Ini adalah perkara yang tidak diketahui oleh undang-undang yang dipakai manusia untuk memutuskan hukum pada saat ini.
Nabi  memperingatkan pembunuhan hewan tanpa alasan. Nabi  bersabda:
مَا مِنْ إِنْسَانٍ يَقْتُلُ عُصْفُوْرًا فَمَا فَوْقَهَا بِغَيْرِ حَقِّهَا إِلاَّ سَأَلَهُ اللهُ عَنْهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ. قِيْلَ: فَمَا حَقُّهَا؟ قَالَ: حَقُّهَا أَنْ يَذْبَحَهَا فَيَأْكُلَهَا وَلاَ يَقْطَع رَأْسَهَا فَيَرْمِي بِهِ
“Tidak ada seorang manusia yang membunuh burung pipit dan yang di atasnya (yang lebih besar) dengan tidak sebenarnya (tanpa alasan yang benar), melainkan Allah swt akan mempertanyakannya di hari kiamat.’ Ada yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah haknya (alasan yang benar itu)? Haknya adalah menyembelihnya dan memakannya dan tidak memotong kepalanya lalu membuangnya.” HR. An-Nasa`i.
Sesungguhnya Nabi  memerintahkan berbuat baik saat menyembelih binatang sembelihan. Rasulullah  bersabda:
إِنَّ اللهَ َكتَبَ اْلإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوْا اْلقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوْا الذِّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah  mewajibkan berbuat baik terhadap segala sesuatu, apabila kamu membunuh (dalam qishash) maka perbaikilah pembunuhan dan apabila kamu menyembelih maka perbaikilah sembelihan, dan hendaklah salah seorang darimu menajamkan pisaunya dan melapangkan binatang sembelihannya.” (HR. Muslim)
Salah seorang ulama menyebutkan bahwa sebagian bangsa Barat masuk Islam setelah mengetahui tatakrama Islam dalam menyembelih, dan ini menunjukkan kesempurnaan agama ini dari segala semua sisi. Hanya bagi Allah  segala puji dan karunia.

Dan Nabi  bersabda:
لَا تَتَّخِذُوا شَيْئًا فِيهِ الرُّوحُ غَرَضًا" [متَّفقٌ عليْهِ]
“Janganlah engkau menjadikan sesuatu yang mengandung ruh sebagai sasaran.” Muttafaqun ‘alaih.
Maksudnya janganlah engkau jadikan hewan yang hidup sebagai sasaran yang kamu lempar dengan anak panahmu, karena hal ini menafikan sifat kasih sayang yang seorang mukmin harus berakhlak dengannya.
Nabi  melarang penganiayaan dan kekerasan hingga terhadap binatang dan sangat memperhatikan tentang masalah ini. Nabi  pernah memasuki satu kebun milik seorang Anshar, ternyata di dalam kebun itu adalah seekor unta. Maka tatkala ia melihat Nabi , ia menangis dan berlinang air matanya. Maka Rasululah  mendatanginya, lalu mengusap kepalanya, maka ia kembali tenang. Kemudian beliau bertanya, ‘Siapakah pemilik unta ini? Datanglah seorang anak muda dari kalangan Anshar, ia berkata, ‘Saya, ya Rasulullah.’ Maka Nabi  bersabda:
أَلَا تتقِي اللهَ فِي هَذِهِ البَهِيمَةِ الَّتِي مَلَّكَكَ اللهُ إِيَّاهَا؟ فَإِنَّهُ شَكَى إِلَيَّ أَنَّكَ تُجِيعُهُ وَتُدْئِبُه [رَواهُ أَبُوداود وصحَّحه الألبَانيُّ]
“Apakah engkau tidak takut kepada Allah  yang memberikan kepemilikannya kepadamu? Sesunguhnya ia mengeluh kepadaku bahwa engkau membuatnya lapar dan membinasakannya (dengan terus menerus bekerja).” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)
Dan untuk benda mati pun mendapatkan kasih sayang Nabi Muhammad . Imam al-Bukhari meriwayatkan bahwa tatkala telah dibuatkan minbar untuk Nabi , maka batang kurma tempat Nabi  berkhutbah di atasnya merintih seperti rintihan anak kecil. Maka Nabi  turun dari atas mimbar, lalu memeluknya. Maka ia menjadi tenang seperti anak kecil yang tenang. Maka Nabi  bersabda:
بَكَتْ عَلَى مَا كَانَتْ تَسْمَعُ مِنَ الذِّكْرِ
Ia menangis terhadap zikir yang telah didengarnya.”
Al-Hasan, apabila menceritakan hadits ini menangis dan berkata, ‘Wahai sekalian kaum muslimin, batang kurma merasa rindu kepada Rasulullah saw karena rindu bertemu dengannya, maka kamu lebih berhak untuk merasa rindu kepadanya.’








Majelis ke sebelas
Di antara keutaman Nabi 
Ketahuilah, sesungguhnya keutaman Nabi kita Muhammad  sangat banyak dan pujian untuknya sangat berlimpah, di antaranya adalah:
1. Allah  telah memujinya karena akhlak yang mulia dan sifat yang terpuji. Firman Allah :
      .
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. al-Qalam:4)

Dan beliau bersabda:
وَقَالَ : "إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ" [رواه الطبراني].


‘Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak /budi pekerti.’
2. Pujian yang diberikan Allah  kepadanya berupa rahmat dan kasih sayang kepada umatnya dan semua umat manusia, sebagaimana firman Allah :
       [الأنبياء: 107]
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. ِal-Anbiya':107)
Dan firman-Nya:
    [الأحزاب: 43
Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (QS. al-Ahzaab43)
Dan firman-Nya:
                 [آل عمران: 159].
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.. (QS. Ali Imran:159)

Dan sabda-Nya :
وَقَوْلِه : "إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ" [رَواهُ الحاكِمُ وصحَّحهُ الألبَانِيُّ].

“Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan.” (HR. Al-Hakim dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani.

3. Perhatian Allah  kepada beliau sejak kelahirannya, berdasarkan firman Allah :
   .          
Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. * Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. * Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. (QS. adh-Dhuha:6-8).

4. Keterangan tentang dilapangkan dadanya dan diangkat sebutannya, firman Allah :
                 
Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? * dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, * yang memberatkan punggungmu? * Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. (QS. Insyirayh:1-4)

5. Beliau sebagai penutup para nabi, firman Allah :
 •           • 
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. al-Ahzab :40)

Dan beliau  bersabda:
مَثَلِي وَمَثَلُ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَكْمَلَهُ، إِلَّا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ مِنْ زَوَايَاهُ، فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ وَيَعْجَبُونَ مِنَ البُنْيَانِ وَيَقُولُونَ: أَلَا وَضَعْتَ هَاهُنَا لَبِنةً، فَيَتِمَّ بُنْيَانُكَ؟ فَكُنْتُ أَنَا اللَّبِنَةَ" [مُتَّفَقٌ عليْهِ].
“Perumpamaan aku dan para nabi sebelumku adalah seperti perumpamaan seorang laki-laki yang membangun rumah, maka memperbaikinya dan menyempurnakannya kecuali satu tempat bata dari salah satu sudutnya. Maka manusia berkeliling dan merasa kagum terhadap bangunan itu dan berkata, ‘Andaikan engkau meletakkan di sisi satu bata, maka sempurnalah bangunannya? Maka akulah bata itu.’ (Muttafaqun ‘alaih).
6. Melebihkannya dari semua nabi: berdasarkan sabda Nabi :
فُضِّلْتُ عَلَى الْأَنْبِيَاءِ بِسِتٍّ: أُعْطِيتُ جَوَامِعَ الْكَلِمِ، وَنُصِرْتُ بِالرُّعْبِ، وَأُحِلّتْ لِيَ الْغَنَائِمُ، وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ طَهُورًا وَمَسْجِدًا، وَأُرْسِلْتُ إِلَى الْـخَلْقِ كَافَّةً, وَخُتِمَ بِيَ النَّبِيُّونَ" [رَواهُ مسْلِم].

“Aku diberikan kelebihan dari semua nabi dengan enam perkara: aku diberikan jawami’ alkalim (kalimat singkat, padat makna), aku ditolong dengan rasa (dari musuh), dihalalkan ghanimah untukku, bumi dijadikan suci untukku sebagai alat bersuci dan masjid, dan aku diutus kepada semua makhluk, dan semua nabi ditutup denganku.’ (HR. Muslim).
7. Sesungguhnya beliau adalah makhluk yang paling bertaqwa dan paling mulia. Nabi  bersabda:
أَنَا مُحمَّدُ بْنُ عَبْدِاللهِ ابْنِ عَبْدِ المطَّلِب؛ إِنَّ اللهَ تَعَالَى خَلَقَ الخَلْقَ، فَجَعَلَنِي فِي خَيْرِهِمْ، ثُمَّ جَعَلَهُمْ فِرْقَتَيْنِ, فَجَعَلَنِي فِي خَيْرِهِمْ فِرْقَةً, ثُمَّ جَعَلَهُمْ قَبَائِلَ، فَجَعَلَنِي فِي خَيْرِهِمْ قَبِيلَةً، ثُمَّ جَعَلَهُمْ بُيُوتًا، فَجَعَلَنِي فِي خَيْرِهِمْ بَيْتًا، فَأَنَا خَيْرُكُمْ بَيْتًا، وَخَيْرُكُمْ نَفْسًا" [رواه أحمد وأبوداود وصححه الألباني].
“Aku adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib, sesungguhnya telah menciptakan makhluk, lalu menjadikan aku dalam sebaik-baik mereka. Kemudian Dia swt menjadikan mereka dua golongan, maka Dia swt menjadikan aku pada sebaik-baik mereka secara golongan. Kemudian Dia swt menjadikan mereka beberapa kabilah, maka Dia swt menjadikan aku dalam sebaik-baik mereka secara kabilah. Kemudian Dia swt menjadikan mereka beberapa rumah, maka aku adalah sebaik-baik kamu dari sisi rumah dan sebaik-baik kamu dari sisi jiwa.” (HR. Ahmad dan Abu Daud dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).

8. Sesungguhnnya beliau adalah pemilik telaga dan syafaat di hari kiamat. Nabi  bersabda:
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْـحَوْضِ أَنْتَظِرُكُمْ, لِيُرفَعَ لِي رِجَالٌ مِنْكُمْ، حَتَّى إِذَا عَرَفْتُهُمْ, اخْتُلِجُوا دُونِي، فَأَقُولُ: رَبِّ أَصْحَابِي! فَيُقَالُ: إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ" [رواه البخاري].
“Aku mendahuluimu di atas telaga sambil menunggumu, agar diangkat untukku beberapa orang lelaki darimu sehingga aku mengenal mereka, menyelinap di belakangku. Maka aku berkata, ‘Wahai Rabb, sahabatku, sahabatku.’ Maka dikatakan: sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang telah mereka perbuat sesudahmu.’ HR. Al-Bukhari.
Dan beliau bersabda:
إِنَّ لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةً قَدْ دَعَا بِهَا، فَاسْتُجِيبَتْ لَهُ, وَإِنِّي قَدْ اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي يَوْمَ القِيَامَةِ" [متَّفقٌ عليهِ].

“Sesungguhnya untuk setiap nabi ada satu doa yang dia telah berdoa dengannya, lalu telah dikabulkan untuknya. Dan sesungguhnya aku telah menyimpan doaku sebagai syafaat untuk umatku di hari kiamat.’ (Muttafaqun ‘alaih).

9. Beliau  adalah pemimpin umat manusia di hari kiamat. Berdasarkan sabdanya :
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ وَلَا فَخْرَ، وَبِيَدِي لِوَاءُ الْـحَمْدِ وَلَا فَخْرَ, وَمَا مِنْ نَبِيٍّ يَوْمَئِذٍ آدَمَ فَمَنْ سِوَاهُ إِلَّا تَحْتَ لِوَائِي، وَأَنَا أَوَّلُ شافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ وَلَا فَخْرَ" [رواه أحمد والتِّرمذيُّ وصحَّحه الألبانِيُّ]
“Sesungguhnya aku adalah pemimpin keturunan Adam  dan aku tidak bangga, di tanganku ada bendera pujian dan aku tidak merasa bangga, tidak ada seorang nabi dari sejak zaman nabi Adam as hingga sesudahnya kecuali berada di bawah benderaku, dan aku yang pertama memberi syafaat dan yang pertama diberi syafaat dan aku tidak merasa bangga.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).

10. Beliau  adalah orang yang pertama-tama masuk surga: Beliau bersabda:
أَنَا أَوَّلُ مَنْ يَقْرَعُ بَابَ الجنَّةِ، فَيَقُولُ الخَازِنُ: مَنْ أَنْتَ؟ فَأقُولُ: أَنَا مُحَمَّدٌ. فَيَقُولُ: أَقُومُ فأفْتَحُ لَكَ، فَلَمْ أَقُمْ لِأَحَدٍ قَبْلَكَ، وَلَا أَقُومُ لِأَحَدٍ بَعْدَكَ" [رواهُ مسْلم].
“Akulah yang pertama-tama mengetuk pintu surga. Maka penjaga berkata,’Siapakah engkau? Maka aku menjawab, ‘Aku adalah Muhammad.’ Maka ia berkata, ‘Aku berdiri membuka pintu untukmu, maka aku tidak pernah berdiri untuk seseorang setelah engkau.” (HR. Muslim).

11. Beliau  adalah panutan terbaik bagi setiap manusia yang mengharapkan Allah  dan keberuntungan dengan mendapatkan surganya dan selamat dari nerakanya. Sebagaimana firman Allah  :
                   [الأحزاب: 21].
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. al-Ahzab :21)

12. Beliau  terhindar dari ucapan karena hawa nafsu, bahkan sesungguhnya ucapannya yang berhubungan dengan agama dan syari’at dipandang termasuk wahyu yang tidak didatangi kebatilan, sebagaimana firman Allah :
            [النَّجْم: 3 – 4].
dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. * Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), (QS. an-Najm:3-4)

Majelis ke duabelas
Kelahiran, menyusui, dan penjagaan Allah  terhadapnya :

Beliau dilahirkan pada hari Senin bulan Rabi’ul Awal, ada yang mengatakan pada tanggal dua, ada yang mengatakan tanggal delapan, tanggal sepuluh, dan ada yang mengatakan tanggal duabelas. Ibnu Katsir rahimahullah berkata: Dan pendapat yang shahih bahwa beliau lahir pada tahun gajah. Ibnu bin al-Mundzir guru imam al-Bukhari dan Khalifah bin Khayyath dan selain keduanya meriwayatkan ijma’ atas hal itu.
Para ahli sejarah berkata,’Tatkala Aminah mengandungnya, ia berkata, ‘Aku tidak merasakan berat baginya. Maka tatkala lahir, keluarlah bersamanya cahaya yang menerangi Timur dan Barat.
Ibnu al-Asakir rahimahullah dan Abu Nu’aim rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Abbas , ia berkata, ‘Tatkala Nabi lahir, Abdul Muthalib melaksanakan aqiqah untuknya dengan satu kambing dan memberinya nama Muhammad. Ada yang bertanya, ‘Wahai Abul Harits, apakah yang mendorongmu memberinya nama Muhammad dan engkau tidak memberinya nama seperti nama nenek moyangmu? Ia menjawab, ‘Aku ingin agar Allah  memujinya di langit dan manusia memujinya di bumi.’

Kematian bapaknya :
Bapaknya wafat saat beliau  masih dalam kandungan ibunya. Ada yang berpendapat: setelah kelahirannya beberapa bulan. Dan yang masyhur adalah pendapat yang pertama.

Menyusuinya :
Tsuwaibah jariah (budak wanita) Abu Lahab sempat menyusui beliau beberapa hari. Maka Abu Lahab memerdekakannya karena sangat senang terhadap anak laki-laki ini. Kemudian beliau disusukan di perkampungan Bani Sa’ad, maka beliau disusui oleh Halimah as-Sa’diyah. Beliau tinggal di perkampungan Bani Sa’ad sekitar lima tahun. Dadanya telah dibelah di sana, lalu malaikat mengeluarkan jantungnya/hatinya, mencucinya dan mengeluarkan darinya bagian nafsu dan syetan. Kemudian Allah  mengisinya cahaya, hikmah, belas kasih dan kasih sayang. Kemudian mereka mengembalikannya ke tempatnya.
Setelah peristiwa itu, Halimah merasa khawatir atas keselamatannya, lalu ia mengembalikannya kepada ibunya dan menceritakan kepadanya peristiwa yang telah terjadi, maka hal itu tidak membuat ibunya merasa takut.
As-Suhaili rahimahullah berkata: Pensucian dan pembersihan ini terjadi dua kali. Pertama: di saat masih kecil agar hatinya dibersihkan dari gangguan syetan. Yang kedua: saat Allah swt ingin mengangkatnya ke hadirat-Nya yang suci, agar shalat bersama para malaikat di langit, maka beliau dibersihkan dalam dan luar, dan hatinya diisi hikmah dan iman.

Kematian ibunya:
Ketika Rasulullah  mencapai usia enam tahun, ibunya membawanya safar ke Madinah untuk mengunjungi paman-paman kakeknya Bani ‘Adi bin an-Najjar. Ibunya ditemani Ummu Aiman. Maka ibunya tinggal di sisi mereka selama satu bulan. Kemudian wafat di Abwa saat pulang menuju kota Makkah.
Dan tatkala Rasulullah  melewati Abwa, saat pergi ke Makkah pada tahun penaklukan kota Makkah, beliau  meminta ijin kepada Rabb-nya untuk ziarah ke kubur ibunya maka diberi ijin. Maka beliau menangis dan membuat menangis orang-orang ada di sekitarnya dan bersabda, ‘
زُورُوا الْقُبُورَ، فَإِنَّها تُذَكِّرُ الموْتَ" [رواه مسلم].
“Lakukanlah ziarah kubur, sesungguhnya ia mengingatkan kematian.” (HR. Muslim).
Setelah ibunya wafat, Ummu Aiman mengasuhnya. Dia adalah budak bapaknya yang beliau warisi dari bapaknya, dan kakeknya Abdul Muthalib mengasuhnya. Maka tatkala Rasulullah  mencapai usia delapan tahun, kakeknya wafat dan berwasiat kepada pamannya Abu Thalib. Lalu ia mengasuhnya dan menjaganya dengan sungguh-sungguh, membantunya, membelanya sampai Allah  mengutusnya dengan pertolongan yang kuat dan pembelaan yang sempurna. Padahal ia masih di atas kesyirikannya hingga wafatnya, maka Allah  meringankan siksanya karena hal. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih tentang hal itu.

Penjagaan Allah  dari kekotoran jahiliyah:
Allah  telah menjaga Nabi-Nya dan melindunginya sejak kecil, membersihkannya dari kekotoran jahiliyah. Sungguh Dia  membuatnya benci terhadap berhala-berhala. Maka beliau tidak pernah menyembah berhala dan tidak pula mengagungkan berhala, tidak pernah meminum arak, dan tidak pernah ikut serta bersama para pemuda Quraisy dalam kefasikan mereka. Bahkan beliau bebas dari semua aib. Beliau diberikan semua budi pekerti yang indah dan perbuatan yang terpuji. Sehingga beliau tidak dikenal di antara kaumnya kecuali sebagai al-Amin, karena mereka menyaksikan beliau dari kesuciannya, jujur pembicaraannya, dan mereka senang terhadap keputusannya dan menempatkan pendapatnya . Dan hal itu sangat nyata dalam cerita meletakkan hajar aswad di tempatnya semula. Dan sunguh mereka senang terhadap pendapat beliau. Di mana beliau meminta menggelar baju/selendang, kemudian meletakkan hajar aswad di tengahnya, dan menyuruh kepada setiap kabilah agar mengangkat dari semua sudut pakaian itu. Kemudian beliau mengambil hajar aswad itu dengan tangannya dan meletakkan di tempatnya semula. Maka tenanglah semua jiwa dengan keputusan itu dan padamlah api fitnah yang mengancam peperangan di antara kabilah.


Majelis ke Tiga Belas
Perkawinannya 
Rasulullah  menikah dengan Khadijah radhiyallahu 'anha saat berusia 25 tahun, dan Khadijah berusia 40 tahun. Beliau keluar ke Syam untuk berrdagang barang-barang milik Khadijah disertai budaknya yang bernama Maisarah. Akhlak Rasulullah berupa sifat jujur dan amanah membuat kagum Maisarah. Maka tatkala pulang (ke Makkah), ia mengabarkan kepada majikannya (Khadijah) radhiyallahu 'anha tentang apa yang telah dilihatnya, sehingga dia ingin menikah dengannya, maka beliau saw menikahinya.
Khadijah radhiyallahu 'anha wafat tiga tahun sebelum hijrah dan Nabi  berkumpul dengannya selama 25 tahun dan beliau tidak menikah dengan yang lainnya sampai dia radhiyallahu 'anha wafat. Saat itu dia berusia 65 tahun dan usia Nabi saw sekitar 50 tahun. Kemudian beliau  menikah dengan beberapa wanita karena beberapa hikmah yang banyak dan tujuan yang besar. Dan ini menjawab semua tuduhan yang diberikan sebagian orentalis dan selain mereka dari kalangan orang-orang yang inkar dan dusta bahwa Nabi  adalah seorang laki-laki pengumbar hawa nafsu yang hanya mencari kesenangan. Bagaimana mungkin beliau seorang laki-laki seperti itu, karena beliau  telah hidup bersama satu orang istri yang usianya lebih tua lima belas tahun- selama 25 tahun tetapi beliau tidak pernah menikah dengan wanita lain sampai ia meninggal, dan hingga telah hilang darinya usia muda dan kekuatan syahwat. Maka apakah nafsu syahwatnya sudah padam sepanjang umur yang lama ini, kemudian mencuat seketika setelah Nabi  mencapai usia 50 tahun? Ucapan ini tidak bisa diterima akal sehat.
Ucapan ini sendiri banyak ditertawakan oleh para ilmuwan dan pemikir Barat sendiri. Seorang peneliti berkebangsaan Itali yang bernama DR. Loura Fiya Faghliri berkata, "Sesungguhnya Muhammad disepanjang usia mudanya yang memiliki kemampuan sexual lebih kuat, ditambah lagi ia hidup dalam masyarakat arab –sebelum Islam- yang memandang pernikahan bagaikan satu lembaga sosial yang hilang atau hampir sirna. Poligami menjadi suatu dasar dan perceraian merupakan perkara yang sangat mudah, namun ia tidak pernah menikah kecuali hanya dengan seorang wanita, yaitu Khadijah yang usianya jauh di atas usia beliau. Dan sepanjang 25 tahun itu ia menjadi suami yang tulus dan sangat mencintai Khadijah, ia tidak pernah menikah yang kedua kali atau lebih dari sekali, kecuali setelah Khadijah wafat, yaitu setelah ia melewati usia 50 tahun.
Sesunguhnya pernikahan dengan setiap istrinya ini disebabkan hal sosial atau politik, beliau bertujuan untuk memuliakan wanita-wanita yang bersifat taqwa, atu menumbuhkan hubungan nasab bersama sebagian ras dan suku yang lain, karena mengharapkan membuka jalan baru untuk menyebarkan Islam.
Terkecuali ‘Aisyah radhiyallahu 'anha, Muhammad  menikahi semua wanita yang bukan perawan dan tidak muda, apakah semua itu berdasarkan hawa nafsu?
Sungguh beliau adalah seorang lelaki, bukan tuhan, mungkin ada keinginan untuk mendapatkan anak yang mendorongnya menikah lagi, karena semua putranya yang terlahir dari Khadijah radhiyallahu 'anha telah meninggal dunia.
Tanpa adanya sumber pemasukan yang banyak, beliau mengambil di pundaknya beban yang besar, akan tetapi dia  selalu melakukan jalan keadilan terhadap mereka semua, dan tidak pernah membuat perbedaan di antara istri-istrinya.
Beliau  mengikuti sunnah para nabi sebelumnya, seperti Musa  dan yang lainnya, yang nampaknya tidak ada seorang pun yang mengkritik terhadap perkawinannya yang banyak (berpoligami). Apakah hal itu disebabkan tidak tahunya kita tentang riwayat kehidupan mereka secara rinci di satu sisi, sedangkan di sisi lain kita mengetahui segala tentang kehidupan Muhammad  dalam berkeluarga.

Istri-istri beliau:
Rasulullah  menikahi Saudah Raudhah radhiyallahu 'anha setelah Khadijah radhiyallahu 'anha wafat. Kemudian beliau menikahi ‘Aisyah radhiyallahu 'anha putri Abu Bakar ash-Shiddiq, dan beliau tidak pernah menikahi wanita perawan selain dia. Kemudian beliau menikahi Hafshah binti Umar radhiyallahu ‘anhuma. Kemudian menikahi Zainab binti Khuzaimah bin al-Harits radhiyallahu 'anha dan menikahi Ummu Salamah radhiyalahu 'anha yang memiliki nama asli Hindun binti Umayyah. Dan beliau menikahi Zainab binti Jahsy radhiyallahu 'anha dan menikahi Juwairiyah binti al-Harits dan Ummu Habibah radhiyallahu ‘anhuma. Dan setelah perang Khaibar, beliau menikahi Shafiyah binti Huyay radhiyallahu 'anha. Kemudian Maimunah binti al-Harits radhiyallahu 'anha, dan ia adalah wanita terakhir yang dinikahi oleh Rasulullah .


Majelis ke empat belas
Nabi  dan kaum wanita (1):

Musuh-musuh selalu mengatakan bahwa Islam berbuat zalim terhadap wanita, menguasainya, menghalangi hak-haknya, menjadikannya sebagai pelayan lelaki dan sarana kenikmatannya.
Namun kepalsuan tuduhan ini tertolak oleh riwayat-riwayat dari Rasulullah  dalam memuliakan wanita dan mengangkat kedudukannya, mengikutsertakannya dalam musyawarah, lemah lembut kepadanya, berlaku adil kepada mereka di setiap pendirian, dan memberikan semua haknya yang tidak terbayangkan sebelumnya.
Sungguh bangsa arab –secara tabiatnya- sebelum Islam sangat membenci anak perempuan, menganggapnya sesuatu yang memalukan. Sehingga sebagian arab jahiliyah terkenal dengan mengubur anak-anak perempuan hidup-hidup. Dan al-Qur`an menggambarkan hal itu dalam firman Allah :
     •                            [النَّحْل: 58 – 59].
Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. * Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (QS. an-Nahl:58-59)
Para wanita di masa jahiliyah, apabila suaminya meninggal dunia, diwarisi oleh anak-anak dan keluarga suaminya yang wafat. Jika ingin, mereka mengawinkannya dengan salah seorang dari mereka dan jika ingin mereka menghalanginya dari menikah hingga akhir hayat. Maka Islam membatalkan semua itu dengan hukum yang disyari’atkan oleh Allah  berupa hukum-hukum yang adil, yang meliputi hak-hak perempuan dan laki-laki dalam batasan yang sama.
Sungguh Nabi  telah mengabarkan dasar persamaan wanita dan laki-laki dari sisi kemanusiaan. Nabi  bersabda:
إِنَّمَا النِّسَاءُ شَقَائِقُ الرِّجَالِ
“Sesungguh para wanita adalah saudara kandung laki-laki.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan at-Tirmidzi).
Di dalam Islam, tidak ada pertarungan di antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan seperti yang digambarkan oleh musuh-musuh Islam, tetapi yang ada adalah persaudaraan dan kesempurnaan di antara dua jenis.
Al-Qur`an menetapkan masalah persamaan dalam iman, amal dan balasan, firman Allah :
 •                           • •   [الْأَحْزَاب: 35].

