Hakikat Masyarakat Muslim
﴿ حقيقة المجتمع المسلم ﴾
Buku Masyarakat Muslim Dalam Perspektif Al Quran dan Sunnah
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Penyusun : Muhammad Ali al-Hasyimi
Terjemah : Muzzafar Sahidu
Editor : Muhammad Lathif
2009 - 1430
﴿ حقيقة المجتمع المسلم ﴾
من كتاب المجتمع المسلم كما يبنيه الإسلام في الكتاب والسنة
« باللغة الإندونيسية »
محمد على الهاشمي
ترجمة: مظفر شهيد محصون
مراجعة: محمد لطيف
2009 – 1430
Hakikat Masyarakat Muslim
Keistimewaan masyarakat muslim:
Mayarakat muslim sebagaimana dijelaskan oleh Islam adalah masyarakat yang istimewa, tidak seperti masyarakat-masyarakat yang dikenal oleh manusia sepanjang sejarah, hal ini karena dia adalah masyarakat yang dibentuk oleh syari'at Islam yang kekal, yang diturunkan oleh Allah dengan sempurna sejak hari pertama, dimana Allah berfirman dalam kitabNya:
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS. al maidah: 3)
Tegak di atas pondasi syari'at Islam:
Syari'at yang peruntukkan oleh Allah bagi hambaNya ini sempurna sejak berdirinya, dialah yang menegakkan masyarakat ini di atas dasar yang dikehendaki oleh Allah untuk hambaNya, bukan dasar yang dikehendaki oleh sebagian hamba untuk manusia. Dan di bawah naungan syari'at inilah tegaknya masyarakat ini, berbeda dengan sejarah berdirinya masyarakat-masyarakat barat, yang merupakan hasil pertikaian antara kasta dan pergesekan antara hubungan produksi dan cara-caranya yang selalu berubah, serta pertentangan antara kepentingan yang berlawanan atau pemikiran yang saling bertolak belakang.
Syari'at Islamlah yang mencetak masyarakat muslim, bukanlah masyarakat muslim yang membuat syari'at, syari'atlah yang meletakkan dasar-dasarnya, membentuk karekteristiknya, sendi-sendinya, dan norma-norma serta budayanya. Syari'at ini tidak sekedar memenuhi tuntutan kebutuhan manusia, sebagaimana yang terjadi pada undang-undang buatan manusia, akan tetapi dia merupakan minhaj ilahi untuk seluruh manusia, yang mengatur segala hal di dalam kehidupan manusia dan masyarakat, menggariskan pola hubungan manusia yang hidup di dalam masyarakat dengan Tuhannya, dengan dirinya, keluarganya, kerabatnya, tetangganya, saudara-saudaranya, teman-temannya, dan seluruh anggota masyarakat pada umumnya.( )
Mengatur hubungan negara Islam dengan negara-negara lain dalam situasi damai dan perang. Dari sinilah terbentuknya fiqih Islam yang mencakup masalah ibadah, mu'amalat, hubungan keluarga, jihad, perjanjian damai, halal dan haram, tuntunan-tuntunan dan etika. Tidak membiarkan sesuatu apapun dalam aspek kehidupan manusia kecuali telah diatur, mulai dari adab buang air bagi indifidu hingga mendirikan pemerintahan dan kepemimpinan tertinggi bagi umat.
Dari sisi inilah tampaknya keistimewaan masyarakat muslim dan perbedaannya dengan masyarakat lain; hal ini karena yang membuatnya, yang membangunnya lebih mengetahui apa yang menjadi kemaslahatan bagi manusia daripada para filosuf, para pemikir, para ilmuan sosial yang mengangkat diri mereka untuk meletakkan dasar bagi masyarakat manusia.
Dan setaip kali zaman ini berkembang maju dan pengetahuan manusia semakin meningkat, manusia semakin mampu mengungkap inti nilai, norma, dan undang-undang yang lebih dulu dimiliki oleh masyarakat muslim di bawah naugan syari'at Islam.
Permanennya syari'at Islam
Walaupun kebutuhan manusia semakin berkembang, dan tuntutan kemajuan dan perkembangan menuntut untuk berijithad dalam membuat undang-undang dan peraturan-aturan yang lazim demi mengikuti gerak kehidupan yang terus maju, maka ijtihad tersebut tetap berakar pada pondasi yang permanent dan prinsip-prinsip yang bersifat pondamen yang dikehendaki oleh Allah bersifat kekal pada masyarakat muslim, sehingga tetap tampil beda dengan masyarakat lainnya.
Dengan demikkian, syari'at berperan sebagai pagar penjaga yang memberi kesempatan bagi faktor-faktor pertumbuhan, pembaharuan dan kemajuan untuk mengambil perannnya dalam mempengaruhi masyarakat muslim, akan tetapi tetap dalam batas pagar penjaga ini, yang dengannya orisinalitas syari'ah terjaga, karekteristik masyarakat muslim terpelihara dan terlindungi dari proses melarut.