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al-Ahzaab :35)
Dan firman Allah :
                    •      [غافر: 40].
(Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu.Dan barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab. (QS. Ghafir:40)
Dan Rasulullah  menceritakan cintanya kepada wanita dalam sabdanya:
حُبِّبَ إِلَيَّ مِنْ دُنْيَاكُمْ النِّسَاءُ وَالطِّيْبُ وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِى الصَّلاَةِ
“Dan dicintakan kepadaku dari duniaku: wanita dan minyak wangi, dan dijadikan penyejuk mataku di dalam shalat.” (HR. Ahmad dan an-Nasa`i dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).
Apabila Nabi  mencintai wanita, bagaimana mungkin beliau berbuat zalim kepadanya? Bagaimana bisa beliau menghinakann? Dan apa mungkin beliau saw menguasainya?
Islam menghilangkan kebiasaan membenci anak perempuan dan menguburnya hidup-hidup. Nabi  telah membatalkan kebiasaan yang jahat itu dan mendorong dalam mendidik para putri dan berbuat baik kepada mereka. Nabi  bersabda:
مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا, جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ –وَضَمَّ بَيْنَ أَصَابِعِهِ
“Barangsiapa yang mengurus dua anak perempuan hingga baligh, niscaya ia datang pada hari kiamat, aku dan dia –dan beliau menyatukan di antara jemarinya.” HR. Muslim.
Hal itu mengisyaratkan tinggi kedudukannya dan kedekatannya dari Nabi , hal itu tidak lain kecuali karena ia mengurus putri-putrinya dan menjaga mereka hingga mereka mencapai usia baligh dan mukalaf.
Dan Nabi  bersabda:

مَنْ كَانَ لَهُ ثَلَاثُ بَنَاتٍ, أَوْ ثَلَاثُ أَخَوَاتٍ, أَوْ بِنْتَانِ, أَوْ أُخْتَانِ, فَأَحْسَنَ صُحْبَتَهُنَّ, وَاتَّقَى اللهَ فِيهِنَّ, فَلَهُ الجنَّةُ" [رَواهُ الترمِذيُّ وصحَّحه الألبانيُّ].
"Barangsiapa yang mempunyai tiga orang putri atau dua saudara perempuan, atau dua orang putri, atau dua orang saudara perempuan, lalu ia baik dalam memperlakukan mereka dan bertaqwa kepada Allah  pada mereka (dalam mengurus mereka), maka untuknya adalah surga." (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).
Dan sungguh Nabi  memberikan perhatian serius terhadap pendidikan wanita, maka beliau  menjadikan untuk mereka satu hari yang mereka berkumpul padanya, maka beliau mendatangi mereka dan mengajarkan kepada mereka dari sesuatu yang diajarkan Allah  kepadanya  (HR. Muslim).
Dan Nabi  tidak menjadikan perempuan tertahan di dalam rumah, seperti dugaan mereka, bahkan beliau  membolehkan baginya keluar dari rumah untuk menunaikan kebutuhannya, mengunjungi keluarganya, mengunjungi yang sakit, memperbolehkan mereka jual dan beli di pasar asalkan disertai sifat malu dan hijab secara syara'. Dan demikian pula beliau mengijinkan baginya keluar menuju masjid, bahkan melarang dari menghalanginya. Beliau  bersabda:
"لَا تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ المسَاجِدَ" [رواه أحمد وأبوداود].
"Janganlah kamu menghalangi para wanita darimu pergi ke masjid." HR. Ahmad dan Abu Daud.
Dan beliau  dengan perempuan, beliau bersabda:
اسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
"Berikanlah pesan/wasiat kebaikan kepada wanita." Muttafaqun 'alaih.
Dan ini menuntut berbuat baik dalam mempergauli mereka, menghormati hak-hak mereka, memperhatikan perasaan mereka dan tidak menyakiti mereka dengan cara apapun.








Majelis Ke Lima Belas
Nabi  dan Kaum Wanita (2)
Nabi  mendorong para suami dalam memberikan nafkah terhadap istri-istri mereka. Nabi  bersabda:
إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا، حَتَّى مَا تَجْعَلُهُ فِي فِيّ امْرَأَتِكَ" [متفقٌ عليْهِ].
"Sesungguhnya engkau tidak memberikan nafkah yang engkau mengharapkan ridha Allah  dengannya, melainkan engkau diberikan pahala atasnya, sehingga apapun yang engkau berikan di perut istrimu." (Muttafaqun 'alaih).
Bahkan Nabi  menjadikan nafkah terhadap keluarga merupakan nafkah paling utama yang dikeluarkan seseorang. Nabi  bersabda:
أَفْضَلُ دِيْنَارٍ: دِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ عَلَى عِيَالِهِ
"Dinar (uang) yang paling utama adalah: dinar yang dibelanjakan seseorang untuk keluarganya." (HR. Muslim).
Dan Nabi  bersabda:
إِنًّ الرَّجُلَ إِذَا سَقَى امْرَأَتَهُ مِنَ الْمَاءِ أُجِرَ
"Sesungguhnya apabila seseorang memberi minuman berupa air kepada istrinya niscaya ia diberi pahala." HR. Ahmad dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani.
Dan sungguh al-'Irbadh bin Sariyah  mendengar hadits ini, maka ia segera mencari air, kemudian datang kepada istrinya dan memberinya minum, dan ia menceritakan kepadanya dengan hadits yang telah didengarnya dari Rasulullah .
Seperti inilah Rasulullah  mengajarkan kepada para sahabatnya tentang berbuat baik kepada wanita (istri), cinta dan kasih sayang kepada mereka, menyampaikan berbagai macam kebaikan dan memberikan nafkah kepada mereka dengan baik.
Dan Nabi  menyatakan bahwa baik dalam mempergauli wanita/istri adalah bukti kecerdasan seorang lelaki dan kemuliaan sifatnya. Nabi  bersabda:
خِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ
"Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik darimu terhadap istrinya." (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi).
Dan Nabi  melarang laki-laki memarahi istrinya. Nabi  bersabda:
لاَيَفْرَكُ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً, إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
"Janganlah mukmin laki-laki marah terhadap mukmin perempuan, jika ia membenci darinya satu budi pekerti, ia senang darinya sifat yang lain." HR. Muslim.
Demikianlah Nabi  menyuruh laki-laki agar mencari faktor positif dan akhlak terpuji pada perempuan dan melupakan kesalahan dan sisi negatif, karena sesungguhnya mencari-cari akhlak negatif dan berhenti di sisinya dalam waktu lama membawa kepada saling berpaling dan membenci di antara sepasang suami istri. Dan Nabi  melarang memukul wanita, beliau bersabda:
لاَتَضْرِبُوْا إِمَاءَ اللهِ
"Janganlah kamu memukul jariyah-jariyah Allah (perempuan)."HR. Abu Daud.
Dan beliau  mengancam orang-orang yang menyakiti wanita, beliau bersabda:
اللهُمَّ إِنِّي أُحَرِّجُ حَقَّ الضَّعِيفَيْنِ: الْيَتِيْمِ وَالمرْأَةِ" [رَواه أَحْمدُ وابْن مَاجهْ]
"Ya Allah, sesungguhnya aku merasa berdosa terhadap hak dua yang lemah: anak yatim dan wanita." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Maksudnya adalah bahwa orang yang berbuat zalim terhadap dua golongan yang lemah ini, niscaya Allah  menghalalkannya, bahwa ia dihadapkan terhadap dosa dan hukuman di dunia dan akhirat.
Dan Nabi  melarang laki-laki membuka rahasia para istri, demikian pula para istri dilarang menyebarkan rahasia suami mereka. Nabi  bersabda:
إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلُ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
"Sesungguhnya manusia paling jahat di sisi Allah  di hari kiamat adalah laki-laki yang membuka rahasia kepada istrinya dan ia (istri) membuka rahasia kepadanya, kemudian dia (suami) menyebarkan/membuka rahasianya." (HR. Muslim).
Di antara sifat Nabi  memuliakan wanita bahwa dia  melarang para suami dari berburuk sangka terhadap para istri dan mencari-cari kesalahan mereka. Dari Jabir , ia berkata,
نَهَى رَسُولُ اللهِ  أَنْ يَطْرُقَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ لَيْلاً؛ يَتَخَوَّنُهُمْ، أَوْ يَلْتَمِسُ عَثَرَاتِهِمْ" [مُتفق عليه].
'Rasulullah  melarang lelaki mengetahui pintu istri di malam hari, mengintai atau mencari kesalahan mereka.' Muttafaqun 'alaih.
Adapun budi pekerti Rasulullah  bersama istri-istrinya, sungguh merupakan puncak sifat lemah lembut dan kasih sayang. Dari al-Aswad, ia berkata, 'Aku bertanya kepada 'Aisyah radhiyallahu 'anha, 'Apakah yang diperbuat Rasulullah  terhadap keluarganya? Ia menjawab:
كَانَ فِي مِهنةِ أَهلِه – أَيْ يُساعِدُها فِي مِهنَتِها – فَإِذَا حَضرتِ الصَّلاةُ, قَامَ إِلى الصَّلاةِ [رواه البخاري].
'Beliau membantu pekerjaan istrinya, maka apabila telah tiba waktu shalat, beliau berdiri menuju shalat.' HR. Al-Bukhari.
Nabi  menyenangkan istri-istrinya, lembut dan manis dalam berbicara terhadap mereka dengan kata-kata sejuk yang menyenangkan. Di antaranya adalah sabda Nabi  kepada 'Aisyah radhiyallahu 'anha:

"Sesungguhnya aku mengetahui marah dan senangnya engkau.' Ia bertanya, 'Bagaimana engkau mengetahui hal itu, wahai Rasulullah ? Beliau menjawab: 'Sesungguhnya apabila engkau senang, engkau berkata, 'Bahkan demi Rabb Muhammad. Dan jika engkau marah, engkau berkata, 'Tidak, demi Rabb Ibrahim.' Maka berkata, 'Benar, demi Allah, wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tidak meninggalkan kecuali namamu." (Muttafaqun 'alaih). Maksudnya, sesungguhnya cinta kepadamu di dalam hatiku selalu, tidak pernah berubah.
Dan Nabi  tidak pernah melupakan istrinya Khadijah radhiyallahu 'anha hingga setelah wafatnya. Dari Anas , ia berkata, 'Apabila Rasulullah  diberi hadiah, beliau bersabda:
اذْهَبُوا بِهَا إِلَى فُلَانَةٍ، فَإِنَّها كَانَتْ صَدِيقَةً لخَدِيجَةَ" [رَواهُ الطَّبرانيُّ]
"Bawalah kepada fulanah, sesungguhnya ia adalah teman Khadijah." (HR. Ath-Thabrani).
Maka inilah penghormatan Nabi  kepada para wanita, maka di manakah kalian dari akhlak itu, wahai para penyeru kebebasan wanita?


Mejelis ke Enam Belas
Masa Diutusnya Menjadi Rasul dan Dakwah kepada kaumnya

Nabi  dibangkitkan (diangkat menjadi Rasul) setelah mencapai usia 40 tahun, yaitu usia sempurna. Maka turunlah kepadanya malaikat di goa Hira pada hari senin tanggal 17 Ramadhan. Apabila wahyu turun kepadanya , hal itu nampak berat atasnya, wajahnya berubah dan keningnya berkeringat.
Tatkala malaikat turun kepadanya , ia berkata kepadanya, 'Bacalah.' Dia  menjawab, 'Aku tidak bisa membaca.' Maka malaikat itu memeluknya hingga ia merasa berat. Kemudian ia berkata lagi: "Bacalah.' Beliau  kembali menjawab, 'Aku tidak bisa membaca.' Kejadian ini berlangsung sebanyak tiga kali. Kemudian ia berkata:
                          [العلق: 1 – 5].
Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan,* Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah. * Bacalah, dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah,* Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. * Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. al-'Alaq:1-5)
Kemudian Rasulullah  pulang kepada Khadijah radhiyallahu 'anha sambil gemetar, menceritakan kepadanya apa yang dilihatnya, maka ia (Khadijah) memberikan ketenangan kepadanya  dan berkata kepadanya : "Bergembiralah, demi Allah, Allah  tidak akan menghinakanmu. Sesungguhnya engkau menyambung tali silaturrahim, benar dalam ucapan, memikul yang sudah, mengusahakan yang tiada, menjamu tamu dan menolong terhadap musibah.
Kemudian Khadijah radhiyallahu 'anha pergi bersamanya untuk bertemu Waraqah bin Naufal. Dia adalah anak paman Khadijah (saudara sepupu). Dia adalah seseorang yang beragama Nasrani di masa jahiliyah. Dia menulis kitab berbahasa Ibrani, maka dia menulis Injil dengan bahasa Arab yang dikehendaki Allah  yang dia tulis. Dia seorang tua sepuh yang telah buta. Khadijah radhiyallahu 'anha berkata kepadanya: "Wahai anak pamanku, dengarlah anak saudaramu ini. Waraqah berkata kepadanya, 'Wahai anak saudaraku, apakah yang telah engkau lihat? Maka beliau  menceritakan apa yang telah dilihatnya. Maka Waraqah berkata kepadanya, "Inilah adalah Namus (Jibril ) yang telah diturunkan Allah  kepada Musa . Andaikan aku masih kuat. Andaikan aku masih kuat saat kaummu mengeluarkan engkau.' Maka Nabi  bertanya, 'Apakah kaumku akan mengusirku? Ia menjawab, "Benar, belum pernah ada seseorang yang datang seperti yang engkau datang dengannya kecuali dimusuhi. Dan jika aku sempat menemui harimu niscaya aku akan menolongmu dengan pertolongan yang kuat." Kemudian tidak berapa lama, Waraqah wafat.
Kemudian terputuslah wahyu, maka Rasulullah  diam dalam waktu yang Allah  menghendaki agar beliau  diam, tidak melihat sesuatu. Maka dia merasa berduka atas hal itu dan merasa rindu terhadap turunnya wahyu.
Kemudian malaikat menampakkan diri dihadapannya di antara langit dan bumi di atas kursi, maka ia menenteramkannya dan memberikan kabar gembira bahwa dia seorang utusan Allah  yang sebenarnya. Maka tatkala Rasulullah  melihatnya, ia merasa takut darinya dan pergi kepada Khadijah radhiyallahu 'anha dan berkata, 'Selimutilah aku, selimutilah aku. Lalu Allah  menurunkan wahyu kepadanya:
             [المدَّثِّرْ: 1 – 4].
Hai orang yang berkemul (berselimut), * bangunlah, lalu berilah peringatan! * dan Rabbmu agungkanlah, * dan pakaianmu bersihkanlah, (QS. al-Mudatsir:1-4)
Maka Allah  memerintahkan kepadanya di dalam ayat ini supaya memberikan peringatan kepada kaumnya dan mengajak mereka kepada menyembah Allah , mengagungkan Allah , dan membersihkan dirinya dari perbuatan maksiat dan dosa.
Maka Rasulullah  mulai melaksanakan tugas dan dia mengetahui bahwa dia adalah utusan Allah  yang sebenarnya, berdiri tegak dalam taat kepada Allah  dengan sebenarnya, mengajak yang tua dan muda kepada Allah , yang merdeka dan budak, laki-laki dan wanita, yang hitam dan putih, Maka ada segolongan manusia dari setiap kabilah yang memenuhi dakwahnya, yang Allah  menghendaki keberuntungan dan keselamatan mereka di dunia dan akhirat. Maka mereka masuk Islam di atas dasar cahaya dan mata hati. Lalu orang-orang bodoh dari penduduk Makkah mulai manyakiti dan menyiksa mereka dan Allah  menjaga Rasul-Nya  melalui perantara pamannya Abu Thalib. Sungguh dia seorang yang mulia dan dipatuhi oleh mereka, terpandang di antara mereka. Mereka tidak berani mengejutkannya sekecil apapun dalam perkara Rasulullah , karena mereka mengetahui cintanya kepadanya. Sebagaimana ia tetap di atas agama mereka, dan inilah yang membuat mereka bersabar atasnya dan tidak berani terang-terangan memusuhinya.
Ibnu al-Jauzi rahimahullah berkata, 'Dan beliau melaksanakan dakwah secara sembunyi selama tiga tahun. Kemudian turunlah kepadanya firman Allah :
     [الحجْر: 94]
Maka sampaikanlah olehmu segala apa yang diperintahkan (kepadamu) .. (QS. al-Hijr :94)
Maka beliau berdakwah secara terang-terangan. Maka tatkala turun firman Allah :

:      [الشعراء: 214].
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, (QS. asy-Syu'ara :214)
Rasulullah  keluar hingga menaiki bukit Shafa, lalu beliau berseru: 'Wahai pagi.' Mereka bertanya-tanya, siapakah gerangan yang berseru. Mereka menjawab, 'Muhammad,' maka berkumpul kepadanya, lalu beliau  bersabda:
: "يَا بَنِي فُلانٍ! يَا بَنِي فُلَانٍ! يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ! يَا بَنِي عَبْدِ المطَّلِبِ"
"Wahai Bani fulan, wahai bani fulan, wahai bani Abdul Manaf, wahai bani Abdul Muthalib.' Maka mereka berkumpul kepadanya. Lalu beliau  bersabda:
"Bagaimana pendapatmu jika aku mengabarkan kepadanya bahwa rombongan berkuda keluar di puncak gunung ini, apakah kamu mempercayaiku? Mereka menjawab, 'Kami tidak pernah mengetahui engkau pernah bohong.' Beliau bersabda:
فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ"
"Sesunggunya memberikan peringatan kepadamu di hadapan azab/siksa yang amat kerasa.'
Maka pamannya Abu Lahab berkata, "Celakalah engkau, apakah engkau mengumpulkan kami hanya karena ini?" Kemudian ia berdiri, lalu turunlah firman Allah :
      
Celakalah kedua belah tangan Abu Lahab dan celakalah dia.' (al-Lahab: 1). Muttafaqun 'alaih.








Mejelis ke Tujuh Belas
Kesabarannya terhadap gangguan/tekanan

Sungguhnya Nabi  telah menyelam di lautan dakwah, melewati padang nasehat, mendalami medan-medan petunjuk, dan mengajak manusia untuk menyembah Allah  saja dan meninggalkan agama yang dianut nenek moyang mereka berupa perbuatan syirik, kufur, menyembah berhala, berdoa kepada patung, dan menyuruh mereka meninggalkan perbuatan-perbuatan munkar, menjauhi yang diharamkan. Maka berimanlah kepadanya dalam jumlah yang sedikit dan mayoritas masih mendustakannya.
Sekali pun Nabi  dijaga oleh Allah  dan dibela oleh pamannya Abu Thalib, namun beliau  tetap diganggu, dikepung, dan mendapat tekanan yang sangat berat. Pada tahun ke tujuh dari kenabian, Nabi  memasuki lembah (syi'b), disertai pamannya Abu Thalib, Bani Hasyim dan Bani Muthalib, yang muslim dan kafir dari mereka, selain Abu Lahab. Maka tatkala mereka memasuki lembah itu, kaum Quraisy sepakat untuk memboikot mereka, tidak menerima perdamaian untuk mereka selamanya, memutuskan perdagangan dari mereka, menghalangi rizqi mereka, kecuali mereka mau menyerahkan Rasulullah  untuk dibunuh. Dan mereka menulis lembaran untuk hal itu yang mencakup perbuatan zalim ini dan mereka menggantungnya di Ka'bah. Dan setelah Nabi  memasuki lembah itu, beliau  menyuruh para sahabatnya untuk hijrah ke Habasyah (Ethiopia), karena melihat beratnya tekanan terhadap mereka –yaitu hijrah yang kedua. Maka berhijrahlah sekitar 83 orang laki-laki dan 18 wanita, dan ikut serta dengan mereka kaum muslimin dari penduduk Yaman.
Nabi  tinggal di lembah sekitar tiga tahun dalam kondisi susah dan lapar, tidak ada sesuatu yang sampai kepada mereka kecuali secara sembunyai-sembunyi, sehingga mereka memakan dedaunan. Hal itu terus berlangsung hingga tahun ke sepuluh, di mana beberapa tokoh dari suku Quraisy merobek lembaran itu. Maka keluarlah Rasulullah  dari lembah itu disertai orang-orang yang menyertainya.
Di tahun yang sama, Khadijah istri Rasulullah  wafat. Dan setelah wafatnya sekitar dua bulan pamannya Abu Thalib wafat. Maka tatkala ia wafat, kaum Quraisy melakukan berbagai gangguan terhadap Rasulullah  yang tidak bisa mereka lakukan semasa hidup Abu Thalib, gangguan mereka bertambah keras terhadapnya.
Di dalam Shahihain, sesungguhnya Rasulullah  shalat di sisi Baitullah, sedangkan Abu Jahal dan beberapa sahabatnya sedang duduk, dan seekor unta telah disembelih pada hari sebelumnya. Maka Abu Jahal berkata, 'Siapakah di antara kamu yang mau mengambil isi perut unta, lalu meletakkannya di atas punggung Muhammad apabila ia sujud? Maka bangkitlah orang yang paling celaka dari kaum itu, lalu ia mengambilnya. Tatkala Nabi  sujud, ia meletakkannya di antara dua pundaknya. Maka mereka tertawa dan sebagian mereka menoleh kepada yang lain. Lalu datanglah Fathimah radhiyallahu 'anha, maka ia melemparkannya, kemudian ia mencela mereka. Maka tatkala Rasulullah  mengangkat kepalanya, ia  mengangkat suaranya, kemudian berdoa untuk kebinasaan mereka, beliau berkata, 'Ya Allah, binasakanlah Quraisy (tiga kali). Maka tatkala mereka mendengar suaranya, hilanglah suara tawa dari mereka dan merasa takut terhadap doanya. Kemudian beliau berdoa:
اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِأَبِي جَهْلِ ابْنِ هِشَامٍ، وَعُتْبَةَ بْنِ رَبِيعةَ، وَشَيْبَةَ بْنِ رَبِيعَةَ, وَالْوَلِيدِ بْنِ عُتْبَةَ، وَأُمَيَّةَ بْنِ خَلَفٍ، وَعُقْبَةَ بْنِ أَبِي مُعَيْطٍ".
"Ya Allah, binasakanlah Abu Jahal bin Hisyam, 'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, al-Walid bin Utbah, Umayyah bin Khalaf, Uqbah bin Abi Mu'ith."
Ibnu Mas'ud  berkata, 'Demi Allah  yang mengutus Muhammad dengan benar, sungguh aku melihat orang-orang yang disebutkan beliau, semuanya terbunuh di perang Badar. Kemudian mereka diseret ke dalam sumur Badar.
Dalam riwayat al-Bukhari, sesungguhnya Uqbah bin Abi Mu'ith memegang pundak Nabi  dan melipat pakaiannya di lehernya, ia mencekiknya dengan kuat. Lalu datanglah Abu Bakar , ia mendorongnya seraya berkata, "Apakah engkau membunuh seseorang yang berkata: Rabb-ku adalah Allah ?
Tatkala gangguan terhadap Rasulullah  bertambah kuat, ia keluar menuju Thaif, namun beliau tidak mendapatkan sambutan dari mereka selain pembangkangan, olok-olokan dan gangguan, dan mereka melemparinya dengan batu hingga membuat kedua kakinya berdarah. Akhirnya beliau memutuskan pulang kembali ke Makkah. Dan di tengah perjalanan –di Qarn ats-Tsa'alib- Nabi  mengangkat kepalanya, tiba-tiba awan menaunginya. Beliau menoleh, ternyata malaikat Jibril , memanggilnya seraya berkata, "Sesungguhnya telah mendengarkan ucapan kaum engkau terhadapmu dan tanggapan mereka terhadapmu, dan Dia  telah mengutus malaikat gunung untukmu, agar engkau menyuruhnya sesuai kehendakmu pada mereka. Lalu malaikat gunung memanggilnya, lalu memberi salam kepadanya, kemudian berkata, "Wahai Muhammad, sesungguhnya telah mendengar ucapan kaummu terhadapmu, aku adalah malaikat gunung, Rabb-mu  telah mengutusku kepadamu agar engkau menyuruh aku padanya sesuai keinginanmu. Jika engkau menghendaki, aku bisa menutup atas mereka dengan dua gunung Makkah. Maka Rasulullah  bersabda:
بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا". [متَّفقٌ عَلَيْهِ]
"Bahkan aku mengharapkan agar Allah  mengeluarkan dari keturunan mereka orang yang hanya menyembah Allah  saja, tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya." Muttafaqun 'alaih.

Majelis ke Delapan Belas
Penjagaan Allah  terhadap Nabi-Nya 

Firman Allah :
                    ••  [المائدة: 67].
Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.. (QS. al-Maidah:67)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: maksudnya, sampaikanlah risalah-Ku, dan Aku menjagamu, menolongmu, menguatkanmu atas musuh-musuhmu, dan memberikan kemenangan kepadamu atas mereka. Maka janganlah engkau merasa takut dan jangan pula bersedih, tidak akan ada seorang pun yang bisa berbuat jahat terhadapmu. Dan sesungguhnya Nabi  sebelum turunnya ayat ini selalu dijaga.'
Di antara gambaran penjagaan Allah  terhadap Nabi-Nya, seperti cerita yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah , sesungguhnya Abu Jahal berkata, 'Apakah Muhammad memutihkan wajahnya di belakang kamu? Maka dikatakan kepadanya, 'Ya.' Ia berkata, 'Demi Lata dan 'Uzza, jika aku melihat hal itu niscaya aku menginjak lehernya dan sungguh aku akan mencelupi wajahnya di tanah.' Maka ia mendatangi Rasulullah  yang sedang shalat –dia mengira- akan bisa menginjak lehernya. Ia berkata, "Maka tidaklah ia mengejutkan mereka darinya kecuali ia mundur ke belakang dan berlindung dengan tangannya. Maka mereka bertanya-tanya kepadanya, 'Ada apa denganmu? Ia berkata, 'Sesungguhnya di antara aku dan dia ada parit dari api, teror (?) dan sayap-sayap.' Maka Rasulullah  bersabda:
لَوْ دَنَا مِنِّي لاخْتَطَفَتْهُ الملَائِكَةُ عُضْوًا عُضْوًا" [رواهُ مسلِم].
"Jika ia mendekatiku niscaya malaikat akan menyambarnya sepotong-sepotong." HR. Muslim.
Dan dari Ibnu Abbas , sesungguhnya Abu Jahal berkata, 'Sungguh jika aku melihat sedang shalat di Ka'bah, niscaya aku akan menginjak lehernya.' Ucapan itu sampai ke telinga Nabi , maka beliau  bersabda:
لَوْ فَعَلَهُ، لَأَخَذَتْهُ الملَائِكَةُ" [رَواه البُخَارِيُّ].
'Jika ia melakukannya niscaya malaikat akan mengambilnya." HR. Al-Bukhari.
Dari Jabir bin Abdullah , ia berkata, 'Rasulullah  berperang, maka beliau  berperang secara khusus. Maka mereka melihat kelengahan dari kaum muslimin. Maka datanglah seorang laki-laki yang bernama Ghaurats bin al-Harits, ia berdiri di atas Rasulullah  seraya berkata, 'Siapakah yang bisa menghalangi engkau dariku?' Maka Nabi  bersabda: 'Allah.' Maka jatuhlah pedang dari tangannya. Maka Nabi  mengambilnya seraya berkata, 'Siapakah yang bisa menghalangi engkau dariku? Ia berkata, 'Jadilah engkau sebaik-baik orang yang mengambil.' Nabi  bersabda, 'Bersaksilah bahwa tidak Ilah yang berhak disembah selain Allah  dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah.' Ia berkata, 'Tidak, akan tetapi aku berjanji kepadamu bahwa aku tidak akan memerangimu, dan aku tidak bersama kaum yang memerangimu.' Maka Nabi  melepasnya. Lalu ia pulang seraya berkata: 'Aku datang kepadamu dari sisi sebaik-baik manusia." (HR. Al-Hakim dan ia menshahihkannya).
Dan dari Anas , ia berkata, 'Ada seorang laki-laki yang sebelumnya beragama Nashrani lalu masuk Islam. Dia membaca (hapal) surah al-Baqarah dan Ali 'Imran, dan ia menulis untuk Nabi . Lalu ia kembali menjadi Nashrani (menjadi murtad), dan ia berkata, 'Muhammad tidak tahu kecuali yang aku tulis untuknya.' Lalu Allah  mematikannya, mereka pun menguburnya. Di pagi harinya, bumi telah mengeluarkannya (dari dalam kubur). Mereka berkata, 'Ini adalah perbuatan Muhammad dan para sahabatnya, ketika ia kabur dari mereka, mereka menggali kubur teman kita lalu melemparnya. Maka mereka menggali yang lebih dalam untuknya. Di pagi harinya, bumi telah mengeluarkannya. Mereka kembali berkata, 'Ini adalah perbuatan Muhammad dan para sahabatnya, mereka menggali kubur teman kita. Lalu mereka menggali yang lebih dalam untuk sejauh kemampuan mereka. Maka di pagi harinya, bumi kembali mengeluarkannya. Maka mereka sadar bahwa itu bukanlah perbuatan manusia, lalu mereka membuangnya.' (HR al-Bukhari).
Di antara penjagaan Allah  terhadap Nabi-Nya , bahwa Dia  menyelamatkannya dari usaha sergapan yang direncanakan kaum Quraisy di malam hari terhadapnya. Di mana mereka sepakat bahwa mereka mengambil seorang pemuda yang kuat dari setiap kabilah. Kemudian setiap orang dari mereka diberikan pedang yang tajam. Lalu mereka menebas Rasulullah  seperti tebasan seorang laki-laki, lalu mereka membunuhnya, dan terpencarlah darahnya di antara setiap kabilah. Maka Abu Abdi Manaf tidak bisa memerangi semua suku arab. Maka datanglah Jibril  kepada Rasulullah  membawa perintah Allah . Ia menyebutkan kepadanya tentang rencana tipu daya kaum musyrikin dan menyuruhnya agar tidak tidur di tempat tidurnya pada malam itu, dan mengabarkan kepadanya bahwa Allah  mengijinkan dia berhijrah.
Di antaranya juga: pemeliharaan Allah untuk nabi-Nya dari kejahatan Suraqah bin Malik, saat beliau dalam perjalanan hijrah.
Di antaranya lagi penjagaan Allah  kepada nabi-Nya saat berada di gua Hira. Sungguh ash-Shiddiq  berkata kepadanya, 'Wahai Rasulullah, jika salah seorang dari mereka memandang kedua kakinya tentu ia melihat kita.' Maka dia  berkata,
"يَا أَبَا بَكْرٍ! مَا ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللهُ ثَالِثُهُمَا".
'Wahai Abu Bakar, apakah sangkaanmu dengan dua orang, Allah  yang ketiganya.'
Ibnu Katsir rahimahullah, 'Di antara penjagaan Allah  terhadap Nabi-Nya adalah menjaganya dari penduduk Makkah, para pemimpinnya, para pendengkinya, para penentangnya, serta permusuhan dan kebencian yang luar biasa, serta memeranginya siang dan malam, dengan sesuatu yang diciptakan Allah  sebagai penyebab besar dengan kekuasaan dan hikmah-Nya yang besar. Maka Dia  menjaganya di permulaan risalah dengan pamannya Abu Thalib, saat ia menjagi pemimpin yang ditaati di kalangan kaum Quraisy. Dan Allah  menciptakan di hatinya rasa cinta alami kepada Rasulullah , bukan cinta karena syari'at. Jika ia masuk Islam, niscaya orang-orang kafir dan pembesarnya melakukan tindakan berani terhadapnya. Akan tetapi tatkala adanya kesamaan di antara dia (Abu Thalib) dan mereka berupa kekafiran, mereka merasa segan dan menghormatinya.
Maka tatkala pamannya wafat, kaum musyrikin melakukan gangguan kecil. Kemudian Allah  mendatangkan kaum Anshar, lalu mereka melakukan bai'at atas agama Islam dan beliau berpindah ke negeri mereka, yaitu Madinah. Maka tatkala beliau berada di sana, mereka menjaganya dari yang merah dan putih. Dan setiap kali salah seorang dari musyrikin dan ahli kitab ingin melakukan tindakan jahat, Allah  memperdayanya dan mengembalikan tipudayanya atasnya.'

Majelis ke Sembilan Belas
Mencintai Nabi 
Di antara konsekuensi iman adalah mencintai pemimpin umat manusia Muhammad . Bagaimana mungkin seorang muslim tidak mencintai nabinya, sedangkan beliau adalah penyebab seseorang mendapat petunjuk ke jalan cahaya dan iman, dan penyebab keselamatannya dari kekafiran dan api neraka.
Nabi  bersabda:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ" [مُتَّفقٌ عليْهِ].
"Tidak beriman (yang sempurna) seseorang darimu hingga aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya, dan semua manusia.' Muttafaqun 'alaih.
Bahkan cinta kepada Nabi  melewati rasa cinta manusia terhadap dirinya sendiri, sebagaimana Umar bin Khathab  berkata kepada Nabi , 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau paling kucintai dari segala sesuatu kecuali terhadap diriku sendiri.' Mana Nabi  bersabda:
"لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ"
"Tidak, demi Allah yang diriku berada di tangan-Nya, sehingga aku engkau cintai dari pada dirimu sendiri.'
Maka Umar  berkata kepadanya, 'Sesungguhnya sekarang –demi Allah- engkau lebih kucintai daripada diriku sendiri. Maka Nabi  bersabda:
"الْآنَ يَا عُمَرُ" [رَواهُ البُخارِيُّ]
'Sekarang wahai Umar.' HR. Al-Bukhari.
Maksudnya, sekarang engkau tahu, lalu engkau mengucapkan sebagaimana mestinya.
Sesungguhnya mencintai Nabi  diakui oleh setiap orang. Diklaim oleh para pengikut hawa nafsu dan ahli bid'ah. Diakui oleh para penyembah kuburan, ahli sihir dan tukang sulap. Bahkan diakui oleh kebanyakan orang-orang fasik. Akan tetapi persoalanannya bukan pengakuan rasa cinta, tetapi hakekat cinta itu. Karena konsekuensi cinta kepada Nabi  adalah taat terhadap perintahnya dan menjauhi larangannya, dan ia tidak menyembah Allah  kecuali sesuai syari'atnya, bukan dengan bid'ah dan hawa nafsu. Karena itulah, sesungguhnya Nabi  bersabda:
"كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الجنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى" قَالُوا: وَمَنْ يأْبَى يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: "مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الجنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى" [متفقٌ عَلَيْهِ].
"Setiap umatku pasti masuk surga kecuali orang yang enggan.' Mereka bertanya, 'Dan siapakah yang enggan wahai Rasulullah? Beliau menjawab, 'Barangsiapa yang taat kepadaku tentu ia masuk surga dan barang siapa yang durhaka kepadaku berarti ia adalah orang yang enggan." Muttafaqun 'alaih.
Sesungguhnya mencintai Nabi  bukan dengan melaksanakan perayaan maulid dan bukan pula berkumpul dalam berduka cita, serta bukan pula dalam menciptakan qasidah-qasidah pujian yang berlebihan, tetapi cinta itu dalam mengamalkan sunnahnya, membesarkan syari'atnya, menghidupkan petunjuknya, membela beliau dan sunnahnya, membenarkan beritanya, merasakan wibawanya saat berbicara tentang dia, mengucapkan shalawat kepadanya saat disebutkan namanya , meninggalkan bid'ah dalam syari'atnya, mencintai para sahabatnya dan membela mereka, mengenal keutamaan mereka, membenci orang yang memusuhi sunnahnya, atau menyalahi syari'atnya, atau menganggap remeh para pemikul dan perawinya. Maka setiap orang yang menyalahi sesuatu dari hal itu, maka dia berada jauh dari mencintai Nabi  sekadar menyalahinya.
Nabi  bersabda, "
: "مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ" [متَّفقٌ عليْهِ].
"Barangsiapa yang menciptakan dalam perkara kami ini yang bukan merupakan bagian darinya, maka ia ditolak." (Muttafaqun 'alaih).
Dan beliau  bersabda:
"إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ" [رَوَاهُ أَهْلُ السُّنن].
"Jauhilah perkara-perkara bid'ah, maka sesungguhnya setiap yang baru itu adalah bid'ah." (Diriwayatkan oleh para pengarang kitab sunnan).
Dan adanya ancaman seperti ini, datanglah manusia yang melakukan tindakan bid'ah dalam agama Allah  yang bukan merupakan bagian darinya, menganggap baik bid'ah-bid'ah ini, bahkan mereka mengira bahwa ia merupakan salah satu tanda kecintaan kepada Nabi , memalsukan hadits dan menyandarkannya kepada Nabi , dan mereka berkata, 'Kami berdusta untuknya dan kami tidak berdusta atasnya (yang membahayakannya). Ini termasuk kedustaan terbesar dan kejahatan terburuk, karena syari'at Allah  sudah sempurna, tidak membutuhkan kebohongan dan kebatilan mereka.
Dan termasuk jenis ini, sesungguhnya Nabi  melarang mencela para sahabatnya, beliau bersabda:
"لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي، فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ" [مُتَّفقٌ عليْه].
"Janganlah engkau mencela sahabatku, jika salah seorang darimu berinfak emas sebesar bukit Uhud, niscaya tidak bisa mencapai satu dan tidak pula setengah mud dari (infak) mereka." Muttafaqun 'alaih.
Kendati demikian, datanglah manusia yang mencela para sahabat Rasulullah , mengutuk Abu Bakar  dan Umar , menuduh wanita suci lagi bersih 'Aisyah radhiyallahu 'anha dengan tuduhan yang Allah  membebaskannya dari tuduhan itu dalam kitab-Nya (al-Qur`an). Mereka mengira bahwa mereka melakukan hal itu karena cinta kepada Rasulullah  dan membela ahli baitnya.
Dan termasuk jenis ini pula, sesungguhnya Nabi  melarang bersifat ghuluw (berlebihan) dalam memujinya. Nabi  bersabda:
لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ, إِنَّمَا أَنَا عَبْدُه، فَقُولُوا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُه" [رَوَاهُ البخاريُّ].
"Janganlah engkau memujiku sebagaimana kaum Nashrani memuji Isa putra Maryam , sesungguhnya aku adalah hamba-Nya, maka ucapkanlah: hamba Allah  dan rasul-Nya." (HR. Al-Bukhari).
Kendati sudah dilarang dengan jelas seperti ini, tetap ada para manusia yang mengikuti jalan-jalan ahli kitab, mereka memberikan sifat kepada Nabi  dengan sifat-sifat yang tidak pantas kecuali dengan Yang Maha Pencipta , meminta kepadanya rizqi, sembuh dari sakit, selamat dari bahaya, dan selain hal itu yang tidak boleh diminta kecuali hanya kepada Allah . Kemudian mereka mengira bahwa hal itu termasuk di antara tanda-tanda cinta kepada Nabi . Sebenarnya hal itu merupakan tanda kebodohan, kesyirikan, dan menyalahi perintah Allah  dan Rasul-Nya.


Mejelis ke Dua Puluh
Tanda-Tanda Kenabian Yang Terbesar
Sesungguhnya tanda kenabian Nabi kita Muhammad  yang terbesar adalah al-Qur`an yang agung. Itulah kitab yang Allah  memberikan tantangan kepada bangsa arab dan selain mereka –hingga hari kiamat- agar mendatangkan semisalnya. Firman Allah :
      •                [البقرة: 23].
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang memang benar. (QS. al-Baqarah :23)
Dan firman Allah :
                   [يونس: 38].
Atau (patutkah) mereka mengatakan:"Muhammad membuat-buatnya". Katakanlah:"(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar". (QS. Yunus :38)
Ibnu al-Jauzi rahimahullah berkata, 'Dan al-Qur'an merupakan mu'jizat dari berbagai sisi:
Pertama: Kandungan yang terdapat di dalamnya berupa fashahah (kefasihan), balaghah dalam meringkas dan memanjangkan. Terkadang terdapat cerita dengan kata-kata yang panjang, kemudian mengulanginya dengan kata-kata yang ringkas, maka tidak mengurangi tujuan yang pertama.
Kedua: berbedanya dari susunan kalam dan timbangan syair. Dan dengan dua pengertian ini bangsa arab ditantang. Maka mereka merasa lemah dan bingung serta mengakui keutamaannya, sehingga Walid bin al-Mughirah berkata, 'Demi Allah, sesungguhnya baginya ada rasa manis dan sesungguhnya atasnya terdapat keindahan.
Ketiga: Berita tentang umat-umat di masa lalu yang dikandungnya, cerita para nabi yang sudah dikenal oleh para ahli kitab, padahal yang membawanya adalah seorang yang ummi yang tidak bisa membaca dan menulis, serta tidak pernah diketahui bahwa ia pernah duduk bersama para pendeta dan dukun.
Dan bangsa arab yang pandai menulis dan membaca serta duduk bersama para pakar sejarah, tidak mengetahui yang diberitakan oleh al-Qur`an.
Keempat: al-Qur`an mengabarkan perkara gaib yang akan terjadi di masa akan datang yang menunjukkan kebenarannya secara pasti karena benar-benar terjadi berdasarkan beritanya, seperti firman-Nya  bagi kaum Yahudi:
 •      [البقرة: 94]،
maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar. (QS. al-Baqarah:94)
kemudian Dia  berfirman:

  •   [البقرة: 95].

Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, (QS. al-Baqarah:95)
Dan firman-Nya:
      [البقرة: 23]
buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur'an itu (QS. al-Baqarah :23)
Kemudian Dia berfirman:
    [البقرة: 24
dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya (QS. al-Baqarah :24)
Maka mereka tidak bisa melakukannya.
Dan firman-Nya:
     [آل عمران: 12]
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir:"Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) …". (QS. Ali Imran:12)
Dan mereka benar-benar dikalahkan.
Dan firman-Nya:
         [الفتح: 27]،
bahwa sesunguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, …(QS. al-Fath :27)
dan mereka memasukinya.
Dan firman-Nya dalam perkara Abu Lahab:
              •  [المسد: 3 – 5
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. * Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. * Yang di lehernya ada tali dari sabut. (QS. al-Lahab 3-:5)
Ini merupakan dalil bahwa keduanya akan meninggal dalam keadaan kafir, dan kenyataannya memang seperti itu.
Kelima: Sesungguhnya al-Qur'an terpelihara dari perbedaan dan kontradiksi:
            [النِّسَاء: 82]
Kalau kiranya al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS. an-Nisaa`:82)
Dan firman-Nya :
:    •      [الحجر: 9].
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. al-Hijr :9)
Dari Abu Hurairah , dari Nabi , sesungguhnya beliau  bersabda:
"مَا مِنَ الأنْبِياءِ مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا وَقَدْ أُعْطِي مِنَ الْآيَاتِ مَا آمَنَ عَلَيْهِ البَشَرُ, وَإِنَّمَا كَانَ الَّذِي أُوتِيتُ وَحْيًا أَوْحَى اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِليَّ, فَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَكْثَرَهُمْ تَابِعًا يَوْمَ القِيَامَةِ" [متفقٌ علَيْه].
"Tidak ada seorang nabi kecuali telah diberikan tanda yang manusia beriman atasnya. Dan sesungguhnya yang diberikan kepadaku adalah wahyu yang Allah  menurunkan wahyu kepadaku, maka aku berharap bahwa aku menjadi nabi yang paling banyak pengikut di hari kiamat." Muttafaqun 'alaih.
Ibnu Aqil rahimahullah berkata, "Di antara mukjizat al-Qur`an bahwa tidak mungkin bagi seseorang bahwa ia mengambil maknanya dari ucapan yang telah terdahulu. Maka sesungguhnya manusia senantiasa membuka sebagian mereka dari sebagian yang lain. Dikatakan: al-Mutanabbi mengambil dari al-Buhturi.
Ibnu al-Jauzi rahimahullah berkata: Sungguh aku mengeluarkan dua makna yang mengagumkan:
Pertama: Sesungguhnya mukjizat para nabi hilang bersama wafatnya mereka. Maka jikalau orang yang ingkar berkata: Apakah bukti kebenaran Muhammad  dan Musa ?
Maka ditakan kepadanya: Muhammad , bulan dibelah untuknya dan Musa , laut dibelah untuknya, niscaya ia berkata: ini tidak masuk akal.
Maka Allah  menjadikan al-Qur`an ini sebagai mukjizat yang abadi sepanjang masa, untuk menampakkan bukti kebenarannya setelah wafatnya, dan menjadikannya sebagai bukti kebenaran para nabi, karena ia membenarkan bagi mereka dan menceritakan keadaan mereka.
Kedua: sesungguhnya ia mengabarkan kepada para ahli kitab bahwa sifat Muhammad  telah tertulis di sisi mereka di dalam Taurat dan Injil, bersaksi untuk Hathib dengan iman dengan kebebasan. Ini adalah persaksian atas yang gaib.










Mejelis ke Dua Puluh Satu
Ibadahnya Nabi 

Nabi  banyak melakukan ibadah, dari shalat, puasa, zikir, doa, dan berbagai macam ibadah lainnya. Dan apabila beliau  beramal, beliau menetapkannya dan menjaga atasnya. Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata, 'Apabila Rasulullah  ketinggalan shalat malam karena sakit atau karena sebab yang lainnya, beliau shalat di siang harinya sebanyak dua belas rakaat. (HR. Muslim).
Dan Nabi  tidak pernah meninggalkan shalat malam, dan dia  melaksanakan shalat malam hingga bengkak kedua telapak kakinya. Maka tatkala hal itu ditanyakan kepadanya, beliau  bersabda:
أَفَلاَ أُحِبُّ أَنْ أَكُوْنَ عَبْدًا شَكُوْرًا
"Apakah aku tidak suka menjadi hamba yang bersyukur?' (Muttafaqun 'alaih).
Dari Huzaifah bin al-Yaman , ia berkata:
صلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ  ذَاتَ ليلةٍ, فافتتَحَ البقرَةَ، فقلْتُ: يرْكَعُ عِنْد المائةِ. ثُمَّ مَضَى. فقلْتُ: يُصلِّي بِها في ركْعَةٍ، فمضَى, ثم افتتَح النِّسَاء فقرَأَها, ثُمَّ افتَتح آلَ عِمْرَانَ فقرأَهَا, يَقْرأُ مُتَرسِّلاً( )؛ إِذا مرَّ بآيةٍ فِيها تسبيحٌ سبَّح، وَإِذَا مرَّ بسؤالٍ سَألَ، وَإِذَا مرَّ بتعوُّذٍ تعوَّذَ، ثُمَّ ركعَ فجعَل يقولُ: "سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ" فَكان رُكوعُه نَحوًا مِنْ قِيامِه, ثُمَّ قال: "سَمِعَ اللهُ لِـمَنْ حَمِدَهُ, رَبَّنَا لَكَ الـحَمْدُ", ثُمَّ قامَ قِيامًا طَوِيلاً قَرِيبًا مما رَكَعَ، ثُمَّ سَجَدَ فَقَالَ: "سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى" فَكَانَ سُجودُه قَريبًا مِنْ قِيامِهِ" [رواهُ مسْلِم].
'Pada suatu hari, aku shalat bersama Nabi . Maka beliau memulai dengan membaca surat al-Baqarah. Aku berkata: Beliau ruku' setelah seratus ayat. Kemudian beliau meneruskan. Maka aku berkata: Beliau shalat dengannya dalam satu rekaat. Kemudian beliau meneruskan, kemudian memulai surah an-Nisaa`, lalu terus membacanya. Kemudian beliau  memulai surat Ali Imran, maka beliau membacanya. Beliau membacanya secara pelan lagi tartil. Apabila melewati ayat yang mengandung tasbih, beliau membaca tasbih. Apabila melewati permintaan, beliau meminta. Apabila melewat ayat perlindungan, beliau berlindung. Kemudian beliau ruku', sambil membaca: 'Maha suci Rabb-ku Yang Maha Agung." Maka ruku'nya seperti berdirinya. Kemudian ia  membaca: "Allah  mendengar orang yang memujinya, wahai Rabb-kami, hanya bagi-Mu lah pujian.' Kemudian dia berdiri yang lama, hampir seperti ruku'nya. Kemudian dia  sujud dan membaca: "Maha suci Rabb-ku Yang Maha Tinggi." Maka sujudnya hampir sama dengan berdirinya.' HR. Muslim.
Nabi  selalu memelihara shalat sunnah sepuluh rakaat saat tidak safar: dua rekaat sebelum zuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah magrib, dua rakaat setelah isya di rumahnya, dan dua rakaat sebelum shalat fajar.
Dan beliau sangat menjaga shalat sunnah fajar melebih semua shalat sunnah yang lainnya, beliau tidak pernah meninggalkannya dan juga shalat witir. Tidak pernah meninggalkannya saat safar dan tidak, dan tidak ada riwayat bahwa beliau  melaksanakan sunnah rawatib selainnya.
Terkadang beliau  melaksanakan empat rekaat sebelum zuhur, dan beliau pernah berdiri satu malam membaca satu ayat dan mengulang-ulanginya hingga subuh.
Beliau selalu menjaga puasa hari Senin dan Kamis. (HR. at-Tirmidzi dan ia menghasankannya).
Dan beliau bersabda:
"تُعْرَضُ الْأَعْمَالُ يَوْمَ الإِثْنَيْنِ وَالْـخَمِيسِ, فَأُحِبُّ أَنْ يُعَرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ" [رَواه الترمذِيُّ وحسَّنه].
"Amal ibadah diperlihatkan di hari Senin dan Kamis, maka aku ingin diperlihatkan amal ibadahku, sedangkan aku sedang puasa.' (HR at-Tirmidzi dan ia menghasankannya).
Nabi  berpuasa tiga hari setiap bulan. Dari Mu'adzah al-'Adawiyah, sesungguhnya ia bertanya kepada 'Aisyah radhiyallahu 'anha: 'Apakah Rasulullah  puasa tiga hari setiap bulan? Ia menjawab, 'Ya.' Ia bertanya, 'Beliau puasa pada bulan apa? Ia menjawab, 'Beliau tidak perduli di bulan apapun tetap puasa (tiga hari).' (HR. Muslim).
Dari Ibnu Abbas , ia berkata:
"كَانَ رَسُولُ اللهِ  لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ البِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَرٍ" [رَواهُ النِّسائِيُّ وحسَّنه النوويُّ].
'Rasulullah  tidak berbuka di hari-hari putih, di saat safar dan tidak." HR. an-Nasa`i dan dihasankan oleh an-Nawawi.
Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata, 'Rasulullah  tidak pernah puasa yang lebih banyak dari pada puasa di bulan Sya'ban. Sesungguhnya puasa di bulan Sya'ban semuanya.' Dalam satu riwayat: "Beliau puasa bulan Sya'ban kecuali sedikit."
Adapun ibadah zikir, sungguh lisan Rasulullah  tidak pernah putus dari zikir kepada Allah . Beliau selalu berzikir kepada Allah  setiap saat. Apabila berpaling dari shalatnya, beliau istigfar sebanyak tiga kali dan membaca:
اللهُمَّ أَنْتَ السَّلامُ وَمِنْكَ السَّلامُ, تَبَارَكْتَ يَا ذَا الجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ" [رَوَاهُ مُسْلِم].
"Ya Allah, Engkaulah Yang Maha Pemberi Keselamatan, darimu datang keselamatan, Maha tinggi Engkau wahai Yang memiliki keagungan dan memberikan kemuliaan." (HR. Muslim).
Dan apabila selesai shalat dan sudah mengucap salam, beliau membaca:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الملْكُ، وَلَهُ الـحَمْدُ, وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، اللهُمَّ لَا مَانِعَ لِـمَا أَعْطَيْتَ, وَلَا مُعْطِيَ لما مَنَعْتَ, وَلَا يَنْفَعُ ذَا الجَدِّ مِنْكَ الجَدُّ" [مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ].
"Tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah , tiada sekutu baginya, milik-Nya kerajaan, bagi-Nya segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidaka da yang bisa mencegah bagi sesuatu yang Engkau berika, dan tidak ada yang bisa memberi bagi sesuatu yang engkau halangi, dan orang yang kaya tidak bisa memberikan manfaat kepada yang mempunyai kekayaan dari-Mu.'
Nabi  membaca di dalam ruku' dan sujudnya:
"سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ، رَبُّ الملَائِكَةِ وَالرُّوحِ" [رَوَاهُ مسْلِم].
"Yang Maha Suci, Rabb para malaikat dan ruh (Jibril )." HR. Muslim.
Dari Anas , ia berkata, 'Kebanyakan doa Nabi  adalah:
"اللهُمَّ آتِنا فِي الدُّنيَا حَسَنةً, وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ" [متفقٌ علَيْه].
"Ya Allah, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksaan neraka." Muttafaqun 'alaih.
Dan Nabi  memperbanyak istighfar (meminta ampun), dari Ibnu Umar , ia berkata, 'Kami menghitung bagi Rasulullah  dalam satu majelis sejumlah seratus kali:
"رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَليَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ"
"Ya Rabb, ampunilah dosaku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi dan ia berkata, 'Hasan Shahih."
Dan Beliau  melarang sifat ghuluw (berlebihan) dan memberikan peringatan dari memaksakan diri dalam ibadah, beliau bersabda:
عَلَيْكُمْ بِمَا تُطِيْقُوْنَ, فَوَاللهِ لاَيَمَلُّ اللهُُ حَتَّى تَمَلُّوا, وَكَانَ أَحَبُّ الدِّيْنِ إِلَيْهِ مَا دَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ.
"Lakukanlah sebatas kemampuanmu, demi Allah, Allah  tidak pernah jenuh/bosan (dalam menerima dan memberi pahala) sehingga kamu merasa jenuh/bosan (dalam ibadah). Dan agama yang paling disukai kepada-Nya adalah yang ditekuni oleh pelakunya." Muttafaqun 'alaih.