Mungkin ada yang bertanya: Apakah temasuk maslahat jika perkembangan masyarakat dan pertumbuhannya terpaku pada dasar yang permanent, sementara tuntutan dan interaksi dalam kehidupan semakin tumbuh berkembang dan bervariasi, dia menuntut adanya aturan-aturan dan perundang-undangan baru yang bisa memenuhi tuntutan kehidupan yang semakin tumbuh dan berkembang?
Jawaban atas pertanyaan ini membutuhkan pengetahuan yang mendalam tentang pondasi syari'ah yang permanen ini, dan jangkauan cakupannya bagi dasar-dasar kehidupan makro. Selain itu, dia menuntut perbandingan yang bersifat objektif dan detail antara sayri'ah yang permanen ini yang telah mencetak masyarakat muslim, dengan undang-undang selainnya yang berpengaruh bagi terbentuknya sebuah masyarakat hingga sekarang ini. Jika telah jelas bahwa syari'ah Islam yang bersifat permanen ini pada dasarnya dicanangkan untuk tetap berlaku secara permanen dan menerima pembaharuan, bahkan sejak lima belas abad yang silam dia masih tetap lebih utama dari semua perundang-undangan yang dikenal oleh manusia, maka dengan demikian, sifatnya yang permanen menjadi keistimewaan tersendiri dan jaminan yang membuatnya mampu untuk maju dan tetap bekembang; tidak kalah oleh hawa nafsu dan mengekor pada syahwat, serta sebagai perisai yang memeliharanya dari tunduk pada dorongan, penyelewengan dan kesesatan berkedok perkembangan dan pembaharuan.
Mampu eksis dan bekembang
Sesungguhnya perbandingan yang bersifat objektif dan detail dengan standar logika ilmiyah antara konsep sosial dalam masyarakat muslim dan konsep sosial yang lainnya menghadapkan kita pada satu hakikat besar, yaitu pondasi syari'at Islam yang bersifat permanen lebih elastis dan lebih mampu memenuhi kebutuhan perkembangan dan pembaharuan dalam kehidupan manusia dibandingkan dengan konsep-konsep baru yang dibuat oleh manusia, mereka menamakannya "kemajuan" padahal jika dihadapkan dengan prinsip-prinsip dasar Islam yang global dia akan tanpak konservatif, banyak pertentangan, kekurangan dan tidak sesuai dengan fitrah yang sehat.
Syari'at Islam yang telah membangun masyarakat muslim bertopang pada beberapa karekteristik, yang menjadikan masyarakat muslim mampu berkembang dan maju, serta mampu memenuhi kebutuhan kemanusiaan yang selalu berubah.
Di antara karekteristik yang terpenting adalah:
1. Dia datang sesuai dengan dasar-dasar fitrah manusia dan faktor-faktor yang mendukungnya. Hal ini, karena dia berasal dari Allah Yang Maha Mengetahui tabi'at makhlukNya dan apa yang sesuai dengan tabi'at tersebut.
2. Dia datang dalam bentuk prinsip yang bersifat global dan umum, bisa diperluas dan dipraktekkan dalam realita yang selalu baru, dan keadaan yang berubah-ubah. Misalnya zakat, adalah kewajiban yang telah ditetapkan dan ditentukan, akan tetapi cara mengumpulkan, menghitung dan menyalurankannya bagi orang-orang yang berhak bisa berkembang sesuai dengan tuntutan zaman pada saat dikumpulkan dan bisa memenuhi kemaslahatan orang miskin.
Komprehensif dan pelopor
Prinsip dasar yang bersifat umum dan global bagi syari'at Islam mencakup semua aspek pondamental kehidupan manusia dan segala sisinya yang beragam. Dia mencakup kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat, hubungan antara seseorang dengan orang lain dan pondasi bagi bagi berdirinya sebuah negara, aturan-aturan dasar yang menyangkut masalah hubungan antar negara, dan syari'at dicanangkan untuk mengatur kehidupan sipil, politik, sosial dan ekonomi. Dia tidak membiarkan satu segmenpun dari sisi-sisi kehidupan manusia yang tidak diatur, dan aturan-aturan ini selalu mendahului apa yang telah dicapai oleh tori-teori perundang-perundangan yang telah dibuat oleh manusia.