Majelis ke Dua Puluh Dua
Permulaan Tersebarnya Islam

Nabi  kembali ke kota Makkah setelah mendapatkan ledekan dan olok-olokankan penduduk kota Thaif dengan dan beliau  meminta jaminan keamana dari al-Muth'im bin 'Adi.
Di tengah suasana yang penuh dengan didustakan, diboikot, dan dikuasai, Allah  ingin meneguhkan rasul-Nya, maka Allah  memuliakannya dengan isra dan mi'raj, dan memperlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda-Nya yang besar, memperlihatkan kepadanya atas bukti-bukti keagungan-Nya dan ayat-ayat kekuasaan-Nya, supaya hal itu menjadi kekuatan baginya dalam menghadapi kekafiran dan para penganutnya.
Adapun isra`, yaitu perjalanan di malam hari dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsha di Baitul Maqdis, dan kembalinya di malam yang sama.
Adapun mi'raj, yaitu naiknya Nabi  ke dunia yang di atas, bertemu para nabi, melihat alam gaib. Dan padanya diwajibkan shalat lima waktu.
Peristiwa ini menjadi penyaring orang yang beriman, sungguh menjadi murtad sebagian orang yang telah masuk Islam, dan sebagian pergi kepada Abu Bakar ash-Shiddiq  dan berkata kepadanya, 'Sesungguhnya temanmu mengaku bahwa ia telah dijalankan di malam hari ke Baitul Maqdis. Ash-Shiddiq  bertanya, 'Apakah dia mengatakan hal itu? Mereka menjawab, 'Ya.' Ia berkata, 'Jika ia benar-benar telah mengatakan hal itu, sungguh ia benar." Mereka bertanya, 'Apakah engkau mempercayainya bahwa ia telah pergi di malam hari ke Baitul Maqdis dan datang sebelum subuh?' Ia berkata, 'Ya, sesungguhnya dalam perkara yang lebih jauh dari hal itu, aku mempercayainya dengan berita langit di pagi dan sore hari.' Karena itulah ia diberi nama ash-Shiddiq.
Sesungguhnya pendustaan kaum Quraisy bagi Nabi  dan tidak memberikan tempat baginya untuk menunaikan risalah, membuat beliau mengarahkan dakwah kepada kabilah-kabilah arab yang lain. Maka setelah kembalinya dari Thaif, ia  mulai menawarkan dirinya kepada kabilah-kabilah di musim-musim haji, menawarkan kepada mereka untuk memberi tempat dan menolong sehingga ia bisa menyampaikan firman Allah .
Di antara mereka ada yang menolak dengan kasar dan ada pula yang menolak dengan halus. Dan yang paling buruk penolakannya adalah Bani Hanifah, kaum Musailamah al-Kadzdzab.
Di antara orang yang beliau  menawarkan dirinya kepada mereka adalah golongan arab dari Yatsrib dari kabilah Aus. Maka tatkala Nabi  berbicara dengan mereka, mereka mengenal sifatnya yang digambarkan oleh kaum Yahudi. Maka mereka berkata di antara mereka, 'Demi Allah, sesungguhnya dia adalah seorang nabi yang kaum Yahudi memberikan ancaman kepada kita dengannya. Maka janganlah mereka mendahului kita kepadanya.' Maka berimanlah enam orang dari mereka yang merupakan cikal bakal tersebarnya Islam di kota Madinah. Enam orang tersebut adalah: As'ad bin Zurarah, 'Auf bin al-Harits, Rafi' bin Malik, Quthbah bin 'Amir bin Hadidah, 'Uqbah bin 'Amir, dan Sa'ad bin ar-Rabi' radhiyallahu 'anhum ajma'in.
Kemudian mereka pulang setelah berjanji kepada beliau untuk bertemu kembali di tahun akan datang.
Maka tatkala di tahun berikutnya, di tahun ke dua belas dari kenabian, terjadilah perjanjian 'aqabah yang pertama. Padanya, dua belas orang laki-laki melakukan bai'at kepada Nabi , sepuluh orang dari suku Aus dan dua orang dari suku Khazraj. Termasuk di antara mereka lima dari enam orang yang pertama. Maka mereka beriman di Aqabah, melakukan bai'at kepadanya atas yang dicintai berupa iman, membenarkan, meninggalkan syirik dan maksiat, dan melakukan kebaikan, bahwa mereka tidak mengatakan kecuali yang benar. Kemudian mereka pulang ke kota Madinah. Lalu Allah  menampakkan Islam padanya, dan tidak tersisa lagi satu rumah dari rumah-rumah kota Madinah kecuali di dalamnya ada sebutan Rasulullah .
Dan pada tahun berikutnya bagi perjanjian Aqabah yang pertama, maksudnya di tahun ke tiga belas dari kebangkitan, terjadilah perjanjian Aqabah yang kedua. Dan padanya, datang sebagai utusan tujuh puluh orang laki-laki dan dua orang perempuan. Maka mereka masuk Islam dan melakukan bai'at di sisi Aqabah di atas mendengarkan dan taat di saat rajin dan malas, memberikan nafkah di saat susah dan senang, melaksanakan amar ma'ruf dan nahi mungkar, mereka berdiri pada Allah, tidak takut pada celaan orang yang mencela, dan ancaman orang yang menghalanginya.
Kemudian Nabi  meminta kepada mereka agar mengeluarkan dari mereka dua belas orang yang terpilih, agar mereka berada di atas kaum mereka dengan apa yang ada pada mereka. Maka mereka mengeluarkan baginya orang-orang terpilih, 9 orang dari suku Khazraj dan 3 orang dari suku Aus. Nabi  bersabda kepada mereka,
أَنْتُم كُفلاءُ عَلى قومِكُمْ ككفالةِ الحواريِّينَ لِعيسَى بْنِ مَرْيمَ, وَإِني كَفِيلٌ عَلَى قَوْمِي
'Kamu adalah pemberi jamiman terhadap kaummu, seperti jaminan kaum Hawari bagi Isa putra Maryam , dan sesungguhnya aku adalah pemberi jaminan terhadap kaumku.' Kemudian mereka pulang ke Madinah. Maka tersebarlah Islam di antara para penduduknya, radhiyallahu 'anhum.
Dan ini adalah permulaan hijrah nabawiyah yang penuh berkah.


Majelis ke Dua Puluh Tiga
Hijrah ke Madinah

Tatkala gangguan terhadap para sahabat Nabi bertambah berat, Rasulullah  mengijinkan kepada mereka untuk hijrah ke Madinah. Dan Nabi  sungguh merasa tenang bahwa dakwah telah tersebar di kota Madinah, dan sesungguhnya ia sudah siap untuk menerima kaum Muhajirin.
Maka kaum mukminin segera hijrah ke Madinah dan keluar bergelombang, sebagian mereka mengikuti yang lain.
Tinggallah Nabi , dan bersamanya ada Abu Bakar  dan Ali , demikian pula orang-orang yang ditahan oleh kaum musyrikin secara paksa.
Kaum musyrikin mengetahui bahwa para sahabat Nabi  telah pergi ke negeri yang kuat. Maka mereka merasa khawatir tersebarnya agama ini dan mereka sepakat untuk membunuh Rasulullah .
Dan apa yang mereka rencanakan untuk membunuh Nabi , Allah  memberitahukan kepada Nabi-Nya  tentang tipu daya yang mereka rencanakan, dan Dia  menyuruhnya hijrah dan menyusul kaum mukminin yang lebih dahulu hijrah, dan bahwa ia jangan tidur di tempat tidurnya pada malam itu.
Nabi  meminta Ali  agar tidur di tempat tidurnya dan memakai selimutnya, dan menyuruhnya agar menunaikan darinya titipan-titipan manusia. Maka Ali  melaksanakan perintah dan tidur di kasur Nabi , sedangkan pedang-pedang sudah terhunus di belakang pintu.
Dan Rasulullah  keluar di antara orang-orang yang ingin membunuhnya, akan tetapi Allah  membutakan padangan mata mereka, dan untuk mengalahkan mereka, Nabi  menaburkan tanah di atas kepala mereka. kemudian dia  pergi ke rumah temannya Abu Bakar  dan keduanya segera keluar di malam hari.
Nabi  dan Abu Bakar  pergi hingga sampai gua Tsur dan tinggal di dalam gua itu sehingga berkurang pencarian terhadap keduanya.
Adapun kaum Quraisy, kemarahan mereka meluap-luap saat mengetahui rusaknya tipu daya mereka dan gagalnya rencana mereka. Maka mereka mengutus para pencari dari segala penjuru dan memberikan janji bagi siapa yang datang dengan Nabi  atau menunjukkan atasnya dengan upah seratus ekor unta. Sungguh pencarian itu telah menyampaikan mereka ke pintu gua tersebut dan mereka berdiri di sisinya, kecuali Allah  memalingkan mereka darinya dan menjaga nabi-Nya dari tipu daya mereka. Abu Bakar  berkata, 'Wahai Rasulullah, jikalau salah seorang dari mereka melihat ke tempat dua kakinya niscaya ia bisa melihat kita.' Maka Rasulullah  menjawabnya: "Apakah dugaanmu dengan dua orang yang Allah  adalah yang ketiga dari keduanya?' (HR. al-Bukhari).
Setelah tiga malam, datanglah penunjuk jalan yang telah disewa oleh keduanya sebelumnya dengan membawa dua tunggangan, menurut rencana yang telah disiapkan sebelumnya, kemudian mereka menuju Madinah.
Di tengah jalan, Nabi  melewati kemah Ummu Ma'bad al-Khuza'iyah, ia pun mendapatkan berkah dari beliau  pada kambing miliknya. Kambing itu tidak mempunyai susu setetes pun. Beliau pun minta ijin untuk memerahnya. Maka menjadi penuhlah susunya, lalu beliau  memberikan minuman kepadanya dan orang yang bersamanya. Kemudian beliau  minum, kemudian beliau  memerah lagi susunya yang kedua kali, memenuhi isinya dan beliau  berangkat.
Suraqah bin Malik mendengar bahwa Nabi  melewati jalan pesisir, dan dia ingin mendapat hadiah. Maka ia menunggang kudanya dan mengambil tombaknya, dan langsung pergi mencari mereka. Maka tatkala ia sudah dekat dari mereka, Nabi  berdoa, maka terbenamlah kedua tangan kudanya di bumi. Ia pun menyadari bahwa itu terjadi karena doa Nabi  dan sesungguhnya ia  dijaga. Maka ia memanggil untuk mendapatkan keamanan dan berjanji kepada Nabi  bahwa ia akan menghentikan pencarian terhadap beliau. Maka Nabi  mendoakan untuknya, maka bebaslah kedua kaki kudanya. Lalu ia pulang dan mulai menyesatkan manusia dari pencarian pada arah yang dijalani Rasulullah .
Kaum Anshar setiap hari pergi ke pintu masuk kota Madinah menantikan kedatangan Nabi , kemudian mereka kembali ke rumah mereka saat panas matahari mulai menyengat. Maka tatkala pada hari Senin tanggal 12 Rabi'ul Awal di tahun ke 13 dari kenabian, seseorang berteriak dengan kedatangan Rasulullah , lalu kedengaranlah teriakan dan suara takbir di setiap tempat dan semua orang keluar untuk menyambut kedatangan Rasulullah .
Nabi  singgah di Quba dan membangun masjid Quba, ia adalah permulaan masjid yang dibangun di masa Islam.
Kemudian Rasulullah  keluar dari Quba setelah tinggal beberapa hari di sana. Dan di tengah jalan, sampai waktu shalat Jum'at, maka beliau  melaksanakannya bersama kaum muslimin yang bersamanya. Ia adalah permulaan shalat Jum'at yang dilaksanakan Nabi . Dan setelah shalat, Nabi  memasuki kota Madinah dari arah sebelah Selatan. Dan sejak hari itulah namanya menjadi Madinah an-Nabi  (kota Nabi ). Sungguh merata perasaan senang dan bahagia meliputi penduduk kota Madinah dengan kedatangan Nabi . Dan dengan hal itu, Islam mempunyai negara yang kuat, bertolak darinya untuk menyampaikan risalah Allah  ke Timur dan Barat bumi.

Majelis ke Dua Puluh Empat
Kehidupan Nabi 

Sungguh Nabi  mengetahui hakekat dunia, bahwa ia cepat hilang dan sirnanya. Maka beliau hidup di dunia seperti kehidupan orang-orang miskin, bukan seperti kehidupan orang-orang kaya yang berlimpah ruah. Lapar di suatu hari, beliau sabar, dan kenyang di suatu hari maka beliau bersyukur.
Rasulullah saw telah menjelaskan kepada umatnya akan bahayanya fitnah dunia serta tenggelam dalam kesenangan dan keindahannya, beliau bersabda :
"إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ, وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخِلَفُكُمْ فِيهَا، فَنَاظِر مَا تَعْمَلُونَ, فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ, فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ" [رواه مسلم].
"Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau, sesungguhnya Allah akan menugaskan kalian disalamnya lalu Ia akan meliahat apa yang kalian lakukan didalamnya, maka hati hatilah kalian terhadap dunia dan hati-hatilah kalian terhadaap godaan kaum wanita, karena sesungguhnya fitnah pertama yang terjadi pada kaum bani israil adalah fitnah wanita." (HR. Muslim)

Beliau mengetahui bahwa sesungguhnya dunia adalah tempat tinggal bagi orang yang tidak punya rumah dan surga bagi orang yang tidak punya bagian di akhirat kelak, belaiu bersabda: "Ya Allah sesungguhnya tidak ada kehidupan-yang hakiki- kecuali kehidupandiakhirat" (Muttafaq 'alaih) .
Olehkerna itu beliau menjadikan semua keinginan dan cita-citanya hanya untuk akhirat dan mengosongkan hatinya dari kesibukan dunia, sehingga dunia mengejar beliau padahal beliau berusaha untuk menghindarinya, beliau bersabda: "Perumpamaanku dengan dunia adalah seperti seorang musafir yang berteduh dibawah sebuah pohon kemudian ia pergi meninggalkannya (HR. tirmidzi dan ia berkata hadits ini hasan shahih).
'Amr bin Harits saudara laki-laki Juwairiyah istri Rasulullah saw. Berkata: "Ketika Rasulullah saw. meninggal beliau tidak meninggalkan harta warisan berupa dinar dan dirham, juga tidak meninggalkan budak baik laki-laki maupun perempuan, beliau hanya meninggalkan seekor keledai putih yang dulu menjadi kendaraan beliau dan sepucuk senjata, serta sebidang tanah yang disedekahkan dijalan Allah" (HR. Buhkari).
Inilah harta peninggalan orang yang paling mulia di alam semesta ini semoga Allah selalu melimpahkan shalawat dan salam kepada beliau yang meolak unuk menjadi raja dan rasul tapi memilih untuk menjadi hamba dan rasul, diriwayakan oleh Abu Hurairah, ra. Bahwa ia berkata: Jibril pernah duduk dihadapan beliau kemudian ia menengadah ke langit tiba-tiba ada seorang malaikat yang turun lalu Jibril berkata padanya, ini adalah malaikat yang belum pernah turun ke dunia sejak dia diciptakan kecuali pada saat ini, ketika telah sampai ia berkata: wahai Muhammad! Aku diutus oleh Tuhan-Ku untuk memberikan pilihat untukmu, apakah kamu ingin dijadikan sebagai seorang raja ataukah sebagai hamba dan Rasul? Maka beliau menjawab: "Bahkan aku ingin menjadi seorang hamba dan rasul" (HR. Ibnu Hibban dan disahihkan oleh Al Abani).
Begitulah kehidupan beliau yang didasarkan atas tawadhu' dan zuhud serta merasa cukup dengan yang ada. 'Aisyah ra. Berkata: "Ketika Rasulullah saw. Wafat dirumah belaiu tidak ada makanan yang bisa dimakan kecuali sedikit gandum yang aku makan dalam waktu yang cukup lama sehingga menjadi rusak" (Muttafaq alaih).
Ketika Umar bin Khatab ra. Menyebutkan tentang kemegahan yang diperoleh oleh manusia, ia berkata: " Pada hari ini aku melihat Rasulullah saw. kelaparan karena tidak mendapatkan kurma jelek yang bisa mengisi perutnya" (HR. Muslim).
Dari ibnu Abbas ra. Diriwayatkan Rasulullah saw. Dan keluarganya pernah beberapa malam kelaparan tidak punya sesuatu yang disantap dimalam hari, dan paling banyak yang mereka miliki adalah roti gandum (HR. Tirmizi dan ia berkat hadits ini hasan shahih).
Beliau terbiasa duduk dan tidur diatas tikar, Umar bin Khatab pernah masuk kerumah beliau dan beliau sedang duduk diatas tikar, lalu aku duduk dan beliau hanya mengenakan kain sarung dan tikar tersebut membekas dipinggang beliau, dan akau melihat satu sha' (2,5kg) gandum dan kacang qardh (semacam kacang adas) yang ada dipojokan kamar beliau serta belulang yang tegantung, lalu aku menangis. Beliau bertanya, "Wahai Ibnu Khatab kenapa engkau menangis?" aku menjawab: wahai nabi Allah, bagaimana saya tidak menangis sungguh tikar ini telah membekas ditubuhmu, dan tempat penyimpanan barangmu tidak berisi kecuali sangat sedikit, sedangkan kaisar romawi dan Persia bergelimang harta, padahal engkau adalah Nabi pilhan Allah, dan hanya ini yang engkau miliki!
Maka Nabi  bersabda:
يَا ابْنَ الخَطَّابِ! أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ لَنَا الْآخِرَةُ وَلَهُمُ الدُّنْيَا؟
'Wahai putra Khathab, apakah engkau tidak ridha bahwa akhirat untuk kita dan dunia untuk mereka?' (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Mundziri).


Majelis ke Dua Puluh Lima
Dasar-Dasar Pembangunan Negara

Ketika Nabi  memasuki kota Madinah, para penduduknya menyambutnya dengan senang gembira. Tidak lah beliau melewati satu rumah dari rumah kaum Anshar kecuali pemiliknya memegang tali tunggangannya dan mengajaknya mampir di rumahnya. Nabi  memohon maaf kepada mereka serta bersabda, 'Biarkanlah jalannya, sesungguhnya ia diperintahkan.' Maka unta beliau terus berjalan hingga sampai di tempat masjidnya, lalu ia mendekam, kemudian bangkit, lalu berjalan sedikit, kemudian kembali ke tempat semula, lalu berdiam disana. Maka Nabi  singgah di tempat paman-pamannya pada bani Najjah. Dan beliau bersabda: 'Rumah siapa yang paling dekat? Abu Ayyub  menjawab, 'Saya, wahai Rasulullah.' Maka Nabi  singgah di rumah Abu Ayyub .
Langkah pertama yang dilakukan Rasulullah  setelah sampainya di Madinah adalah membangun masjid Nabawi, dan hal itu di tempat untanya mendekam padanya. Tanah itu milik dua anak yatim yang kemudian beliau  beli dari keduanya. Beliau  ikut serta dalam pembangunan masjid. Kemudian membangun kamar-kamar untuk istrinya di sisi masjid. Dan setelah selesai pembangunan kamar-kamar tersebut, Nabi  meninggalkan rumah Abu Ayyub  dan pindah ke kamar-kamar tersebut. Dan beliau  menyari'atkan azan agar manusia berkumpul apabila telah tiba waktu shalat.
Kemudian Nabi  mempersaudarakan di antara kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka berjumlah 90 orang laki-laki, setengahnya dari kaum Muhajirin dan setengahnya lagi dari kalangan Anshar. Nabi  mempersaudarakan di antara mereka atas dasar saling tolong menolong, saling mewaris setelah meninggal tanpa karib kerabat sampai terjadinya perang Badar. Maka tatkala turun firman Allah :
         [الأحزاب: 6]
Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam Kitab Allah …(QS. al-Ahzab :6)
Dikembalikanlah warisan itu kepada karib kerabat, bukan yang terikat persaudaraan.
Rasulullah  berdamai dengan kaum Yahudi yang ada di kota Madinah dan menulis di antara dia dan mereka satu perjanjian. Dan segeralah salah seorang ulama dan pimpinan mereka yang bernama Abdullah bin Salam  masuk Islam dan mayoritas mereka memilih tetap kafir.
Nabi  mengikat hubungan di antara penduduk kota Madinah dari kalangan Muhajirin, Anshar, dan Yahudi. Sebagian buku-buku sejarah menyebutkan bahwa beliau menulis perjanjian yang di antara poinnya adalah:
- Sesungguhnya orang-orang beriman dari kalangan Muhajirin dan Anshar adalah umat yang satu, bukan manusia lainnya.
- Sesungguhnya orang-orang beriman tidak membiarkan orang yang kesusahan di antara mereka kecuali mereka memberikan bantuan kepadanya.
- Dan sesungguhnya orang-orang yang beriman yang bertaqwa, tangan mereka (kekuatan mereka) kepada setiap orang yang berbuat zalim dari mereka, atau mencari kezaliman, dosa, permusuhan, atau kerusakan di antara orang-orang beriman, dan sesungguhnya tangan mereka semua atasnya, sekali pun putra salah seorang dari mereka.
- Orang yang beriman tidak membunuh yang lain karena orang kafir, dan tidak menolong orang kafir atas orang yang beriman.
- Dan sesungguhnya jaminan Allah  adalah satu, melindungi hingga yang terendah dari mereka, dan sesungguhnya orang-orang beriman menjadi pelindung satu sama lain.
- Sesungguhnya bangsa Yahudi yang mengikuti kami, maka sesungguhnya ia berhak mendapat pertolongan dan ikutan, tidak dizalimi.
- Sesungguhnya keselamatan orang-orang beriman adalah satu, tidak diberi keselamatan seorang mukmin tanpa yang lain dalam berperang fi sabilillah kecuali atas dasar persamaan dan keadilan di antara mereka.
- Sesungguhnya perbedaan apapun yang terjadi di antara mereka, sesungguhnya tempat kembalinya adalah kepada Allah  dan dan kepada Muhammad .
- Sesungguhnya Yahudi bani 'Auf adalah satu umat bersama kaum mukminin. Bagi Yahudi agama mereka dan bagi kaum muslimin agama mereka. Perlindungan dan diri mereka kecuali orang yang menganiaya diri dan berbuat dosa. maka sesungguhnya dia tidak binasa kecuali dirinya sendiri dan keluarganya.
- Sesungguhnya teman setia yahudi adalah seperti diri mereka, dan sesungguhnya tidak keluar seseorang dari mereka kecuali dengan ijin Muhammad .
- Sesungguhnya tetangga seperti diri sendiri, tidak membahayakan dan tidak berbuat dosa.
Dan poin-poin lainnya dari piagam perjanjian ini yang mengatur dasar-dasar kehidupan di antara kelompok-kelompok yang ada di kota Madinah, yang menentukan saling pengertian antar umat Islam yang merangkul semua kaum muslimin dan negara Islam, yaitu Madinah Nabawiyah, dan menjadikan referensi tertinggi adalah Allah  dan rasul-Nya, terutama saat terjadinya perselisihan dan sengketa.
Piagam inilah yang menjaga kebebasan, seperti kebebasan akidah dan beribadah serta hak mendapatkan rasa aman bagi setiap manusia. Sebagaimana piagam itu menetapkan dasar persamaan dan keadilan di antara manusia.
Sesungguhnya bagi yang merenungkan poin-poin piagam ini, ia akan mendapatkan di dalamnya dasar-dasar peradaban yang sangat banyak, yang diserukan oleh para pembela hak asasi manusia, padahal Nabi  adalah yang pertama meletakkan dasar hak-hak tersebut, menetapkan pondasi-pondasinya sesuai syari'at Allah  yang tergambar dari al-Qur`an dan as-Sunnah. Inilah pembatas utama di antara hak-hak asasi manusia yang adil dan yang diserukan oleh organisasi-organisasi dunia yang mereka kira adalah hak, padahal hakekatnya adalah tindakan durhaka, zalim, dan penghinaan terhadap kemuliaan manusia dan menguntungkan sebagian golongan dan merugikan yang lain.

Majelis ke Dua Puluh Enam
Keberanian Nabi 

Nabi  adalah manusia paling berani. Hal itu dibuktikan saat beliau berdiri sendirian menghadapi kekafiran. Mengajak kepada tauhid dan ikhlas dalam ibadah. Maka semua orang kafir menentangnya, memeranginya dari satu busur, menyakitinya, melakukan konspirasi untuk membunuhnya, namun semua itu tidak membuatnya gentar dan tidak mengendurkan semangatnya, bahkan menambah semangatnya dalam berdakwah dan berpegang teguh dengan kebenaran yang dipegangnya. Dan beliau bersabda dengan tegas, memberikan tantangan kepada orang-orang zalim di muka bumi:
وَاللهِ لَوْ وَضَعُوا الشَّمْسَ فِي يَمِينِي وَالْقَمَرَ فِي يَسَارِي عَلَى أَنْ أَتْرُكَ هَذَا الْأَمْرَ مَا تَرَكْتُهُ, حَتَّى يُظْهِرَهُ اللهُ، أَوْ أَهْلِكَ دُونَهُ".
"Demi Allah, jikalau mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, agar aku meninggalkan perkara ini niscaya aku tidak akan meninggalkannya sehingga Allah  menampakkannya atau aku binasa karenanya."
Dari Anas bin Malik , ia berkata, 'Rasulullah  adalah manusia terbaik, manusia paling pemurah, manusia paling berani. Dan pada satu malam, orang-orang merasa terkejut karena mendengar suara keras. Maka orang-orang menuju arah datangnya suara. Tetapi Rasulullah  ditemui menuju pulang dan dia  telah mendahului mereka ke arah datangnya suara. Beliau  berada di atas kuda Abu Thalhah dan di lehernya ada pedang, dan beliau  bersabda: 'Jangan takut, jangan takut.'
An-Nawawi rahimahullah berkata: 'Padanya ada beberapa faedah: di antaranya, keberanian Nabi  karena segeranya keluar menuju musuh dan mendahului semua orang, di mana beliau mencari berita dan kembali sebelum sampainya manusia.
Dari Jabir , ia berkata, 'Di perang Khandaq (parit) kami sedang menggali, tiba-tiba ada batu besar yang sangat keras. Mereka datang kepada Nabi  seraya berkata, 'Ini ada batu besar yang menghalangi di parit.' Nabi  bersabda: 'Aku turun.' Kemudian ia berdiri, sedangkan perutnya diikat dengan batu, dan kami sudah tiga hari tidak merasakan makanan. Maka Rasulullah  mengambil pacul/cangkul, memukul di batu besar, maka ia hancul berkeping-keping. (HR. al-Bukhari). Maksudnya, batu besar yang para sahabat tidak mampu memecahkannya ini, berubah menjadi kerikil kecil yang berhamburan karena kerasnya pukulan Nabi , dan ini menunjukkan kekuatan Nabi .
Sungguh Nabi  memiliki keberanian, keteguhan, ketegaran menghadapi huru hara terberat. Di tempat tertinggi yang tidak ada seorangpun yang menyerupainya, dan tidak mengetahui kadar ketinggiannya kecuali Yang memberikan kemampuan itu kepadanya.
Karena inilah, Nabi  terlibat langsung dalam beberapa peperangan di setiap kehidupan jihadnya. Dan tidak pernah sekali pun bahwa beliau  ingin mundur dari tempat itu barang sejengkal pun. Posisi yang membuat beliau  selalu menjadi pusat perhatian di antara para sahabatnya. Pemimpin yang ditaati, yang kecil dan besar segera mengikuti isyaratnya. Bukan karena beliau seorang utusan Allah , bahkan tatkala mereka melihat keberanian beliau  dibandingkan diri mereka, tidak ada apa-apanya. Padahal di antara mereka ada para pahlawan yang keberanian mereka dijadikan perumpamaan.
Dalam hal ini, Ali bin Abu Thalib  berkata: 'Adalah kami, apabila peperangan telah berkecamuk dan kaum bertemu kaum, kami berlindung dengan Rasulullah , maka tidak ada seorang pun dari kami yang lebih dekat kepada musuh dari pada beliau.' HR. Ahmad dan an-Nasa`i.
Ali  juga berkata: 'Sungguh kami melihat diri kami di perang Badar dan kami berlindung dengan Nabi , sedangkan beliau  adalah yang paling dekat kepada musuh di antara kami. Beliau  adalah manusia paling kuat.' HR. Ahmad.
Dan dalam perang Uhud, Ubay bin Khalaf maju di atas kudanya ingin membunuh Rasulullah  dan berkata, 'Wahai Muhammad, aku tidak selamat jika engkau selamat.' Orang-orang berkata, 'Ya Rasulullah, bolehlah salah seorang dari kami menyerang dia?' Rasulullah  bersabda, 'Biarkanlah dia.' Maka tatkala ia sudah dekat, Rasulullah  mengambil bayonet/pedang dari al-Harits bin ash-Shammah. Ia tergoncang dengannya, para sahabat berhamburan. Kemudian Rasulullah  menghadapinya, lalu menusuknya di lehernya satu tusukan yang membuatnya terguling dari kudanya. Lalu ia kembali kepada kaum Quraisy seraya berkata, 'Muhammad telah membunuhku,' dan mereka berkata, 'Tidak apa-apa.' Ia berkata, 'Jikalau ia dengan semua manusia, niscaya ia membunuh mereka. Bukankah ia telah berkata, 'Aku akan membunuhmu, demi Allah, jikalau ia meludahiku niscaya ia akan membunuhku.' Ia meninggal di jalan ke pulangannya.'
Dan dalam perang Hunain, kaum muslimin berlarian ketika disergap oleh kaum Hawazin dengan panah dan Nabi  tetap teguh menghadapi musuh sambil bersabda:
أَنَـا النَّبِيُّ لَا كَـذِبْ أَنَــا ابْـنُ عَبْـدِ المطَّلِبْ
Aku adalah nabi yang tidak bohong
Aku adalah keturunan Abdul Muthalib
Ya Allah, berilah rahmat dan kesejahteraan kepada nabi kami, kekasih kami Muhammad , kumpulkanlah kami dengannya di negeri kemuliaannya, berilah kami minuman dari tangannya yang mulia, minuman yang enak, tidak pernah haus lagi untuk selamanya.


Mejelis ke Dua Puluh Tujuh
Perang Badar Besar

Di bulan Ramadhan tahun ke dua Hijriyah, terjadi perang Badar yang besar. Dan penyebabnya adalah Nabi  keluar bersama 313 orang untuk menghalangi rombongan unta yang besar milik kaum Quraisy, saat kembali dari Syam. Abu Sufyan  adalah pemimpin kafilah ini dalam kondisi sangat hati-hati dan waspada. Dia selalu bertanya kepada setiap orang yang ditemuinya tentang gerakan kaum muslimin, hingga ia mengetahui keluarnya mereka dari kota Madinah, dan ia dekat dari Badar. Maka ia memindah arah rombongan kafilah ke arah Barat agar melewati jalan pesisir dan meninggalkan jalan Badar yang dipenuhi bahaya. Kemudian mengutus seorang laki-laki mengabarkan kepada penduduk Makkah bahwa harta mereka berada dalam bahaya dan sesungguhnya kaum muslimin telah siap menyerang kafilah mereka.
Tatkala berita itu sampai kepada penduduk Makkah, mereka bersiap-siap untuk menolong Abu Sufyan. Tidak ada yang tertinggal dari pemuka mereka selain Abu Lahab. Mereka berkumpul dari semua kabilah, dan tidak ada yang tertinggal dari kabilah Quraisy selain bani Adi.
Dan saat pasukan ini sampai di Juhfah, mereka mengetahui selamatnya Abu Sufyan dan ia meminta mereka kembali ke kota Makkah. Dan sebagian mereka ingin pulang, namun Abu Jahal mendorong mereka agar terus maju berperang. Maka Bani Zuhrah pulang dan mereka berjumlah 300 orang. Sedangkan yang lainnya meneruskan perjalanan dan mereka berjumlah 1.000 orang pasukan, hingga mereka singgah di luar Badar, di tempat yang luas di belakang gunung yang mengelilingi Badar.
Adapun Rasulullah , ia musyawarah dengan para sahabatnya, maka ia  mendapatkan dari mereka semangat dan keteguhan untuk berjuang dan berkorban fi sabilillah. Maka Rasulullah  merasa senang dan bersabda:
سِيْرُوا وَأَبْشِرُوا، فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى قَدْ وَعَدَنِي إِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ، وَاللهِ لَكَأَنِّي أَنْظُرُ الآنَ إِلَى مَصَارِعِ الْقَوْمِ".
"Berjalan dan bergembiralah, sesungguhnya Allah  telah menjanjikan kepadaku salah satu dari dua golongan. Demi Allah, sekarang seolah-olah aku melihat terjungkalnya kaum (Quraisy).
Nabi  maju dan singgah di dekat lembah yang rendah di Badar. Al-Habbab bin Mundzir  menyarankan agar maju lalu singgah di tempat paling dekat air dari pada musuh. Di mana kaum muslimin mengumpulkan air di telaga untuk diri mereka sendiri. Lalu membiarkan musuh tanpa mempunyai air. Maka Nabi  menerima saran Habbab  dan melakukannya.
Di Malam Jum'at, yaitu di malam perang Badar, di malam tujuh belas Ramadhan, Nabi  berdiri shalat, menangis dan berdoa kepada Allah  serta memohon pertolongan kepada-Nya atas musuh-musuh-Nya.
Dalam Musnad, dari Ali bin Abu Thalib , ia berkata, 'Sungguh aku melihat kami, dan tidak ada di antara kami kecuali tertidur kecuali Rasulullah  di bahwa pohon, shalat dan menangis hingga subuh.
Dan padanya juga, ia berkata, 'Kami ditimpa hujan –maksudnya di malam Badar-, maka kami berlindung di bawah pohon dan perisai, untuk berteduh dengannya dari hujan. dan semalam suntuk Rasulullah  berdoa kepada Rabb-nya dan berkata:

'Jika golongan ini binasa niscaya Engkau tidak disembah.'
Maka tatkala terbit fajar, ia  berseru:
'Shalat, wahai hamba-hamba Allah.' Maka datanglah manusia dari bawah pohon dan perisai, lalu Rasulullah  shalat bersama kami dan mendorong manusia untuk berjuang.
Allah  memberikan bantuan kepada Nabi-Nya dan kaum mukminin dengan pertolongan dari sisi-Nya dan dengan pasukan dari pasukan-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya:
                  •     •           [الأنفال: 9 -10].
(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu :"Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang bertutut-turut". * Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimua menjadi tentram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. al-Anfaal:9-10)
Dan firman Allah :
        [آل عمران: 123]،
Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. (QS. Ali Imran :123)
Dan firman-Nya:
               [الأنْفَال: 17].
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (QS. al-Anfaal :17)
Maka peperangan dimulai dengan pertarungan satu lawan satu, maka Hamzah  membunuh Syaibah bin Rabi'ah, Ali bin Abu Thalib  membunuh Walid bin 'Utbah, dan Utbah bin Rabi'ah dari kaum musyrikin dan Ubaidah bin Haris  dari kaum muslimin terluka.
Kemudian peperangan dimulai dan bertambah sengit. Allah  memberikan bantuan kepada kaum muslimin dengan para malaikat yang berperang di belakang mereka dan meneguhkan hati mereka. Hanya dalam beberapa saat hingga kaum musyrikin kalah dan berlarian mundur, diikuti oleh kaum muslimin yang membunuh dan menawan. Dari kaum musyrikin terbunuh 70 orang, di antaranya Utbah, Syaibah, Walid bin Uqbah, Umayyah bin Khalaf, dan putranya Ali, Hanzhalah bin Abu Sufyan, Abu Jahal dan selain mereka. Dan yang tertawan dari mereka sejumlah 70 orang.
Di antara hasil dari perang Badar bahwa hegemoni kaum muslim bertambah kuat dan mereka menjadi ditakuti di Madinah dan sekitarnya dan bertambah kepercayaan mereka kepada Allah . Mereka yakin bahwa Allah  menolong hamba-hamba-Nya yang beriman, sekalipun mereka berjumlah sedikit terhadap orang-orang kafir, sekalipun jumlah mereka banyak. di antara hasilnya juga, sesungguhnya menguasai keahlian dalam berperang dan mempelajari metode-metode baru dalam berperang, mengejar, berlari, mengepung musuh dan menghalanginya dari sebab-sebab kekuatan dan keteguhan dalam berhadapan.






Majelis ke Dua Puluh Delapan
Perang Uhud
Dan pada bulan Syawal tahun ke tiga Hijriyah, terjadi perang Uhud. Sesungguhnya tatkala Allah  membunuh para pemuka Quraisy di perang Badar dan mereka mendapatkan bencana yang tidak pernah dirasakan sebelumnya, kaum Quraisy ingin membalas dendam dan mengembalikan wibawa mereka yang telah hilang. Maka Abu Sufyan mulai membangkitkan perselisihan terhadap Rasulullah  dan kaum muslimin, memobilisasi kekuatan. Maka ia mengumpulkan hampir 3.000 orang kaum Quraisy dan para sekutunya, dan mereka datang dengan istri-istri mereka agar tidak kabur dan untuk menjaga mereka. Kemudian ia berangkat menuju arah Madinah, lalu singgah di dengar bukit Uhud.
Rasulullah  bermusyawarah kepada para sahabatnya, apakah ia keluar menghadang mereka atau menunggu di kota Madinah? Dan pendapatnya  agar mereka tidak keluar dari Madinah dan membuat benteng dengannya, jika mereka memasukinya, kaum muslimin memeranginya. Akan tetapi satu jamaah dari sahabat-sahabat utama menyarankan agar keluar. Maka Rasulullah  keluar dari Madinah bersama 1.000 orang sahabat, dan hal itu terjadi di hari Jum'at. Maka tatkala pasukan berada di antara Madinah dan bukit Uhud, Abdullah bin Ubay pulang bersama sepertiga (1/3) pasukan dan ia berkata, 'Apakah menyalahi aku dan mendengarkan selain dariku? Dan Rasulullah  meneruskan perjalanan hingga sampai di lembah Uhud dan menjadikan pungguhnya ke arah Uhud, serta melarang manusia berperang hingga dia  memerintahkan mereka. Maka tatkala di pagi hari Sabtu, dia  bersiap perang bersama 700 orang tentara, termasuk 50 orang penunggang kuda.
Dan beliau  mengangkat Abdullah bin Jubair  sebagai pemimpin para pemanah –mereka berjumlah 50 orang- dan menyuruh dia dan pasukannya agar tidak meninggalkan posisi mereka dan jangan berpisah, sekalipun ia melihat burung menerkam tentara, dan mereka berada di belakang tentara, dan Dia  menyuruh mereka agar menghujani kaum musyrikin dengan anak panah agar mereka tidak bisa menyerang kaum muslimin dari belakang.
Dimulailah peperangan, dan di permulaan siang, kemenangan ada di pihak kaum muslim dan kaum musyrikin kabur menyelamatkan diri dan mundur ke kebelakang hingga sampai ke tempat istri-istri mereka. tatkala para pemanah melihat kaburnya mereka (musyrikin), mereka meninggalkan posisi mereka yang Rasulullah  menyuruh mereka agar menjaganya dan mereka berkata, 'Wahai kaum, harta ghanimah.' Maka pemimin mereka (Abdullah bin Jubair ) mengingatkan mereka terhadap pesan Rasulullah  namun mereka tidak mendengarkan dan mengira bahwa orang-orang musyrik tidak akan kembali. Maka pergilah mereka mencari harta ghanimah dan mengosongkan posisi. Para penunggang kuda kaum musyrikin memutar arah dan mereka mendapatkan posisi strategis itu telah kosong dari para pemanah. Maka mereka melewati darinya dan bisa menguasai keadaan hingga datang yang paling belakang dari mereka, lalu mereka mengepung kaum muslimin. Maka Allah  memuliakan orang yang mendapatkan kemuliaan dari mereka dengan mati syahid, para sahabat berpaling, kaum musyrikin sampai kepada Rasulullah , maka mereka melukai wajahnya, mematahkan giginya yang kanan, memecahkan pelindung dari besi dikepalanya, melemparnya dengan batu hingga ia terjatuh dan terjatuh di salah satu galian yang Abu 'Amir al-Fasiq menipu daya kaum muslimin dengannya. Lalu Ali  mengambil tangannya dan Thalhah bin Ubaidillah merangkulnya dan terbunuh Mush'ab bin 'Umair  di hadapannya. Maka ia menyerahkan bendera kepada Ali bin Thalib , melekat dua lingkaran dari lingkaran topi besi di wajahnya, lalu Abu Ubaidah bin Jarrah  melepaskan keduanya. Malik bin Sinan , ayah Abu Sa'id al-Khudri  mengisap darah dari pelipisnya. Kaum musyrikin mendapatkannya, mereka ingin sesuatu yang Allah  menghalangi di antara mereka dan dia. Maka sekitar sepuluh orang kaum muslimin membentengi beliau hingga mereka terbunuh. Kemudian Thalhah bin Ubaidillah  menahan mereka dengan pedang hingga melemahkan mereka darinya. Dan Abu Dujanah  membuat benteng atasnya  dengan punggungnya, sedangkan anak panah tertancap padanya namun ia tidak bergerak. Pada hari itu, mata Qatadah bin Nu'man terluka, maka ia datang kepada Rasulullah , lalu beliau  mengembalikannya dengan tangannya, maka kedua matanya menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
Syetan berteriak dengan suara tinggi, 'Sesungguhnya Muhammad telah terbunuh.' Ucapan itu termakan oleh kebanyakan kaum muslimin dan larilah kebanyakan dari mereka, dan perkara Allah  adalah taqdir yang sudah ditaqdirkan.
Rasulullah  menuju ke arah kaum muslimin dan yang pertama kali mengenal beliau  di bawah topi besi adalah Ka'ab bin Malik , maka ia berteriak dengan suara tinggi, 'Wahai sekalian kaum muslimin, bergembiralah, ini Rasulullah .' Maka beliau  memberi isyarat kepadanya agar diam. Berkumpullah kaum muslimin kepadanya dan bergerak bersamanya ke lembah yang ia singgah padanya, dan pada mereka ada Abu Bakar, Umar, Ali, al-Harits bin Shammah al-Anshari dan selain mereka radhiyallahu 'anhum. Ketika mereka berlindung di gunung, Ubay bin Khalaf menemukan Rasulullah , ia berada di atas kuda ingin membunuh Rasulullah . Maka Rasulullah  menusuknya dengan pedang dan menikam lehernya. Maka memutar balik menuju kaumnya dalam keadaan kalah. Kemudian ia mati di perjalanan pulang menuju Makkah.
Nabi  membasuh darah dari wajahnya, shalat sambil duduk karena lukanya. Hanzhalah  terbunuh, padahal ia sedang junub dari istrinya, mata tatkala ia mendengar panggilan jihad, ia langsung berangkat sebelum mandi. Maka malaikat memandikannya. Kaum muslimin berhasil membunuh pembawa bendera kaum musyrik. Ummu 'Imarah, yaitu Nusaibah binti Ka'ad al-Maziniyah ikut berperang dengan gagah berani, ia ditikam oleh 'Amr bin Qam`ah dengan pedang dan menyebabkan luka parah padanya.
Jumlah yang terbunuh dari kaum muslimin adalah 70 orang dan lebih, dan dari kaum musyrik yang terbunuh berjumlah 23 orang, dan kaum Quraisy mencincang kaum muslimin yang terbunuh dengan tindakan biadab. Dan termasuk yang dicincang adalah Hamzah , paman Rasulullah .

Mejelis ke Dua Puluh Sembilan
Pelajaran yang diambil dari Peristiwa Uhud
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan dalam kitab Zadul Ma'ad beberapa hikmah yang kesudahan yang terpuji yang bisa diambil dari perang Uhud, yaitu:
Pertama, mengenalkan kepada kaum mukminin terhadap buruknya akibat perbuatan durhaka/maksiat, gagal dan perselisihan dan sesungguhnya yang menimpa mereka adalah karena sialnya hal itu. Seperti firman Allah :
         •           •    •    •             [آل عمران: 152]
Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan seizin-Nya sampai pada sa'at kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. (QS. Ali Imran :152)
Maka tatkala mereka merasakan akibat durhaka kepada Rasulullah , pertentangan dan kegagalan mereka, mereka menjadi lebih hati-hati dan waspada setelah hal itu.
Kedua, Sesungguhnya hikmah dan sunnah Allah  pada para rasul dan para pengikut mereka telah berlalu bahwa kemenangan terkadang berada di pihak mereka dan di saat yang lain mereka merasakan kekalahan, akan tetapi kesudahan yang baik adalah untuk mereka. Sesungguhnya jika mereka selalu menang, niscaya masuklah bersama mereka orang-orang beriman dan selain mereka, dan tidak bisa dibedakan yang benar dan tidak.
Ketiga, berbedalah orang beriman yang benar dari orang munafik yang pembohong. Sesungguhnya ketika Allah  memberikan kemenangan kepada kaum muslimin terhadap musuh mereka di perang Badar, pamor mereka naik, masuklah ke dalam agama Islam bersama mereka orang yang tidak punya iman di batinnya. Maka hikmah Allah  menuntut untuk mencoba hamba-Nya untuk membedakan di antara yang beriman dan munafik. Maka orang-orang munafik menampakkan kepala mereka di peperangan ini dan mengungkapkan apa-apa yang mereka sembunyikan. Dan orang-orang beriman menyadari bahwa mereka mempunyai musuh dari dalam rumah mereka sendiri, maka mereka bersiap-siap dan berhati-hati dari mereka.
Keempat, mengeluarkan penghambaan wali-wali dan golongan-Nya di saat senang dan susah, dalam perkara yang mereka suka dan benci, di saat kemenangan mereka dan kemanangan musuh terhadap mereka. Maka apabila mereka tetap taat dan menyembah dalam perkara yang mereka suka dan benci, maka mereka adalah hamba-Nya yang sebenarnya.
Kelima, sesungguhnya jika Allah  selalu menolong mereka, memberikan kemenangan terhadap musuh di setiap peperangan, dan selalu menjadikan keteguhan terhadap musuh-musuh mereka, niscaya jiwa menjadi zalim dan menjadi tinggi, maka tidak ada yang pantas untuk memperbaiki hamba-hamba-Nya kecuali senang dan susah.
Keenam, sesungguhnya apabila Dia  menguji mereka dengan kekalahan, tentu mereka merasa hina dan tunduk, maka mereka pantas mendapatkan kemuliaan dan kemenangan.
Ketujuh, sesungguhnya Allah  menyediakan untuk hamba-hamba-Nya yang beriman tempat (kedudukan) di negeri kemulian-Nya yang tidak bisa dicapai oleh amal ibadah mereka dan mereka tidak mungkin mencapainya kecuali dengan bala dan cobaan, maka Dia  memberikan sebab kepada mereka yang menyampaikan mereka kepadanya berupa cobaan dan ujian.
Kedelapan, dari kesehatan, kemenangan dan kekayaan sesungguhnya jiwa menjadi zalim dan cenderung kepada dunia. Hal itu merupakan penyakit yang menghalangi kesungguhannya berjalan menuju Allah  dan negeri akhirat. Maka bila Rabb  ingin memberikan kemuliaan-Nya, Dia  memberikan cobaan dan ujian yang merupakan obat terhadap penyakit tersebut. Maka cobaan dan ujian tersebut bagaikan dokter yang memberikan obat yang pahit kepada yang sakit, dan jikalau Dia membiarkannya niscaya hawa nafsu akan menguasainya, hingga terjadilah kebinasaan.
Kesembilan, sesungguhnya mati syahid di sisi-Nya merupakan kedudukan tertinggi wali-wali-Nya. Para syuhada adalah orang-orang khusus dan hamba-hamba-Nya yang terdekat. Tidak ada kedudukan setelah para shidiqin kecuali syahid. Dan tidak ada jalan untuk mendapatkan derajat ini kecuali dengan taqdir sebab-sebab yang membawa kepadanya berupa kemenangan musuh.
Kesepuluh, sesungguhnya apabila Allah  ingin membinasakan musuh-musuh-Nya dan memusnahkan mereka, Dia  menciptakan sebab-sebab yang mengakibatkan kebinasaan mereka, dan di antara penyebab terbesar setelah kekafiran mereka adalah: kezaliman dan kecongkakan mereka, melewati batas dalam menyakiti, memerangi dan membunuh para wali-Nya serta menguasai mereka. Maka hal itu menghapuskan dosa dan aib mereka. Semua itu menjadi penyebab bertambahnya sebab-sebab kebinasaan dan kehancuran musuh-musuh-Nya.

Majelis ke Tiga Puluh
Kasih Sayang (Kelembutan) Nabi  Kepada Umatnya (1)

Nabi  sangat sayang kepada umatnya. Maka tidak pernah beliau diberi pilihan di antara dua perkara kecuali memilih yang termudah di antara keduanya, untuk memberikan kemudahan kepada umat dan ingin menghilangkan kesusahan darinya. Karena sebab itulah Nabi  bersabda:
إِنَّ اللهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتا وَلَا مُتَعَنِّتًا, وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا" [رواه مسلم].
"Sesungguhnya Allah  tidak mengangkat aku sebagai orang yang memaksakan kehendak dan tidak pula keras kepala, akan tetapi Dia  mengutusku sebagai guru/pengajar lagi memberikan kemudahan." (HR. Muslim).
Dan beliau bersabda:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ, وَيُعْطِي عَلَيْهِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ" [رَواهُ أَبُوداودَ وصحَّحَه الألبانيُّ].
"Sesungguhnya Allah  Yang Maha Lembut menyukai kelembutan dan memberikan kepadanya sesuatu yang tidak diberikan-Nya kepada kekerasan." HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani.
Dan beliau  bersabda:
مَا كَانَ الرِّفْقُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَمَا نُزِّعَ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانه" [رَواهُ مسْلِم].
"Tidak ada kelembutan pada sesuatu kecuali menghiasinya dan tidak diambil dari sesuatu kecuali mengotorinya."HR. Muslim.
Dan Allah  menggambarkan Nabi-Nya  dengan sifat kasih sayang, Dia  berfirman:
                [التَّوبة: 128].
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min. (QS. at-Taubah:128)
Di antara kasih sayang Nabi  kepada umatnya, sesungguhnya seorang laki-laki datang kepada Nabi , ia berkata, 'Aku binasa, wahai Rasulullah .' Beliau  bertanya, 'Apakah yang telah membinasakan engkau?' Ia menjawab, 'Aku terjatuh (jima') atas istriku di bulan Ramadhan.' Beliau  bertanya lagi, 'Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk memerdekakan budak?' Ia menjawab, 'Tidak.' Beliau bertanya lagi, 'Apakah engkau mampu puasa dua bulan berturut-turut? Ia menjawab, 'Tidak.' Beliau bertanya lagi, 'Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk memberi makan enam puluh (60) orang miskin? Ia menjawab, 'Tidak.' (Perawi) berkata, 'Kemudian ia duduk, lalu Nabi  diberikan karung yang berisi kurma. Maka beliau  bersabda, 'Bersedekahlah dengan ini.' Laki-laki itu bertanya, 'Apakah kepada orang yang lebih miskin dari pada kami? Tidak ada di antara dua batu (maksudnya, kota Madinah) satu keluarga yang lebih membutuhkannya dari pada kami.' Maka Nabi  tertawa sehingga nampak giginya. Kemudian beliau bersabda, 'Pergilah, maka beri makanlah kepada keluargamu.' (muttafaqun 'alaih).
Perhatikanlah kasih sayang Nabi  kepada laki-laki yang bersalah ini, yang berhubungan badan dengan istrinya di bulan Ramadhan. Sesungguhnya Nabi  bersikap lembut kepadanya dan turun bersamanya dari hukuman yang berat kepada yang lebih ringan. Hingga akhirnya beliau yang memberikan sesuatu untuk menebus kesalahannya. Bahkan dia  mengijinkan untuknya mengambil pemberian ini dan memberi makan kepada keluarganya, karena melihat kebutuhan dan kemiskinannya. Alangkan agungnya kasih sayang nabawi ini, alangkah indahnya kelembutan Nabi Muhammad .
Mu'awiyah bin al-Hakam as-Sulami berkata, 'Ketika aku shalat bersama Rasulullah , tiba-tiba seorang laki-laki bersin. Maka aku berkata, 'Yarhamukallah (semoga Allah  memberi rahmat kepadamu).' Maka semua orang mengarahkan pandangannya kepadaku. Aku berkata, 'Wa tsukla umayyah (ibu kalian kematian anaknya), kenapa kamu memandang saya? Maka mereka memukul tangan ke paha mereka. maka tatkala aku melihat mereka menyuruhku diam, aku pun diam. Maka tatkala Nabi  selesai shalat, aku tidak pernah melihat sebelum dan sesudahnya seorang guru yang lebih baik pengajarannya darinya . Demi Allah, dia  tidak menggertak dan tidak pula memukulku. Beliau bersabda:
إِنَّ هذِهِ الصَّلاَةَ لاَ يَصْلُحُ فِيْهَا شَيْئٌ مِنْ كَلاَمِ النَّاسِ, وَإِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيْحُ وَالتَّكْبِيْرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ
"Sesungguhnya shalat ini tidak pantas padanya sesuatu dari pembicaraan manusia. Sesungguhnya ia adalah tasbih, takbir dan membaca al-Qur`an." (HR. Muslim).
An-Nawawi rahimahullah berkata, 'Dalam hadits tersebut mengandung keagungan akhlak Rasulullah  yang Allah  bersaksi baginya, kelembutannya kepada orang jahil dan kasih sayangnya kepadanya. Dan padanya: berakhlak dengan akhlaknya  dalam sikap lemah lembut kepada orang jahil, pengajarannya yang baik, lemah lembut kepadanya, dan mendekatkan kebenaran kepada pemahamannya.'
Di antara kelembutan dan kasih sayang Nabi  kepada umatnya, bahwa beliau  melarang wishal (menyambung) puasa karena khawatir diwajibkan kepada manusia.
Di antara kelembutan Nabi  kepada umatnya, bahwa dia  melaksanakan shalat di malam bulan Ramadhan di masjid selama tiga malam atau lebih, hingga berkumpul di belakangnya jemaah yang banyak. kemudian dia  tidak keluar kepada manusia setelah itu karena khawatir shalat ini diwajibkan kepada manusia.
Di antara kelembutan Nabi  kepada umatnya, bahwa beliau  dan sahabatnya masuk ke dalam masjid. Ternyata ada tali yang diikat di antara dua tiang. Beliau bertanya, 'Tali apa ini.' Mereka menjawab, 'Ini adalah tali Zainab, apabila dia merasa capek, ia bergantung dengannya.' Nabi  bersabda:
حُلُّوهُ، لِيُصَلِّ أَحَدُكُمْ نَشَاطَهُ، فَإِذَا فَتَرَ، فَلْيَقْعُدْ" [مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ]
'Lepaslah, hendaklah seseorang darimu shalat sekadar kemampuannya. Apabila ia merasa capek hendaklah ia duduk." (Muttafaqun 'alaih).






Majelis ke Tiga Puluh Satu
Kasih Sayang (Kelembutan) Nabi  Kepada Umatnya (2)
Pembicaran tentang kasih sayang Nabi  masih berlanjut.
Dari Anas bin Malik , ia berkata, 'Ketika kami berada di masjid bersama Rasulullah , tiba-tiba datang seorang badawi, lalu kencing sambil berdiri di dalam masjid. Maka para sahabat Rasulullah  berkata: 'Berhenti, berhenti.' Maka Rasulullah  bersabda, 'Biarkanlah dia, janganlah kamu menghentikannya, maka mereka membiarkannya hingga selesai kencing. Kemudian Nabi  memanggilnya seraya bersabda:
إِنَّ هذهِ المسَاجِدَ لَا تصلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا البَوْلِ وَالْقَذَرِ، إِنَّما هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ".

"Sesungguhnya masjid ini tidak pantas bagi sesuatu dari kencing dan kekotoran ini, sesungguhnya ia untuk zikir kepada Allah  dan membaca al-Qur`an.'
Anas  berkata, 'Kemudian beliau  menyuruh seseorang, kemudian ia mengambil segayung air, lalu menyiramkannya kepadanya.' (Muttafaqun 'alaih).
Di antara gambaran kelembutan Muhammad , sesungguhnya seorang pemuda datang kepada Nabi , ia berkata, 'Ya Rasulullah, ijinkanlah aku berzinah.' Maka orang-orang menghadap kepadanya dan menghardiknya serta berkata, 'Diam, diam.' Nabi  bersabda, 'Mendekatlah.' Lalu ia mendekat kepadanya. Nabi  bersabda, 'Apakah engkau menyukainya untuk ibumu? Ia berkata, 'Tidak demi Allah.'
Nabi  bersabda, 'Semua manusia tidak menyukainya untuk ibu mereka, apakah engkau menyukainya untuk putrimu?' Ia menjawab, 'Tidak demi Allah, wahai Rasulullah. Semoga Allah  menjadikan diriku sebagai tebusanmu.'
Nabi  bersabda, 'Semua manusia tidak ada yang menyukainya untuk putri-putri mereka. Apakah engkau menyukainya untuk saudarimu? Ia menjawab, 'Tidak, demi Allah. Semoga Allah  menjadikan diriku sebagai tebusan engkau.'
Nabi  bersabda, "Semua manusia tidak ada yang menyukainya untuk saudari-saudarinya, apakah engkau engkau menyukainya untuk bibimu (saudari bapakmu)? Ia menjawab, 'Tidak, demi Allah, semoga Allah  menjadikan diriku sebagai tebusan engkau.'
Nabi  bersabda, 'Semua manusia tidak ada yang menyukainya untuk bibi mereka, apakah engkau menyukainya untuk bibimu (saudari ibumu)? Ia menjawab, 'Tidak, demi Allah, semoga Allah  menjadikan diriku sebagai tebusan engkau.'
Nabi  bersabda, 'Dan semua manusia tidak ada yang menyukainya untuk bibinya (saudari ibu)? Ia menjawab, 'Tidak, demi Allah, semoga Allah  menjadikan diri sebagai tebusan engkau.'
Beliau  bersabda, 'Dan semua manusia tidak ada yang menyukainya untuk bibi mereka.' Kemudian beliau  meletakkan kedua tangannya kepadanya dan berdoa:
"اللَّهُمَّ اغْفِرْ ذَنْبَه، وَطَهِّرْ قَلْبَهُ، وَحَصِّنْ فَرْجَهُ"، فَلَمْ يَكُنْ بَعْدَ ذَلِكَ الْفَتَى يَلْتَفِتُ إِلى شَيْءٍ. [رَواه أَحْمد].
"Ya Allah, ampunilah dosanya, bersihkanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya.'
Maka pemuda itu tidak pernah melihat kepada perzinahan setelah itu.' (HR. Ahmad).
Dengan uslub (metode, tata cara) yang lembut seperti ini, Nabi  bisa memasukkan ke dalam hati pemuda ini dan membuatnya merasa kotor terhadap perbuatan zina yang dia meminta ijin kepadanya, dan hal itu menjadi penyebab keshalihan istiqamah dan iffahnya pemuda ini,.
Di antara kelembutan Nabi  terhadap umatnya, terdapat pada hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas , ia berkata, 'Ketika Nabi  sedang khutbah, tiba-tiba ada seorang laki-laki berdiri, maka beliau bertanya tentang dia, mereka menjawab, 'Abu Israil bernazar bahwa ia berdiri di panas matahari dan tidak duduk, tidak berteduh dan tidak berbicara, dan berpuasa.' Maka Nabi  bersabda:
"مُرُوه فَلْيَتَكَلَّمْ, وَلْيَسْتَظِلَّ, وَلْيَقْعُدْ، وَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ" [رواهُ البخَارِيُّ].
Suruhlah dia, hendaklah dia berbicara, berteduh, duduk, dan meneruskan puasanya." (HR. al-Bukhari).
Di antara hal itu, hadits yang diriwayatkan Abdullah bin 'Amr bin 'Ash , ia berkata, 'Nabi  diberitahu bahwa aku berkata, 'Demi Allah, aku akan selalu puasa di siang hari dan shalat di malam hari selama hidupku.' Nabi  bertanya, 'Apakah engkau yang mengatakan hal itu? Aku berkata kepadanya, 'Sungguh aku telah mengatakannya, -tebusan engkau adalah ayah dan ibuku- wahai Rasulullah. Beliau  bersabda:
فَإِنَّكَ لَا تَسْتَطِيعُ ذَلِكَ، فَصُمْ وَأَفْطِرْ، وَنَمْ وَقُمْ, وَصُمْ مِنَ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ, فَإِنَّ الحسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا, وَذَلِك مِثْلُ صِيَامِ الدَّهْرِ".
'Engkau tidak mampu melakukan hal itu.' Maka puasa dan berbuka, tidur dan shalat, puasalah tiga hari dalam sebulan, maka sesungguhnya kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat, dan hal itu sama seperti puasa setahun."
Dalam satu riwayat, 'Apakah benar kabar kepadaku bahwa engkau puasa di siang hari dan shalat di malam hari? Aku menjawab, 'Benar, wahai Rasulullah. Beliau bersabda, 'Janganlah engkau lakukan, puasa dan berbukalah, tidur dan shalatlah. Maka sesungguhnya tubuhmu mempunyai hak atasmu, kedua matamu mempunyai hak atasmu, istrimu punya hak atasmu, tamu engkau mempunyai hak atasmu, sesungguhnya cukuplah engkau puasa tiga hari setiap bulan. Sesungguhnya untukmu setiap kebaikan dibalas sepuluh kali lipat, maka sesungguhnya hal itu sama puasa setahun. Abdullah  berkata, 'Aku memberatkan diri, maka diberatkan kepadaku.' Aku berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai kekuatan.' Beliau bersabda, 'Puasalah seperti puasa nabiyullah Daud , jangan engkau tambah atasnya.' Aku bertanya, 'Seperti apakah puasa Nabi Daud ? Beliau menjawab, 'Puasa setengah tahun.' Maka Abdullah  berkata setelah lanjut usia, 'Andaikan aku menerima keringanan yang diberikan Rasulullah ." Muttafaqun 'alaih.

Majelis ke Tiga Puluh Dua
Perang Ahzab
Pada bulan Syawal tahun kelima menurut pendapat paling kuat, terjadilah perang Ahzab yang dikenal dengan nama "Perang Parit".
Dan penyebab terjadinya peperangan ini adalah bahwa Nabi  tatkala mengusir Yahudi Bani Nadhir pada tahun ke empat Hijriyah dari kota Madinah karena usaha mereka membunuh Nabi . Keluarlah segolongan dari pemimpin mereka ke kota Makkah, mendorong dan menganjurkan kaum Quraisy untuk memerangi Rasulullah , menjanjikan kemenangan mereka terhadap Rasulullah , maka kaum Quraisy memenuhi ajakan mereka dan berkumpul bersama mereka untuk memeranginya. Kemudian mereka keluar, lalu mendatangi kabilah Ghathafan dan Bani Sulaim dan mengajak mereka, mereka pun memenuhi ajakan tersebut. Kemudian mereka mengelilingi kabilah-kabilah arab, mengajak mereka memerangi Rasulullah .
Maka keluarlah kaum Quraisy dalam pasukan berjumlah empat ribu prajurit di bahwa pimpinan Abu Sufyan, dan memimpin bersama mereka tiga ratus (300) penunggang kuda dan seribu lima ratus (1.500) pasukan berunta. Ditambah pasukan Bani Salim di Marr Zahran yang berjumlah tujuh ratus (700) prajurit. Keluar juga bersama mereka Banu Asad, dan keluar bani Fazarah yang pasukannya berjumlah seribu (1.000) prajurit. Keluar pula bani Asyja' yang berjumlah empat ratus (400) prajurit. Keluar pula bani Murrah yang juga berjumlah empat ratus (400) prajurit. Dan jumlah semua yang terlibat dalam perang Ahzab dari semua kabilah berjumlah sepuluh ribu (10.000) prajurit, dan mereka itulah yang dinamakan ahzab (sekutu).
Maka tatkala sampai kabar kepada Rasulullah  tentang keberangkatan mereka dari Makkah, dia  meminta pendapat banyak orang, maka Salman al-Farisi  menyarankan agar menggali parit yang menghalangi di antara musuh dan kota Madinah, maka Rasulullah  menyuruh melaksanakannya. Maka kaum muslimin segera menggalinya dan Rasulullah  ikut serta menggali dengan tangannya sendiri. Penggalian Khandaq/parit itu di depan bukit Sala', di mana kaum muslimin menjadikan gunung/bukit di belakang pundak mereka dan parit berada di antara mereka dan kaum kafir.
Kaum selesai menggali parit dalam tempo enam hari, maka Nabi  dan kaum muslimin yang bersamanya yang berjumlah tiga ribu (3.000) prajurit membuat benteng dengan gunung di belakang dan parit di depan mereka. Dan Nabi  menyuruh para wanita dan anak-anak, untuk tinggal di tengah kota Madinah.
Berangkatlah Huyay bin Akhthab ke Bani Quraizhah, dan di antara mereka dan Rasulullah  ada perjanjian. Maka senantiasa kekejian tetap bersama mereka, sehingga mereka membatalkan janji bersama Rasulullah  dan mereka masuk bersama kaum musyrik dalam memerangi Rasulullah . Bertambah beratlah bala atas kaum muslimin dan muncullah kemunafikan, dan sebagian Bani Haritsah meminta ijin kepada Rasulullah untuk kembali ke Madinah dan berkata (yang diceritakan dalam al-Qur`an):
 •            [الأحزاب: 13],
Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)".Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari. (QS. al-Ahzaab:13)
Dan Bani Salamah merasa gelisah dengan kegagalan, kemudian Allah  menetapkan kedua golongan.
Dari al-Bara` bin 'Azib , ia berkata, 'Tatkala Rasulullah  menyuruh kami menggali parit, ada sebuah batu besar yang sangat keras menghalangi kami di sebagian parit, yang tidak bisa dihancurkan oleh pacul. Maka kami mengadukan hal itu kepada Nabi . Lalu Rasulullah  datang, tatkala dia  melihatnya, ia  melemparkan pakaiannya dan mengambil pacul dan berkata: Bismillah (dengan nama Allah ). Kemudian dia  memukulnya sekali pukulan yang menghancurkan sepertiganya, dan beliau bersabda:
اللهُ أَكْبَرُ، أُعْطِيتُ مَفَاتِيحَ الشَّامِ، وَاللهِ إِنِّي لَأُبْصِرُ قُصُورَهَا الحُمْرَ السَّاعَةَ
"Allah  Maha Besar, aku telah diberikan kunci-kunci Syam, demi Allah, sesungguhnya aku melihat istana-istananya yang merah pada saat ini."
Kemudian dia  memukul yang kedua, lalu mematahkan sepertiga yang lainnya dan bersabda:
"اللهُ أَكْبَرُ، أُعْطِيتُ مَفَاتِيحَ فَارِسٍ, وَاللهِ إِنِّي لَأبْصِرُ القَصْرَ الْأَبْيَضَ مِنَ المدَائِنِ"،
'Allah  Yang Maha Besar, aku telah diberikan kunci-kunci (kerajaan) Persi, demi Allah, sesungguhnya aku melihat istana putih dari Madain.'
Kemudian beliau  memukul yang ketiga kalinya dan bismillah, maka ia menghancurkan sepertiga batu, dan beliau bersabda:
اللهُ أَكْبَرُ، أُعْطِيتُ مَفَاتِيحَ اليَمَنِ, وَاللهِ إِنِّي لَأُبْصِرُ أَبْوَابَ صَنْعَاءَ مِنْ مَكَانِيَ هَذِهِ السَّاعةَ".
"Allah  Yang Maha Besar, sesungguhnya telah diberikan kunci-kunci Yaman. Demi Allah, sesungguhnya aku melihat pintu-pintu Shan'a dari tempatku pada saat ini."
Kaum musyrikin mengepung Rasulullah  selama satu bulan dan tidak terjadi di antara mereka peperangan karena adanya parit yang menghalangi di antara mereka dan kaum muslimin.
Para pakar sejarah berkata, 'Di hari Khandak ada rasa takut yang sangat, kegagalan manusia, takut terhadap keturunan dan harta. Kaum musyrik mencari celah parit yang mereka bisa menyeberangkan kuda mereka. Maka segolongan dari mereka bisa menyeberang, di antaranya 'Amr bin Wudd, lalu ia mengajak perang tanding, dia sudah berusia tujuh puluh (70) tahun, lalu Ali  menantangnya lalu membunuhnya.
Maka jadilah mereka mengumpulkan pasukan besar yang termasuk Khalid bin Walid  dan berperang hingga malam hari. Saat itu, Rasulullah  bisa melaksanakan shalat zuhur dan ashar seraya bersabda:
شَغَلُونَا عَنِ الصَّلَاةِ الوُسْطَى، مَلَأَ اللهُ بُيُوتَهُمْ وَقُبُورَهُمْ نَارًا
'Mereka telah menyibukkan kita dari shalat wushtha, semoga Allah  mengisi rumah dan kubur mereka dengan api.'
Kemudian Allah  menciptakan perkara dari sisi-Nya, menghinakan musuh dengannya, dan mencerai beraikan sekutu mereka. Hal itu berawal dari Nu'aim bin Mas'ud  yang telah masuk Islam, sedangkan kaum musyrikin dan Yahudi tidak mengetahui tentang keislamannya. Maka dia berjalan di antara kaum Quraisy dan bani Quraizhah, lalu ia mengadu domba di antara mereka. Kemudian angin puyuh bertiup kencang. Maka Abu Sufyan berkata kepada pasukannya, 'Kamu tidak berada di kampung tempat tinggalmu. Kuda dan unta telah binasa dan bani Quraizhah sudah berbeda, dan kita menghadapi angin kencang seperti yang kamu lihat, maka berangkatlah, sesungguhnya aku berangkat (pulang). Dan terbunuh tiga orang dari kaum musyrikin dan enam orang dari kaum muslimin.'

Majelis ke Tiga Puluh Tiga
Keadilan Nabi 
Islam datang dengan keadilan yang absolut, seperti dalam firman Allah :
 •         [النحل: 90].
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat. (QS. an-Nahl :90)
Dan firman-Nya:
  •            [المائدة: 8].
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. (QS. al-Maidah :8)
Di antara gambaran keadilan Nabi  yang merata, sesungguhnya seorang perempuan terhormat dari Bani Makhzum mencuri. Persoalan perempuan ini menarik perhatian kaum Quraisy, dan mereka ingin mencari perantara di sisi Rasulullah  untuk menghindarkan hukum had darinya. maka mereka berkata, 'Siapakah yang membicarakan kepada Rasulullah  dalam persoalannya? Mereka berkata, 'Tidak ada yang berani atasnya kecuali Usamah bin Zaid  yang dicintai Rasulullah . Maka perempuan itu dibawa ke hadapan Rasulullah , lalu Usamah bin Zaid  membicarakan tentang perempuan itu kepada Rasulullah . Maka berubahlah raut muka Rasulullah  dan bersabda:
أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللهِ؟
"Apakah engkau memberi syafaat dalam had dari had-had Allah ?
Usamah  berkata, 'Mintakanlah ampunan untukku, wahai Rasulullah.' Maka tatkala di waktu isya, Rasulullah  berdiri memberikan pidato. Lalu beliau  memuji Allah  sebagaimana mestinya, kemudian bersabda:
"أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّما أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الحَدَّ، وَإِنِّي وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ، لَقَطَعْتُ يَدَهَا" [مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ].
"Amma ba'du, sesungguhnya yang membinasakan umat sebelum kamu adalah bahwa mereka, apabila orang yang mulia mencuri di antara mereka, mereka membiarkannya. Dan apabila orang yang lemah mencuri pada mereka, mereka menegakkan hukum atasnya. Dan sesungguhnya aku, demi Allah yang diriku berada di tangan-Nya, jika sesungguhnya jika Fathimah binti Muhammad mencuri niscaya aku akan memotong tangannya." Muttafaqun 'alaih.
Inilah keadilan Nabi  yang tidak membedakan di antara orang yang mulia dan hina, atau di antara yang kaya dan miskin, atau di antara pemerintah dan rakyat. Semuanya berada di dalam timbangan kebenaran dan keadilan dalam porsi yang sama.
Dan termasuk dalam gambaran hal itu pula, sesungguhnya an-Nu'man bin Basyir  berkata, 'Ayahku memberikan satu pemberian kepadaku, lalu ibunya Umrah binti Rawahah radhiyallahu 'anha berkata, 'Aku tidak ridha sehingga Rasulullah  bersaksi. Maka ia datang kepada Rasulullah  seraya berkata, 'Sesungguhnya aku memberikan satu pemberian kepada anakku dari Umrah bin Rawahah , lalu ia menyuruhku agar mempersaksikan kepada engkau, wahai Rasulullah. Rasulullah  bersabda, 'Apakah engkau memberikan seperti ini kepada semua anakmu? Ia menjawab, 'Tidak.' Beliau  bersabda:
فاتَّقُوا اللهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَبْنَائِكُمْ
'Bertaqwalah kepada Allah  dan berlaku adilah di antara anak-anakmu.'
Maka Basyir  pulang dan menarik kembali pemberiannya.' Muttafaqun 'alaih.
Dalam satu riwayat, ia berkata, 'Apakah engkau mempunyai anak selain dia? Ia menjawab, 'Ya.' Beliau  bersabda, 'Apakah engkau memberikan semuanya seperti ini? Ia  menjawab, 'Tidak.' Beliau  bersabda, 'Maka aku tidak mau bersaksi di atas kezaliman.' Muttafaqun 'alaih.
Zulkhuwaishirah at-Tamimi datang saat Nabi  membagi harta, lalu berkata, 'Berlaku adillah, wahai Rasulullah! Maka Rasulullah  bersabda:
"وَيْلَكَ! وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ؟ قَدْ خِبْتُ وَخَسِرْتُ إِذَا لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ" [متفقٌ عَلَيْهِ
"Celakalah engkau, siapakah yang adil apabila aku tidak adil? Sungguh aku merugi apabila aku tidak berlaku adil." Muttafaqun 'alaih.
Dia lah  yang Allah  memberikan karunia kepadanya, meluruskannya, memberikan amanah wahyu kepadanya, bagaimana mungkin dia tidak adil? Sedangkan dialah yang bersabda:
"إِنَّ المقْسِطِينَ عِنْدَ اللهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ، الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وُلّوا" [رَوَاهُ مُسْلِم].
"Sesungguhnya orang-orang yang adil di sisi Allah  berada di atas minbar dari cahaya, yaitu orang-orang yang berlaku adil dalam hukum mereka, keluarga mereka, dan apa yang mereka pegang." HR. Muslim.
Adapun keadilan di atara semua istri, sungguh Nabi  melaksanakan dengan sebenarnya. Di mana beliau  membagi di antara mereka apa yang dia  mampu membaginya berupa rumah, nafkah, dan selain keduanya dengan keadilan sempurna saat safar dan muqim. Menginap di sisi setiap istri satu malam. memberi nafkah apa yang ada di tangannya dengan pembagian yang sama. Membangun bagi setiap orang satu kamar. Apabila akan safar, beliau  mengundi di antara mereka, setiap orang pada gilirannya. Dan tatkala hal itu terasa berat atasnya dan mereka menyadari bahwa beliau  ingin menetap di rumah Aisyah radhiyallahu 'anha, mereka mengijinkan beliau  agar menetap saat sakit di rumah Aisyah. Maka beliau  tinggal di rumahnya hingga wafat. Kendati sudah berlaku adil seperti itu, beliau meminta uzur kepada Allah  seraya berkata:
اللهُمَّ هَذَا قَسَمِي فِيمَا أَمْلِكُ، فَلَا تَلُمْنِي فِيمَا تَمْلِكُ وَلَا أَمْلِكُ" [رواه أبوداود والترمذيُّ].
"Ya Allah, inilah pembagian yang bisa kulakukan, maka janganlah Engkau mencelaku pada sesuatu yang Engkau miliki dan aku tidak memiliki."HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi.
Dan Nabi  memberikan peringatan sikap cenderung kepada salah seorang istri dengan mengurangi hak yang lain. Nabi  bersabda:
مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ, فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا, جَاءَ يَوْمَ القِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ" [رواه مسلم].
"Barangsiapa yang mempunyai dua orang istri, lalu ia cenderung kepada salah seorang dari keduanya, niscaya ia datang pada hari kiamat sedangkan sebelahnya miring." HR. Muslim.





Majelis ke Tiga Puluh Empat
Tipu Daya kaum Yahudi dan Sikap Nabi  Terhadap Mereka
Telah kami sebutkan bahwa Nabi  melakukan perdamaian dengan kaum Yahudi yang ada di Madinah dan mengikat perjanjian bersama mereka agar sama-sama tidak mengganggu, namun mereka terlalu cepat melanggar perjanjian tersebut, mereka mulai melemparkan perjanjian yang mereka sudah terkenal dengannya, dan merajut tipu daya dan konspirasi.
Di antara tipu daya kaum Yahudi Bani Qainuqa', mereka mengambil kesempatan sibuknya Nabi  bersama kaum muslimin dalam perang Badar. Salah seorang dari mereka melakukan pelecehan seksual kepada seorang wanita muslimah dan membuka tubuhnya di hadapan orang banyak di pasar. Maka wanita itu berteriak, lalu bangkitlah seorang lelaki dari kaum muslimin dan membunuh orang Yahudi tersebut. Maka orang-orang Yahudi mengeroyoknya lalu membunuhnya. Dan Nabi  kembali dari Badar dan memanggil kaum Yahudi untuk menanyakan kepada mereka tentang persoalan yang telah terjadi di antara bala dan kejahatan. Maka menjawabnya dengan kasar, bahkan mengirim kertas perjanjian dan siap berperang. Maka Nabi  mengepung mereka, maka tatkala mereka merasa tidak mampu berperang melawan kaum muslimin, mereka meminta Nabi  agar melepaskan mereka dengan imbalan semua harta untuknya dan keturunan dan wanita untuk mereka. Maka dia  menerima tawaran mereka dan mengusir mereka dari kota Madinah, dan kaum muslimin mengambil senjata dan barang yang banyak dari benteng mereka.
Adapun Yahudi Bani Nadhir, mereka melanggar janji dan berusaha membunuh Nabi . Pada tahun ke empat Hijriyah, Nabi  datang kepada Bani Nadhir, meminta tolong kepada mereka dalam membayar diyat. Ternyata mereka duduk di belakang dinding dan berkonspirasi untuk membunuhnya, Amr bin Jahhasy bertugas untuk melemparkan raha (kincir tangan) kepada Nabi .
Datanglah kepada Rasulullah  berita dari langit, lalu beliau berdiri dan keluar pulang ke Madinah.
Kemudian Nabi  menghukum mereka dengan mengusir mereka dari Madinah ke Khaibar, mereka pun keluar dan mengangkut harta benda mereka yang dibawa enam ratus (600) ekor unta, maka mereka menghancurkan rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan keluar menuju Khaibar.
Adapun Yahudi bani Quraizhah, sudah diceritakan bahwa mereka telah melanggar janji, dan bersekutu bersama kaum musyrikin dan tentara sekutu untuk memerangi Rasulullah  dalam perang Khandaq. Maka tatkala Allah  menghinakan tentara Ahzab, menceraiberaikan kelompok mereka dan mereka pulang, Nabi  keluar bersama tiga ribu (3.000) tentara untuk menghukum bani Quraizhah, lalu mengepung dan menyempitkan jalan mereka. Maka mereka meminta kepada Nabi  untuk tunduk di atas keputusan Sa'ad bin Mu'adz . Maka dia  memutuskan bahwa laki-laki yang mampu berperang dibunuh, wanita dan anak-anak ditawan dan harta mereka dibagi. Lalu dipenggallah leher semua laki-lai dan sebagian dari mereka mendapat pengecualian dari hukum ini.
Inilah hukum yang dipilih oleh kaum Yahudi, karena mereka meminta agar Sa'ad bin Mu'adz  yang memberikan keputusan kepada mereka, karena mengira bahwa dia akan memihak kepada mereka, karena hubungan mereka bersama suku Aus. Demikianlah, sungguh kaum Yahudi telah menghukum para tawanan mereka melebihi hal itu. Disebutkan dalam Taurat, dalam safar adad, ishlah (31/6-35) berikut ini: Bani Israil menawan para wanita dan anak-anak Madyan, merampas semua binatang, ternak dan harta benda milik mereka, membakar semua kota, tempat tinggal, dan semua benteng mereka dengan api. Musa  murka kepada mereka dan berkata: 'Apakah kaum membiarkan semua wanita hidup? Maka sekarang, musnahkanlah setiap anak kecil laki-laki dan setiap wanita yang sudah pernah tidur bersama laki-laki, bunuhlah dia, akan tetapi semua anak perempuan yang belum pernah tidur dengan laki-laki, biarkanlah dia tetap hidup bersama kamu.' Kita berlindung kepada Allah , bahwa Musa  memutuskan dengan pembantaian massal seperti ini. Akan tetapi seperti inilah mereka mengubah Taurat dan keputusan mereka terhadap para tawanan mereka.

Majelis ke Tiga Puluh Lima
Kenapa Disyari'atkan Berperang?
Sesungguhnya Nabi  tidak disertai pedang untuk membunuh manusia untuk memaksa mereka masuk agama Islam. Al-Qur`an dengan tegas menolak dasar ini. firman Allah :
      [البقرة: 256]،
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);. (QS. al-Baqarah :256)
   ••     [يونس: 99]
Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya (QS. Yunus :99)
      [الكافرون: 6].
Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku (QS. al-Kafirun :6)
Akan tetapi, hal ini tidak berarti bahwa negara tetap berpangku tangan menghadapi kezaliman di dalam dan luar negeri. Allah  memberikan ijin kepada orang-orang beriman untuk mempertahankan diri mereka dan mengambil hak mereka sekadar kezaliman mereka, tanpa tambahan atau melewati batas. Firman Allah :
           [البقرة: 194],
Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. (QS. al-Baqarah :194)
Dan firman-Nya:
:           [البقرة: 190]،
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. al-Baqarah :190)
     [البقرة: 191].
Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. (QS. al-Baqarah:191)
Hal ini menjelaskan bahwa dasar disyari'atkannya perang dalam Islam adalah mempertahankan diri dan menjaga umat dari tindakan zalim, konspirasi dan tipu daya dari dalam dan luar negeri. Apabila kita memperhatikan sejarah peperangan dalam Islam, hakekat ini menjadi kuat bagi kita, sesungguhnya 'tatkala bertambah kezaliman penduduk Makkah, Nabi  memilih keluar dari rumahnya setelah mereka berkonspirasi untuk membunuhnya. Merekalah yang memulai permusuhan terhadap kaum muslimin. Di mana mereka mengusir mereka (muslimin) dari kampung halaman mereka dengan cara yang tidak benar. Maka setelah hijrah, Allah  mengijinkan kaum muhajirin memerangi kaum musyrik Quraisy dengan firman-Nya dalam surah al-Hajj:
       •                  ...
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnaya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. * (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata:"Rabb kami hanyalah Allah".. (QS. al-Hajj :39-40)
Karena itulah, Rasulullah  tidak menyerang kecuali kepada kaum Quraisy, bukan kepada semua bangsa Arab.
Maka tatkala selain penduduk Makkah dari kaum musyrik arab bersekutu dan bersatu bersama para musuh menyerang kaum muslimin, Allah  memerintahkan memerangi semua kaum musyrikin dengan firman-Nya dalam surah Taubah:
        [التوبة: 36].
dan perangilah musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi semuanya; dan ketahuilah bahwasannya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa. (QS. at-Taubah :36)
Dan dengan sebab itulah, jihad menjadi universal bagi setiap orang yang tidak mempunyai kitab suci, dari para penyembah berhala, dan inilah kebenaran sabda Rasulullah :
"أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا لَا إِلَه إِلَّا اللهُ، فَإِنْ قَالُوهَا عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَـهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ".
"Aku diperintahkan memerangi manusia sehingga mereka mengatakan laailaaha illallah (tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah ), jika mereka mengatakannya, berarti mereka telah menjaga darah dan harta mereka dariku kecuali dengan haknya dan perhitungan mereka kepada Allah .'
Dan ketika kaum menemukan pengkhianatan kaum Yahudi terhadap perjanjian, di mana mereka menolong kaum musyrikin dalam memerangi mereka, Allah  menyuruh memerangi mereka dengan firman-Nya dalam surah al-Anfaal:
 •          •      [الأنفال: 58].
Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. SesungguhnyaAllah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat. (QS. al-Anfaal:58)
Memerangi mereka hukumnya wajib sampai mereka memeluk Islam, atau membayar pajak lewat tangan mereka dalam keadaan terhina, supaya kaum muslimin memberi jaminan keamanan kepada mereka.
Demikian pula kaum Nashrani, Nabi  tidak memulai memerangi mereka. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: 'Adapun kaum Nashrani, maka dia  tidak membunuh seorang pun dari mereka, hingga beliau  mengirim para utusannya -setelah perdamaian Hudaibiyah- kepada semua raja, mengajak mereka masuk Islam. Dia  mengutus kepada kaisar (Heraqlius, penguasa Romawi), Kisra (penguasa Persia, Iran), Muqauqis (penguasa Mesir), Najasyi (penguasa Habasyah), dan raja-raja Arab di Timur dan Syam.
Maka masuklah ke dalam agama Islam sebagian kaum Nashrani dan selain mereka. Kaum Nashrani di Syam marah, lalu membunuh sebagian orang yang masuk Islam dari para pembesar mereka di Ma'aan.
Maka kaum nashrani yang mula-mula memerangi kaum muslimin, membunuh orang yang telah masuk Islam dari mereka secara zalim. Jika tidak demikian, dia  mengutus para rasulnya untuk mengajak manusia kepada Islam secara suka rela, bukan terpaksa, maka dia tidak memaksa seorang pun untuk masuk Islam.
Atas dasar inilah, peperangan Rasulullah  terhadap para musuh berdasarkan sebab-sebab berikut ini:
1. Menganggap kaum musyrikin yang memerangi, karena mereka yang memulai permusuhan, maka kaum muslimin berhak memerangi mereka.
2. Apabila dilihat pengkhianatan dari kaum Yahudi dan mendukung kaum musyrikin, mereka diperangi.
3. Apabila satu kabilah dari bangsa Arab melakukan tindakan melewati batas terhadap kaum muslimin, atau membantu kaum musyrikin, ia diperangi hingga masuk agama Islam.
4. Setiap orang yang memulai permusuhan dari golongan ahli kitab seperti kaum Nashrani, diperangi hingga tunduk dengan Islam atau membayar pajak.
5. Setiap orang yang masuk Islam, berarti ia telah menjaga darah dan hartanya kecuali dengan haknya dan Islam memutuskan hal yang sesudahnya.



Majelis ke Tiga Puluh Enam
Perdamaian Hudaibiyah
Pada tahun ke enam, Rasulullah  berangkat melakukan umrah, mereka segera pergi. Dia  keluar bersama seribu empat ratus (1.400) laki-laki tanpa senjata kecuali senjata orang yang musafir, yaitu pedang dalam sarungnya. Para sahabanya menggiring unta. Maka ketika kaum Quraisy mengetahui, mereka mengumpulkan pasukan untuk menghalanginya dari Baitullahil Haram.
Rasulullah  melaksanakan shalat khauf, kemudian mendekati kota Makkah, maka tunggangannya beristirahat. Kaum muslimin berkata, 'al-Qashwa telah kosong. Nabi  bersabda, 'Ia tidak kosong, sesungguhnya yang menahan ditahan oleh yang menahan tentara gajah. Demi Allah, tidaklah mereka meminta kepadaku pada hari ini satu garis yang mengandung pengagungan kehormatan Allah, melainkan aku memberikannya kepada mereka.
Kemudian Nabi  menghalau untanya, lalu ia berdiri, kemudian kembali hingga singgah di atas satu waduk Hudaibiyah yang sedikit air. Lalu ia mengambil anak panah dari tempat anak panahnya, lalu menancapkan padanya. Maka mengalir air tawar untuk mereka hingga mengambil dengan tangan mereka dari sumur.
Budail pulang, lalu mengabarkan kepada kaum Quraisy, kemudian mereka mengutus 'Urwah bin Mas'ud, untuk membicarakan masalah itu. Para sahabat Nabi  memperlihatkan kepadanya beberapa perkara yang menunjukkan kebesaran cinta mereka kepadanya  dan ketaatan mereka terhadap perintahnya. Ia pun kembali dan menceritakan kepada kaum Quraisy dengan apa yang dilihat dan didengarnya. Kemudian mereka mengutus seorang laki-laki dari bani Kinanah yang bernama Hulais bin 'Alqamah, dan mereka mengutus sesudahnya Mikraz bin Hafsh. Saat dia berbicara dengan Rasulullah , tiba-tiba datang Suhail bin 'Amr, Nabi  bersabda:
"قَدْ سُهِّل لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ".
"Telah dimudahkan bagimu dari perkaramu."
Kemudian terjadilah perdamaian di antara kedua golongan, padahal kalau kaum muslimin melawan musuh mereka di saat itu, niscaya mereka bisa menang, akan tetapi mereka ingin menjaga kehormatan Baitullah. Perdamaian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada peperangan di antara kedua golongan selama sepuluh tahun.
2. Sebagian mereka saling memberi rasa aman kepada yang lain.
3. Nabi  kembali pulang pada tahun ini, dan mereka mengijinkannya  memasuki Makkah pada tahun berikutnya.
4. Sesungguhnya tidak ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasul  dari kaum Quraisy, sekalipun ia beragama Islam, melainkan dia  mengembalikannya kepada mereka, dan mereka tidak mengembalikan kepada Rasul  siapa yang datang kepada mereka dari sisinya .
5. Barangsiapa yang ingin masuk dalam perjanjian Muhammad  dari selain suku Quraisy niscaya ia masuk padanya, dan barangsiapa yang ingin masuk dalam perjanjian Quraisy niscaya ia masuk padanya.

Kesimpulan perdamaian Hudaibiyah
Banyak dari kalangan sahabat yang menentang perdamaian ini dan mereka melihat terdapat kezaliman pada isi perjanjian tersebut dan merugikan kaum muslimin. Akan tetapi mereka merasakan seiring perjalanan waktu adanya kesudahan yang baik dan pengaruh terpuji, di antaranya adalah:
1. Pengakuan kaum Quraisy terhadap keberadaan negara Islam. perjanjian tidak pernah terjadi kecuali di antara dua yang sebanding. Pengakuan ini memberikan pengaruh dalam jiwa kabilah-kabilah yang lain.
2. Masuknya wibawa di hati orang-orang musyrik dan munafik, dan sebagian besar dari mereka yakin dengan kemenangan Islam. Sebagian fenomena itu nampak dengan masuknya sebagian pemimpin Quraisy ke dalam Islam, seperti Khalid bin Walid  dan Amr bin 'Ash .
3. Perdamaian itu memberikan kesempatan untuk menyebarkan Islam dan mengenalkan manusia dengannya, yang membawa banyaknya kabilah arab yang masuk agama Islam.
4. Kaum muslimin merasa aman dari ancaman kaum Quraisy, mereka memindahkan perhatian mereka kepada kaum Yahudi dan kabilah-kabilah lainnya yang bersekutu dengan mereka, maka terjadilah perang Khaibar setelah terjadinya perdamaian Hudaibiyah.
5. Perdamaian itu membuat sekutu-sekutu Quraisy memahami posisi kaum muslimin dan memihak kepadanya. Al-Hulais bin 'Alqamah saat melihat kaum muslimin membaca talbiyah, ia kembali kepada teman-temannya seraya berkata, 'Aku melihat unta telah diberi tanda, maka aku berpendapat bahwa mereka tidak boleh dihalangi dari Baitullah.
6. Perdamaian Hudaibiyah memberikan kesempatan kepada Nabi  untuk mempersiapkan perang Muktah, maka ia merupakan langkah baru untuk menyebarkan dakwah Islam dengan cara lain keluar semenanjung Arab.
7. Perdamaian Hudaibiyah membantu Nabi  untuk mengirim surat kepada raja-raja Persia, Romawi, Qibth, mengajak mereka masuk Islam.
8. Perdamaian Hudaibiyah menjadi sebab dan permulaan penaklukan kota Makkah.

Majelis ke Tiga Puluh Tujuh
Sifat Wafa (memenuhi janji) Nabi 
Islam adalah agama memenuhi janji, menghormati perjanjian, transaksi dan kesepakatan. Firman Allah :
       [المائدة: 1]
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.. (QS. al-Maidah :1)
Dan firman Allah :
    •     [الإسراء: 34].
dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. (QS. al-Israa`:34)
dan firman-Nya:
         [الرعد: 20].
(yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, (QS. ar-Ra'd :20)
Dan Nabi  bersabda:
مَنْ كَانَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ قَوْمٍ عَهْدٌ؛ فَلَا يَحُلَّنَّ عُقْدَةً وَلَا يَشُدَّهَا حَتَّى يَمْضِيَ أَمَدُهُ، أَوْ يَنْبِذَ إلَيْهِمْ عَلَى سَوَاءٍ"
"Dan barangsiapa yang ada perjanjian di antaranya dan di antara kaum, maka janganlah ia melepaskan ikatan dan jangan pula mengikatnya sehingga berlalu masanya, atau melemparkan kepada mereka secara sama." (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi).
Dan ketika datang kepada Nabi  dua orang utusan Musailamah al-Kadzdzab (pembohong), lalu keduanya berbicara, Nabi  bersabda:
"لَوْلَا أَنَّ الرُّسَلَ لَا تُقْتَلُ, لضَرَبْتُ أَعْنَاقَكُمَا" فَجَرت سنتُه أَلا يُقْتَل رَسُولٌ". [رواه أبوداود].
"Jikalau tidak (ada aturan) bahwa para utusan tidak boleh dibunuh niscaya aku memenggal leher kamu berdua.'
Maka berlakukan sunnah bahwa utusan tidak boleh dibunuh. (HR. Abu Daud).
Di antara contoh bahwa Nabi  sangat memenuhi janji bersama orang kafir, yaitu yang diriwayatkan dalam kisah perjanjian Hudaibiyah. Dalam perdamaian yang ditetapkan Nabi  bersama utusan Quraisy, Suhail bin 'Amr. Dan di antara poin perjanjian ini bahwa lelaki yang datang kepada Nabi  dari kaum Quraisy di masa perjanjian ini, dia  mengembalikannya kepada kaum Quraisy, sekali pun dia seorang muslim. Saat mereka menulis sisa perjanjian ini, tiba-tiba datang Abu Jandal bin Suhail bin Amr dalam ikatannya. Dia keluar dari bagian bawah kota Makkah sehingga melemparkan dirinya di antara kaum muslimin. Suhail berkata, 'Wahai Muhammad, ini permulaan aku meminta kepadamu agar mengembalikannya kepadaku.' Nabi  bersabda, 'Sesungguhnya kita belum membatalkan kitab.' Ia berkata, 'Kalau begitu aku tidak membuat perjanjian kepadamu untuk selamanya.' Nabi  bersabda, 'Maka laksanakanlah untukku.' Ia berkata, 'Aku tidak akan melaksanakannya untukmu.' Nabi  bersabda, 'Bahkan, lakukanlah.' Ia menjawab, 'Aku tidak melakukan.' Maka Abu Jandal berteriak dengan suara keras, 'Wahai sekalian kaum muslimin, apakah aku dikembalikan kepada kaum musyrikin yang mengujiku dalam agamaku, dan sungguh aku datang sebagai seorang muslim.' Rasulullah  bersabda, 'Wahai Abu Jandal, sabar dan berharaplah pahala, sesungguhnya Allah  akan menjadikan untukmu dan orang-orang lemah yang bersamamu kelapangan dan jalan keluar. Sesungguhnya kami telah membuat perjanjian di antara kami dan kaum Quraisy dan kami telah memberikan hal itu kepada mereka, dan mereka memberikan kepada kami janji Allah , maka kami tidak bisa melanggar janji dengan mereka." (HR. al-Bukhari).
Demikian pula telah kabur Abu Bashir, dia seorang lelaki dari bani Tsaqib sekutu kaum Quraisy. Maka ia pergi kepada Nabi . Lalu kaum Quraisy mengutus dua orang untuk mencarinya. Maka Nabi  pun mengembalikannya berdasarkan kesepakatan perjanjian Hudaibiyah. Dalam hal ini merupakan bukti bahwa Nabi  menepati janji, menghormati perjanjian dan kesepakatan, sekali pun nampaknya secara lahir merupakan kezaliman terhadap kaum muslimin.
Di antara bukti kesungguhan Nabi  terhadap perjanjian dengan orang-orang kafir, adalah berdasarkan cerita yang diriwayatkan oleh al-Bara`, sesungguhnya ketika Nabi  ingin umrah, beliau mengutus kepada penduduk Makkah meminta ijin kepada mereka agar boleh masuk kota Makkah, maka mereka memberikan syarat bahwa beliau  tidak boleh menetap lebih dari tiga hari, tidak memasukinya kecuali dengan pedang tetap di sarungnya, dan tidak mengajak seseorang dari mereka.
Ia berkata: 'Maka Ali bin Abi Thalib  menulis persyaratan di antara mereka, maka dia menulis: Inilah yang diputuskan oleh Muhammad utusan Allah. Mereka berkata, 'Jika kami mengetahui bahwa engkau adalah seorang utusan Allah, tentu kami tidak menghalangimu dan kami pasti mengikutimu. Akan tetapi tulislah: Inilah yang diputuskan oleh Muhammad bin Abdullah. Maka Rasulullah  bersabda: Aku –demi Allah- adalah Muhammad putra Abdullah, dan Aku –demi Allah- adalah utusan Allah.' Maka beliau  bersabda kepada Ali : 'Hapuslah kata-kata 'Rasulullah'. Ali  berkata, 'Demi Allah, aku tidak akan pernah menghapusnya.'
Beliau  bersabda, 'Perlihatkanlah kepadaku.' Dia pun memperlihatkannya kepada beliau . Maka Nabi  menghapusnya dengan tangannya . Maka tatkala beliau masuk (kota Makkah) dan telah berlalu beberapa hari, mereka berkata, 'Suruhlah temanmu (Rasulullah ), hendaklah ia pulang/berangkat.' Ali  menyebutkan hal itu kepada Rasulullah , maka beliau bersabda: 'Ya.' Maka beliau berangkat. (muttafaqun 'alaih).
Dalam cerita tersebut, sesungguhnya Nabi  menepati janjinya terhadap mereka dan tidak menambah atas hal itu.
Dan beliau  bersabda memberikan ancaman terhadap sifat menipu dan tidak menepati janji:
"مَنْ أَمَّنَ رَجُلاً عَلَى نَفْسِهِ فَقَتَلَهُ، فَأَنَا بريءٌ مِنَ القَاتِلِ, وَإِنْ كَانَ المقْتُولُ كَافِرًا" [رواه النسائي وصححه الألباني].
"Barangsiapa yang memberikan jaminan keamanan kepada seorang laki-laki, lalu ia membunuhnya, maka aku berlepas diri dari yang membunuh, sekalipun yang dibunuh adalah orang kafir." (HR. an-Nasa`i dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).
Dan beliau  bersabda:
مَا نَقَضَ قَوْمٌ العَهْدَ إِلَّا كَانَ الْقَتْلُ بَيْنَهُمْ" [رواه الحاكم وصححه على شرط مسلم وصححه الألباني].
"Tidaklah suatu kaum membatalkan perjanjian kecuali (akan terjadi) peperangan di antara mereka. (HR. al-Hakim dan ia menshahihkannya, dan dishahihkan pula oleh Syaikh al-Albani).
Dan Nabi  berlindung (kepada Allah ) dari sifat khianat, lawan dari sifat menepati janji, beliau berdo'a:
"... وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الخِيَانَةِ فَإِنَّها بِئْسَتِ البِطَانَةُ" [رواه أبوداود والنسائي وحسنه الألباني].
"…dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat khiyanat, sesungguhnya ia adalah sejahat-jahat teman." (HR. Abu Daud dan an-Nasa`i dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).
Dan Nabi  mengharamkan perbuatan menipu dan berkhianat, beliau bersabda:
"لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ القِيَامَةِ يُعْرَفُ بِهِ" [متفق عليه].
"Bagi setiap penipu itu ada bendera yang dikenal di hari kiamat." (Muttafaqun 'alaih).
Dan beliau menegaskan bahwa dia  tidak membatalkan perjanjian, beliau bersabda:
إِنِّي لَا أَخِيْسُ بِالْعَهْدِ" [رواه أحمد وأبوداود وصححه الألباني].
"Sesungguhnya aku tidak mengurangi janji." HR. Ahmad dan Abu Daud dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani.


Majelis ke Tiga Puluh Delapan
Penaklukkan Kota Mekkah

Dalam kesepakatan perdamaian Hudaibiyah tersebut disebutkan bahwa Khuza'ah masuk dalam perjanjian Rasulullah  dan Bani Bakar dalam perjanjian kaum Quraisy. Kemudian, ada seorang laki-laki dari bani Khuza'ah mendengar seorang laki-laki dari bani Bakar membaca sya'ir yang isinya mengolok-olok Rasulullah , maka ia memukul dan melukainya. Lalu timbullah pertikaian di antara mereka dan bani Bakar berniat memerangi bani Khuza'ah dan mereka meminta bantuan kepada kaum Quraisy, lalu mereka (Quraisy) memberikan bantuan kepada mereka dengan bantuan senjata dan tunggangan. Dan sekelompok dari kaum Quraisy ikut berperang bersama mereka sembunyi-sembunyi, di antaranya Shafwan bin Umayyah, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Suhail bin Amr. Maka bani Khuza'ah menjauhkan diri ke daerah Haram untuk berlindung dengannya, namun bani Bakar tidak menghormati wilayah Haram dan tetap memerangi bani Khuza'ah di daerah Haram dan membunuh lebih dari dua puluh orang.
Dengan ini, kaum Quraisy sudah melanggar perjanjian Hudaibiyah di antara mereka dan Rasulullah , karena telah membantu bani Bakar untuk memerangi bani Khuza'ah, sekutu Nabi . Maka tatkala Khuza'ah menginformasikan kepada Nabi  dengan perbuatan mereka, ia berkata, 'Sungguh aku akan membelamu seperti aku mempertahankan diriku darinya.'
Kemudian, sesungguhnya kaum Quraisy menyesali perbuatan mereka saat penyesalan sudah tidak berguna lagi. Mereka mengutus Abu Sufyan  kepada Nabi  untuk memperbaharui perjanjian Hudaibiyah dan menambah masanya, namun Nabi  berpaling darinya dan tidak mengabulkannya. Maka ia meminta bantuan lewat para pembesar sahabat untuk menjadi perantara di antaranya dan Rasulullah , tetapi semuanya enggan. Lalu Abu Sufyan pulang ke kota Makkah tanpa mendapat kesepakatan atau perjanjian.
Setelah kaum Quraisy melanggar perjanjian bersama kaum muslimin, Rasulullah  berniat menaklukkan kota Makkah dan memberi pelajaran kepada penduduknya yang kafir.
Dan setelah Rasulullah  bersiap untuk menaklukkan kota Makkah, ia  menyamarkan perintahnya, karena ia ingin mendatangi dengan tiba-tiba di dalam rumah mereka.
Rasulullah  mengutus kepada bangsa arab yang ada di sekitarnya, yaitu Aslam, Ghifar, Muzainah, Juhaimah, Asyja' dan Sulain, sehingga jumlah kaum muslimin mencapai sepuluh ribu pasukan. Nabi  menunjuk Abu Ruhm al-Ghifari  sebagai pemimpin kota Madinah selama ditinggalkannya. Beliau  keluar tanggal sepuluh bulan Ramadhan dan memasang bendera di Qadid.
Perjalanannya tidak sampai kepada kaum Quraisy, maka mereka mengutus Abu Sufyan, Hakim bin Hizam, dan Budail bin Warqa`, maka tatkala mereka melihat pasukan, mereka ketakutan. Abbas  mendengar suara Abu Sufyan, ia berkata, 'Wahai Abu Hanzhalah.' Ia menjawab, 'Ya.' Ia berkata, 'Rasulullah  datang bersama sepuluh ribu (10.000) pasukan. Maka Abu Sufyan  masuk Islam, Abbas  memberikan perlindungan kepadanya, dan ia bersama dua temannya masuk dengannya kepada Rasulullah , maka keduanya (Hakim dan Budail) masuk Islam.
Nabi  menyuruh Abbas  agar pergi dengan Abu Sufyan , lalu berhenti di jalan yang dilewati tentara Islam, agar ia melihat dengan kedua belah matanya kekuatan Islam dan kaum muslimin. Abbas  menyarankan kepada Nabi  agar menjadikan sesuatu untuk Abu sufyan  yang membuat dia bangga, karena dia adalah seorang laki-laki yang menyukai kebanggaan, maka Nabi  bersabda:
مَنْ دَخَلَ دَارَ أَبِي سُفْيَانَ فَهُو آمِنٌ، وَمَنْ دَخَلَ المسْجِدَ فَهُوَ آمِنٌ, وَمَنْ أَغْلَقَ عَلَيْهِ بَابَه فَهُوَ آمِنٌ".
"Barangsiapa yang memasuki rumah Abu Sufyan, maka ia aman. Barangsiapa yang memasuki masjid, ia aman, dan barangsiapa yang menutup pintunya, ia aman."
Rasulullah  melarang terjadinya perang dan berpesan kepada para amirnya agar tidak membunuh kecuali orang yang memerangi mereka. Maka kaum muslimin tidak menemukan perlawanan selain Khalid bin Walid , ia dihadang oleh Shafwan bin Umayyah, Suhail bin Amr, dan Ikrimah bin Abu Jahal bersama sekelompok kaum Quraisy di Khandamah. Mereka menghalanginya masuk, mengangkat senjata dan melempar anak panah. Maka Khalid  berteriak pada pasukannya dan memerangi mereka. maka ia membunuh sekitar tiga belas orang kaum musyrikin, kemudian mereka lari, dan terbunuh dari kaum muslimin dua orang, yaitu Karz bin Jabir  dan Hubaisy bin Khalid bin Rabi'ah .
Dibuatkan untuk Nabi  kubah di Hujun dan dia  memasuki Makkah secara damai, maka mereka masuk Islam secara suka rela dan terpaksa. Maka dia  tawaf di Baitullah di atas tunggangannya, sedangkan di sekitar Ka'bar ada tiga ratus enam puluh berhala. Setiap kali beliau melewati berhala, ia  menunjuk kepadanya dengan tongkat yang ada di tangannya seraya membaca:
     
Kebenaran telah datang dan kebatilan telah sirna.
Maka berhala itu tersungkur jatuh atas mukanya, dan yang paling besar adalah berhala Hubal yang menghadap Ka'bah. Kemudian Nabi  datang ke Maqam Ibrahim , dan shalat dua rakaat di belakangnya. Kemudian keluar kepada manusia seraya bersabda, "Wahai kaum Quraisy, apakah yang akan kulakukan terhadapmu menurut pendapatmu? Mereka menjawab, '(engkau akan melakukan) kebaikan, saudara yang mulia dan putra saudara yang mulia.' Beliau  bersabda, "Pergilah, maka kamu semua bebas." Maka dia  memberikan maaf terhadap mereka setelah Allah  meneguhkannya dari mereka. Hal itu menjadi perumpamaan dalam memberikan maaf terhadap para pelakukan kejahatan setelah menguasai mereka. Kemudian Rasulullah  duduk di atas Shafa, membai'at manusia di atas agama Islam, mendengar dan taat pada sesuatu yang mereka mampu, kemudian manusia melakukan bai'at.
Penaklukan kota Makkah itu terjadi pada tanggal dua puluh Ramadhan dan Nabi  tinggal di Makkah selama lima belas hari, kemudian beliau  keluar ke Hunain dan mengangkat 'Uttab bin Usaid  sebagai pemimpin kota Makkah dan dia menjadi imam shalat kaum muslimin Mekkah, dan Mu'azd bin Jabal  yang mengajarkan sunnah-sunnah dan fikih kepada mereka.'






Majelis ke Tiga Puluh Sembilan
Ampunan Nabi 
Allah  menyuruh kepada Nabi-Nya  agar memberi maaf kepada manusia, firman Allah :
                        [آل عمران: 159],
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. (QS. Ali Imran :159)
Dan firman-Nya :
     •     [المائدة: 13]،
), maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhya Allah menyukai orang-orang berbuat baik. (QS. al-Maidah:13)

Maka Nabi  menyukai maaf dan cenderung kepada pengampunan, dan tidak memberikan hukuman kecuali sudah menjadi kemestian. Dan cerita pemberian ampuanan dalam sejarah Nabi  sangat banyak. Di antaranya, pemberian ampunan terhadap penduduk Makkah setelah penaklukan yang agung.
Di antaranya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah , ia berkata, 'Rasulullah  mengutus satu pasukan berkuda ke arah wilayah Najd, lalu datang dengan seorang laki-laki dari bani Hanifah yang bernama Tsumamah bin Utsal, pemimpin penduduk Yamamah. Maka mereka mengingatnya di salah satu tiang masjid. Rasulullah  keluar kepadanya seraya berkata kepadanya, 'Apa yang ada di sisimu, wahai Tsumamah? Ia menjawab, 'Aku mempunyai kebaikan, wahai Muhammad. Jika engkau membunuh, engkau membunuh orang yang mempunyai darah, jika engkau memberikan nikmat, berarti engkau memberikan kepada orang yang bersyukur, jika engkau menghendaki harta, maka mintalah niscaya diberikan darinya apa yang engkau kehendaki.' lalu Rasulullah  meninggalkannya hingga keesokan harinya, ia bertanya kepadanya, 'Apa yang ada di sisimu wahai Tsumamah? Ia menjawab, 'Seperti yang kukakatan kepadamu. Jika engkau membunuh, engkau membunuh orang yang mempunyai darah, jika engkau memberikan nikmat, berarti engkau memberikan kepada orang yang bersyukur, jika engkau menghendaki harta, maka mintalah niscaya diberikan darinya apa yang engkau kehendaki.' Lalu Rasulullah  meninggalkannya hingga keesokan harinya, ia bertanya, ''Apa yang ada di sisimu wahai Tsumamah? Ia menjawab, 'Seperti yang kukakatan kepadamu. Jika engkau memberikan nikmat, berarti engkau memberikan kepada orang yang bersyukur, jika engkau membunuh, engkau membunuh orang yang mempunyai darah, jika engkau menghendaki harta, maka mintalah niscaya diberikan darinya apa yang engkau kehendaki.' Maka Rasulullah  bersabda, 'Lepaskanlah Tsumamah.' Lalu ia pergi ke tempat di dekat masjid, lalu mandi, kemudian masuk masjid seraya berkata, 'Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah , dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Wahai Muhammad, demi Allah, tidak ada di muka bumi satu wajah yang lebih kubenci selain wajahmu. Sungguh, kini wajahmu menjadi wajah yang paling kucintai dari semua wajah. Demi Allah, tidak ada satu agama yang paling kubenci selain agamamu, maka kini agamamu menjadi agama yang paling kucintai. Demi Allah, tidak ada negara yang paling kubenci selain negaramu, maka kini negaramu menjadi negara yang paling kucintai. Dan sesungguhnya pasukanmu telah menangkapku dan aku ingin melaksanakan umrah, bagaimana pendapatmu? Maka Rasulullah  memberikan kabar gembira kepadanya dan menyuruhnya melaksanakan umrah.
Maka tatkala ia datang ke kota Makkah, ada yang bertanya, 'Apakah engkau telah menjadi shaba (pengikut Muhammad )? Ia menjawab, 'Tidak, akan tetapi aku telah masuk Islam bersama Rasulullah , dan demi Allah , tidak akan datang kepadamu satu biji gandum dari Yamamah kecuali setelah mendapat ijin dari Rasulullah .' Muttafaqun 'alaih.
Perhatikanlah, bagaimana pemberian maaf bisa merubah hati, memutar balikkan keadaan, menerangkan dada, menghapuskan kegelapan kufur dan kesesatan syirik.
Di antara contoh ampunan Nabi , pemberian ampunan kepada wanita Yahudi yang meletakkan racun di daging kambing, ia memakannya namun tidak menelannya. Kemudian Nabi  membunuhnya setelah itu disebabkan terbunuhnya Bisyr bin Bara bin Ma'rur  yang memakannya lalu menelannya. Ia pun wafat karena pengaruh racun, maka wanita itu dibunuh karena terbunuhnya Bisyr  sebagai hukum qishash.
Di antara contoh pemberian ampunan Nabi , terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Jabir , sesungguhnya ia berperang bersama Nabi  di arah Najd. Maka tatkala Rasulullah  pulang, ia pulang bersamanya. Kemudian mereka ingin melakukan tidur siang di lembah yang terdapat banyak pohon berduri besar. Rasulullah  singgah dan mereka berpisah-pisah di pohon yang berduri besar dan berteduh dengan dibawahnya. Dan Rasulullah  istirahat di bawah pohon, lalu menggantungkan pedangnya.
Jabir  berkata, 'Kami tertidur, tiba-tiba Rasulullah  memanggil kami, kami pun datang. Ternyata di sisinya ada seorang arab badawi sedang duduk. Rasulullah  bersabda, 'Sesungguhnya orang ini telah mengambil pedangku, sedangkan aku tertidur, saat aku terbangun, pedang terhunus itu ada di tangannya, ia berkata kepadaku, 'Siapakah yang menghalangi engkau dariku? Aku menjawab, 'Allah.' Maka ia terduduk. Kemudian Rasulullah  tidak menghukumnya.' HR. al-Bukhari.

Majelis ke Empat Puluh
Kasih Sayang Nabi (3)
Kasih sayang Nabi  terhadap anak-anak:
Nabi  adalah manusia yang paling menyayangi anak kecil. Dari Abu Hurairah , ia berkata, 'Rasulullah  mengecup Hasan bin Ali , sedangkan di sisinya ada Aqra' bin Habis at-Tamimi  sedang duduk. Aqra' berkata, 'Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh orang anak, aku tidak pernah mengecup seorang pun dari mereka.' Rasulullah  memandang kepadanya, kemudian bersabda:
"مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ" [متفق عليه].
"Barangsiapa yang tidak menyayangi niscaya tidak disayangi." Muttafaqun 'alaih.
Dari 'Aisyah , ia berkata, 'Datang orang-orang dari arab badawi kepada Rasulullah , mereka berkata, 'Apakah kamu mengecup anak-anakmu? Mereka menjawab, 'Ya. Mereka berkata, 'Sungguh kami –demi Allah- tidak mengecup.' Rasulullah  bersabda:
أَوَ أَمْلِكُ إِنْ كَانَ اللهُ نَزَعَ مِنْكُمُ الرَّحْمَةَ" [متَّفَقٌ عليه].
"Apakah aku memiliki jika Allah  mengambil sifat kasih sayang dari hatimu?' Muttafaqun 'alaih.
Di dalam dua hadits ini merupakan penjelasan keagungan kasih sayang nabi  kepada anak-anak, dan sesungguhnya mengecup anak kecil merupakan cerminan kasih sayang. Dan dalam sabdanya :
"مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ" [متفق عليه].
"Barangsiapa yang tidak menyayangi niscaya tidak disayangi."
Merupakan dalil bahwa balasan itu sesuai amal perbuatan. Barangsiapa yang menghalangi anak-anak dari sifat kasih sayang, niscaya Allah  menghalanginya dari kasih sayang di hari kiamat.
Dan di antara gambaran kasih sayang Nabi  kepada anak-anak, sesungguhnya ia menemui putranya Ibrahim, saat ia sakaratul maut, maka Rasulullah  meneteskan air matanya dan bersabda:
"إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ، وَإِنَّ القَلْبَ يَحْزَنُ، وَلَا نَقُولُ إِلَّا مَا يُرْضِي رَبَّنَا وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لمحْزُونُونَ" [رواه البخاري].
"Sesungguhnya air mata menetes, hati berduka, kami tidak mengucapkan kecuali apa yang menyenangkan Rabb kami, dan sesungguhnya kami berduka cita karena berpisah denganmu, wahai Ibrahim.' HR. al-Bukhari.
Maka Nabi  memberikan kepada Rabb-Nya haq pengabdian dalam sabar, ridha, berserah diri perkara Allah . Dan dia  memberikan kepada putranya haq kasih sayang, meneteskan air mata, dan duka cita karena berpisah, dan ini merupakan kesempurnaan gambaran penghambaan.
Dan ketika cucunya (putra dari putrinya) wafat, kedua matanya menangis, maka Sa'ad bin 'Ubadah  bertanya, 'Apakah ini wahai Rasulullah? Beliau bersabda, '
إِنَّهَا رَحْمَةٌ, جَعَلَهَا اللهُ فِي قُلُوبِ عِبَادِهِ، وَإِنَّمَا يَرْحَمُ اللهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاء" [متفق عليه].
"Sesungguhnya ini adalah kasih sayang yang diberikan Allah  di hati hamba-hamba-Nya, dan sungguh Allah  memberi rahmat kepada hamba-hamba-Nya yang penyayang.' Muttafaqun 'alaih.
Di antara gambaran kasih sayang Nabi  kepada anak-anak, sesungguhnya beliau berkunjung kepada anak kecil Yahudi yang sakit, yang melayani beliau . Dia  bersabda kepadanya, 'Ucapkanlah Laailaahaillah.' Anak kecil itu memandang kepada bapaknya, bapaknya berkata, 'Taatilah Abul Qasim (Rasulullah ). Maka anak kecil itu mengucapkannya. Nabi  bersabda:
"الحمْدُ للهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ" [رواه البخاري].
'Segala puji bagi Allah  yang telah menyelamatkannya dari api neraka.' HR. al-Bukhari.
Di antaranya, sesungguhnya anak kecil Anas bin Malik  yang bernama 'Umair mempunyai burung kecil, yang dia bermain dengannya. Lalu burung itu mati, maka anak kecil itu bersedih. Maka Nabi  yang penuh kasih sayang pergi kepadanya, mengunjungi untuk menghibur dan bercanda kepadanya, beliau  bersabda, "
يَا أَبَا عُمَيْرٍ! مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ" [متفق عليه].
"Wahai Abu Umair, apakah yang dilakukan oleh Nughair.' Muttafaqun 'alaih.
Dari Abdullah bin Syaddad, dari bapaknya, ia berkata, 'Rasulullah  keluar kepada kami di salah satu shalatku di waktu isya, dan beliau  mengangkat Hasan atau Husain. Rasulullah  maju, lalu meletakkannya, kemudian membaca takbir untuk shalat. Maka dia  sujud dalam shalatnya satu sujud yang sangat lama. Syaddad  mengangkat kepalanya, ternyata anak kecil itu berada di atas punggung Rasulullah . Maka ketika Rasulullah  menyelesaikan shalatnya, orang-orang bertanya, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau melaksanakan sujud di dalam shalatmu satu sujud yang sangat lama, sehingga kami mengira bahwa telah terjadi satu peristiwa atau diturunkan wahyu kepadamu. Beliau bersabda:
كُلُّ ذلكَ لَمْ يكُنْ, ولكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي, فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَه" [رواه النسائي وصححه الألباني].
"Semua itu tidak pernah terjadi, akan tetapi anakku (cucuku) telah menunggangku, maka aku tidak suka menyegerakannya sebelum dia selesai menunaikan hajatnya." HR. an-Nasai dan dishahihkan oleh al-Albani.
Di antara kasih sayang Nabi  kepada anak kecil, beliau berkunjung kepada kaum anshar, memberi salam kepada anak kecil dari mereka dan mengusap kepala mereka. (HR. an-Nasa`i dan dishahihkan oleh syaikh Albani).
Di antara kasih sayangnya  kepada anak kecil, sesungguhnya anak kecil dibawa kepadanya, lalu dia  memberikan berkah kepada mereka dan mentahnik mereka. (HR. Muslim).
Dan pengertian memberi berkah: mengusap mereka dengan tangannya yang mulia dan mendoakan mereka.
Nabi  pernah shalat sambil membawa Umamah binti Zainab, apabila dia  sujud ia meletakkannya dan apabila berdiri ia mengangkatnya.
Maka semoga rahmat Rabb-ku dan kesejahteraannya tetap tercurah kepada Nabi yang mulia lagi penyayang ini.








Majelis ke Empat Puluh Satu
Kasih Sayang Nabi (4)
Kasih sayang Nabi  kepada pelayan dan budak:
Sungguh pembantu dan budak sebelum masa Islam tidak mempunyai hak dan kemuliaan. Maka tatkala Allah  memuliakan dunia dengan risalah Islam, Nabi  mengangkat kezaliman dari mereka, dan menentapkan hak-hak bagi mereka dan mengancam orang yang menganiaya mereka, atau merendahkan mereka, atau mengutuk mereka dengan ancaman siksa yang pedih.
Dari Ma'rur bin Suwaid, ia berkata, 'Aku melihat Abu Dzarr  dan atasnya adalah pakaian dan atas budaknya pakaian yang serupa, maksudnya ia memakai seperti yang dipakai budaknya. Ia berkata, 'Aku bertanya kepadanya tentang hal itu, maka ia menyebutkan bahwa ia pernah mencela seorang laki-laki di masa Rasulullah , maka mencelanya dengan ibunya. Laki-laki itu datang kepada Nabi , lalu menyebutkan hal itu kepadanya. Maka Nabi  bersabda:
إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ؛ إخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ, جَعَلَهُمُ اللهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ, فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدَيْهِ، فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُل, وَلْيُلْبِسْه مِمَّا يَلْبَس, وَلَا تُكلِّفُوهمْ مَا يَغْلِبُهُمْ, فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ، فَأَعِينُوهُمْ عَلَيْهِ" [متفقٌ عليهِ]
"Sesungguhnya padamu ada sifat jahiliyah, saudara-saudaramu adalah budak-budakmu. Allah  menjadikan mereka di bawah kakimu. Maka barangsiapa yang saudaranya berada di bawah kedua kakinya, maka hendaklah ia memberi makan kepadanya apa yang dia makan, memberi pakaian dari apa yang dia pakai, dan janganlah memberi tugas di luar kemampuannya, maka jika kamu menugaskan mereka maka tolonglah mereka atasnya." Muttafaqun 'alaih.
Perhatikanlah, bagaimana Nabi  menempatkan pembantu seperti saudara, supaya menetap di hati seorang muslim bahwa apabila ia menganiaya pembantu ini atau berbuat jahat kepadanya, atau memakan hartanya, sesungguhnya ia seperti orang yang melakukan hal itu terhadap saudaranya. Kemudian Nabi  menyuruh bersungguh-sungguh berbuat baik dan kasih sayang kepada mereka, memuliakan, memberi makan dan pakaian kepada mereka dari jenis yang dia pakai dan dia makan. Karena alasan itulah Abu Dzarr  memberi pakaian kepada pembantunya dari jenis yang dia pakai. Dalam hadits ini pula Nabi  melarang menugaskan pembantu dengan tugas yang dia tidak mampu melakukannya. Ini meliputi memberikan keringanan terhadap mereka dan memberikan kepada mereka waktu istirahat yang cukup untuk mereka.
Dari Abu Mas'ud an-Anshar , ia berkata, 'Aku pernah memukul budakku dengan cambuk, lalu aku mendengar suara dari belakangku, 'Ketahuilah, wahai Abu Mas'ud.' Maka aku tidak memahami suara itu karena marah. Ia berkata, 'Maka tatkala dia sudah dekat dariku, ternyata dia adalah Rasulullah . Ternyata beliau  bersabda, 'Ketahuilah, wahai Abu Mas'ud.' Ia berkata, 'Maka aku melemparkan cambuk dari tanganku.' Beliau  bersabda, "Ketahuilah, wahai Abu Mas'ud, sesungguhnya Allah  lebih mampu terhadapmu darimu atas budak ini.' Aku berkata, 'Aku tidak pernah memukul budak lagi untuk selamanya."
Dan dalam satu riwayat: aku berkata, 'Wahai Rasulullah, Dia merdeka karena Allah . Rasulullah  bersabda: 'Adapun jika engkau tidak melakukannya, niscaya api neraka akan menyentuhmu.' (HR. Muslim).
Nabi  bersabda:
مَنْ لَطَمَ مَمْلُوكًا لَهُ أَوْ ضَرَبَهُ، فَكَفَّارَتُهُ أَنْ يَعْتِقَهُ" [رواه أبو داود وصححه الألبانيُّ].
"Barangsiapa yang menempeleng atau memukul budaknya, maka penebusnya adalah memerdekakannya.'HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani.
Nabi  adalah orang yang membebaskan orang-orang yang lemah, memerdekakan budak, bersifat adil terhadap pembantu, berdiri di barisan orang yang terluka hatinya, maka tertambal luka mereka, dan menyegarkan hati dan sanubari mereka.
Dari Mu'awiyah bin Suwaid bin Muqrib, ia berkata, 'Aku pernah menempeleng budak kami, maka bapakku memanggil dia dan aku seraya berkata, 'Lakukan qishash darinya, maka sesungguhnya kami –wahai sekalian bani Muqrin- kami berjumlah tujuh orang di masa Nabi , dan kami hanya mempunyai seorang pembantu. Maka seseorang dari kami menempelengnya. Maka Rasulullah  bersabda, 'Merdekakanlah dia.' Mereka berkata, 'Kami tidak mempunyai pembantu selain dia.' Ia  bersabda, 'Maka hendaklah ia melayani mereka sampai mereka merasa cukup, apabila mereka sudah merasa cukup, maka hendaklah mereka memerdekakannya."HR. Muslim.
Inilah dia Muhammad , dan inilah pendiriannya bersama pelayan dan budak. Di manakah orang-orang yang menyerukan kebebasan manusia dari pendirian ini?
Perhatikanlah contoh sikap dalam perilaku Nabi  terhadap pembantu. Sungguh Anas bin Malik  berkata, 'Aku melayani Rasulullah  selama sepuluh tahun, demi Allah, dia  tidak pernah mengatakan cih, tidak pernah mengatakan sesuatu yang kulakukan: kenapa engkau melakukannya?, dan tidak pernah mengatakan sesuatu yang tidak kulakukan: kenapa engkau tidak melakukan seperti ini? (muttafaqun alaih).
Dan dalam riwayat Muslim: 'Dan dia  tidak mencela sesuatu atasku.' HR. Muslim.
Dan Rasulullah  berkata kepada pembantu: 'Apakah engkau membutuhkan sesuatu?' (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).
Dari Anas bin Malik , ia berkata, 'Sesungguhnya seorang budak wanita mengambil tangan Rasulullah , maka dia  tidak menarik tangannya dari tangannya ia sehingga ia pergi dengannya  di tempat yang dia kehendaki dari kota Madinah untuk menunaikan hajatnya. HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani.












Majelis ke Empat Puluh Dua
Kemurahan Nabi 

Adapun sifat pemurah, maka tidak ada menyamainya  pada akhlak yang mulia ini. Kemurahannya meliputi semua tingkatan pemurah, yang tertinggi adalah pemurah dengan jiwa fi sabilillah, seperti dikatakan:
Pemurah dengan jiwa, jika kikir orang yang kikir dengannya
Dan pemurah dengan jiwa adalah puncak sifat pemurah
Nabi  berkorban dengan jiwanya dalam berjihad melawan musuh-musuh Allah . Dia  adalah orang yang paling dekat dari musuh dalam peperangan, dan para pemberani yang mendampinginya atau berdiri di sampignya.
Dan Nabi  menyumbangkan ilmunya, mengajari para sahabatnya dari ilmu yang diajarkan Allah  kepadanya, bersemangat mengajarkan kebaikan kepada mereka, dan kasih sayang kepada mereka dalam mengajar, serta dia  bersabda:
إِنَّ اللهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنّتًا وَلَا مُتَعَنِّتًا، وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا" [رواه مسلمُ].
"Sesungguhnya Allah  tidak mengutusku sebagai orang yang memberatkan dan tidak pula memaksakan, akan tetapi dia  mengutusku sebagai guru yang memudahkan.' HR. Muslim.
Dia  bersabda:
إِنَّما أَنَا لَكُمْ بِمَنْزِلَةِ الوَالِدِ أَعُلِّمُكُمْ" [رواه أحمد وأبوداود وحسنه الألبانيُّ].
"Sesungguhnya aku bagimu menempati bapak, aku mengajarimu." (HR. Ahmad dan Abu Daud dan dihasankan oleh Syaikh al-AlBani.
Apabila ada yang bertanya kepadanya tentang satu hukum, terkadang beliau menambah jawabannya, dan ini termasuk pemurah dalam ilmu. Sebagian dari mereka bertanya kepadanya  tentang bersuci dengan air laut, maka Nabi  menjawab:
"هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مِيَتُتُه" [رواه أحمدُ وأصحاب السُّنَنِ].
"Ia, suci airnya, halal bangkainya." HR. Ahmad dan ashhabus sunan).
Adapun sifat pemurahnya dengan waktu dan lapangnya di jalan menunaikan kebutuhan manusia dan berusaha dalam kebaikan mereka, maka dia adalah manusia paling pemurah dalam bidang ini. dan cukuplah sebagai contoh bahwa seorang budak wanita mengambil tangan Rasulullah , maka ia pergi dengannya  di tempat yang dia kehendaki dari kota Madinah untuk menunaikan hajatnya. HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani.
Dan menunjukkan keagungan pemurah Nabi , hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah , ia berkata, 'Rasulullah  tidak pernah diminta sesuatu lalu dia  menjawab 'Tidak.' (HR, Muttafaqun 'alaih).
Dari Anas , ia berkata, 'Rasulullah  tidak pernah diminta sesuatu atas Islam kecuali dia  memberikannya. Ia berkata, 'Datang seorang laki-laki kepadanya, lalu dia  memberikan kepadanya kambing di antara dua gunung. Lalu ia pulang kepada kaumnya seraya berkata, 'Wahai kaumku, masuk islamlah, sesungguhnya Muhammad  memberi satu pemberian yang tidak takut terhadap fakir." HR. Muslim.
Anas  berkata, 'Sungguh seorang laki-laki masuk Islam tidak menghendaki sesuatu kecuali dunia, maka tidak sampai sore hari sehingga Islam lebih dicintainya daripada dunia dan segala isinya.
Dan Rasulullah  pernah memberikan kepada Shafwan bin Umayyah tiga ratus (300) ekor unta setelah perang Hunain, ia berkata, 'Demi Allah, Rasulullah  telah memberikan kepadaku apa yang dia berikan, dan sesungguhnya dia adalah manusia yang paling kubenci, maka senantiasa ia memberiku sehingga ia menjadi manusia yang paling kucintai. (HR, Muslim).
Dari Ibnu Abbas , ia berkata, 'Rasulullah  adalah manusia yang paling pemurah dengan kebaikan, dan dia  paling pemurah di bulan Ramadhan, saat Jibril  bertemu dengannya, tadarus al-Qur`an kepadanya. Sungguh Rasulullah  lebih pemurah dengan kebaikan dari pada angin kencang.' Muttafaqun 'alaih.
Dari Jubair bin Muth'im , ia berkata, 'Ketika Rasulullah  bersama manusia pulang dari Hunain, orang-orang badawi bergantung dengannya, meminta kepadanya hingga memaksanya kepada samurah, ia menarik selendangnya. Maka Rasulullah  berhenti seraya berkata, 'Kembalikannya kepadaku selendangku, demi Allah  jika aku mempunyai unta sejumlah pohon berduri ini niscaya aku membaginya di antaramu, kemudian kamu tidak mendapatkan aku sebagai orang yang kikir, tidak pembohong dan tidak penakut.' HR. al-Bukhari.
Pemurah adalah budi pekerti Nabi kita  sejak sebelum menjadi nabi. Sesungguhnya saat turun malaikat kepadanya di goa hira dan dia  datang kepada Khadijah radhiyallahu 'anha sambil gemetar, ia berkata kepadanya , 'Sekali-kali tidak, demi Allah, Allah  tidak menghinakan engkau, sesungguhnya engkau menyambung tali silaturrahim, memikul yang susah, mengusahakan yang tidak ada usaha, dan menolong di atas kebenaran."
Anas  berkata, 'Nabi  tidak meninggalkan sesuatu untuk besok hari.' HR. at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani.
Dan dari Abu Sa'id al-Khudri , ia berkata, 'Orang-orang dari kalangan Anshar meminta kepada Rasulullah , lalu dia  memberikan kepada mereka apa yang mereka minta. Kemudian mereka meminta lagi kepadanya, dia pun memberi kepada mereka apa yang mereka minta. Kemudian mereka meminta lagi kepadanya, lalu dia  memberikan kepada mereka apa yang mereka minta, hingga apabila sudah habis apa yang ada di sisinya, ia bersabda, '
"مَا يَكُونُ عِنْدِي فَلَنْ أَدَّخِرَهُ عَنْكُمْ, وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفّهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ، وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطاءً هُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَوْسَعُ مِنَ الصَّبْرِ [رواهُ أصْحابُ السُّننِ].
"Apa yang ada di sisiku, maka aku tidak akan menyimpangnya darimu, barangsiapa yang bersifat iffah niscaya Allah  memberi sifat iffah kepadanya, barangsiapa yang merasa cukup niscaya Allah  mengkayakannya, barangsiapa yang berusaha sabar niscaya Allah  memberikan kesabaran kepadanya, dan tidak ada seseorang yang diberikan satu pemberian yang lebih baik baginya dan lebih luas dari pada sifat sabar.' HR. Ashhabus Sunan.

__o0o__







DAFTAR ISI

Judul Halaman
Muqadimah 3
1. Di antara hak-hak Mushthafa (Rasulullah ) (1) 8
2. Di antara hak-hak Mushthafa (Rasulullah ) (2) 15
3. Petunjuk Nabi  di bulan Ramadhan (1) 23
4. Petunjuk Nabi  di bulan Ramadhan (2) 28
5. Petunjuk Nabi  di bulan Ramadhan (3) 34
6. Nasab (garis keturunan) yang mulis dan kesucian nenek moyangnya. 39
7. Kejujuran dan amanahnya  43
8. Dalam perjanjian dan kabar gembira tentang datangnya nabi . 49
9. Nabi Kasih sayang (1) 55
10. Nabi Kasih sayang (2). 61
11. Di Antara keutamaan Nabi  68
12. Kelahirannya, menyusunya, dan penjagaan Allah baginya. 77
13. Perkawinannya  82
14. Nabi  dan kaum wanita (1) 87
15. Nabi  dan kaum wanita (2) 94
16. Kebangkitannya dan dakwahnya kepada kaumnya 100
17. Sabarnya terhadap gangguan 107
18. Penjagaan Allah  terhadap Nabi  112
19. Kecintaan terhadap Nabi  119
20. Tanda-tanda kenabian yang terbesar 125
21. Ibadahnya Nabi . 132
22. Permulaan tersebarnya Islam 139
23. Hijrah ke Madinah 144
24. Kehidupan Nabi  149
25. Dasar-dasar pembentukan negara 154
26. Keberanian Nabi  160
27. Perang Badar yang besar 165
28. Perang Uhud 172
29. Pelajaran yang diambil dari tragedi di Uhud 178
30. Kasih sayang Nabi  kepada umatnya (1) 183
31. Kasih sayang Nabi  kepada umatnya (2) 189
32. Perang Ahzab 194
33. Keadilan Nabi  201
34. Tipudaya kaum Yahudi dan pendirian nabi  terhadap mereka 207
35. Kenapa disyari'atkan berperang? 211
36. Perdamaian Hudaibiyah 218
37. Sifat menepati janji Nabi  223
38. Penaklukan kota Makkah yang Agung 230
39. Ampunan Nabi  237
40. Nabi kasih sayang (3) 242
41. Nabi kasih sayang (4) 248
42. Kemurahan Nabi . 254