Dalam hal ini, kami cukup memaparkan satu contoh: Hukum waris dalam Islam yang dicanangkan oleh syari'at ini sejak lima belas abad yang silam, dia datang dengan atuaran yang sempurna, dan permanent dan komprehensif memberikan keadilan kepada semua yang berhak menerima warisan tersebut baik anak laki-laki, wanita, cucu laki-laki, wanita, isteri, suami, bapak, ibu, saudara laki-laki dan wanita, kakek, nenek dan semua kerabat. Dan kepeloporan syari'at Islam dalam masalah ini akan tanpak setelah kita mengetahui bahwa sampai akhir abad kesembilan belas undang-undang di Inggris hanya memberikan warisan kepada anak laki-laki tertua saja, sementara bagian ahli waris lainnya diserahkan kepada anak tertua tersebut, jika dia mau memberi mereka maka mereka akan mendapataknnya namun jika dia enggan, maka mereka tidak mendapatkannya.
Di antara bukti keunggulan syari'at Islam dibandingkan peraturan-peraturan yang dibuat oleh manusia, adalah apa yang dibawa oleh Islam berupa peraturan yang memberikan hak-hak yang sempurna kepada wanita, sebuah peristiwa yang paling pertama terjadi di dalam sejarah, Islam menjadikan wanita menikamati hak-haknya sebagai manusia beberapa abad sebelum dunia mengenal organisasi hak-hak asasi manusia.
Sejak awal Islam telah mengumumkan bahwa wanita adalah saudara kandung laki-laki, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits shahih riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Ad Darimi dan Ahmad, pada saat aturan sosial dalam agama Kristen meragukan kemanusiaan wanita dan tabi'at ruhnya, al-Qur'an al Karim telah mengumumkan:
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.
Nabi menyuruh para wanita berbai'at kepada Islam, dan mendengar serta ta'at, sebagaimana Rasulullah memerintahkan laki-laki berbai'at, dan bai'at para wanita terpisah dari bai'at laki-laki, tidak mengikuti ba'iat laki-laki. Semua ini menegaskan kemandirian pribadi wanita muslimah dan kemampuanya memikul tanggung jawab dalam bai'at, perjanjian, dan memberikan loyalitas kepada Allah dan RasulNya. Dan semua ini terjadi pada kurun ratusan abad sebelum dunia moderen mengakui hak-hak wanita untuk menyampaikan aspirasinya sendiri melalui angket dan pemilu. Semua ini, selain tambahan hak-hak lain yang lebih banyak seperti kemandiriannya dalam harta dan kepemilikannya, dan dia bebaskan dari kewajiban memberikan nafkah walaupun dia kaya, kesamaannya dengan laki-laki dalam kehormatan kemanusiaan, pendidikan, dan kewajiban-kewajiban keagamaan secara umum.
Sesungguhnya, keberhasilan Islam dalam memperbaiki martabat wanita sejak lima belas abad yang silam, secara sekaligus, tidak akan pernah bisa diwujudkan oleh seorangpun dalam sejarah, pada abad kedua puluh ini.
Cukup kita mengetahui bahwa revolusi Prancis ketika mengumumkan piagam hak-hak asasi manusia, di akhir abad ke delapan belas, mengumumkannya dengan judul ((Beberapa hak laki-laki). Disebutkan dalam pasal pertama dari piagam tersebut: "Kaum laki-laki dilahirkan dalam keadaan merdeka, dan tidak boleh diperbudak". Kemudian ada beberapa usaha untuk menambahkan kata ((dan wanita)). namun usaha-usaha tersebut menghadapi penolakan, sehingga pasal pertama dari pengumuman revolusi Prancis untuk kebebasan tetap dengan kalimat: ((Kaum laki-laki dilahirkan dalam keadaan merdeka, dan tidak boleh diperbudak)).
Lalu satu abad setelah itu, datanglah seorang ilmuan besar berkebangsaan Prancis, bernama Gustave le Bon, tepatnya pada akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh, di dalam bukunya (ruh al ijtima'. Terjemah: Semangat sosial) dia menegaskan: Kaum wanita tidak sama dengan laki-laki kecuali di zaman kemunduran. Hal ini sebagai bantahan terhadap orang yang menuntut persamaan hak antara wanita dengan laki-laki di dalam pemilihan umum, sebagai wujud mengikuti hak kaum laki-laki.
Kondisi ini tetap berjalan seperti semula sehingga muncul organisasi (Persatuan Bangsa-bangsa) setelah perang dunia pertama, kemudian (Perserikatan bangsa-bangsa) setelah perang dunia kedua, dan para aktifis hak-hak wanita tidak berhasil mencantumkan persamaan hak antara wanita dengan laki-laki kecuali setelah melalui usaha yang berat; karena mereka berhadapan dengan adat dan budaya yang diinspirasi oleh agama, yang membentur langkah mereka, sementara mereka tidak mempunyai perundang-undangan dalam skala regional maupun internasional yang bersikap obyektif terhadap wanita, yang dapat dijadikan sebagai pijakan secara legal untuk mengatasi hambatan tersebut, dalam usaha membebaskan wanita dari masa kekelaman masa lampau yang gelap dan pekat.
Sementara, pada saat yang sama, nash-nash di dalam syari'at Islam secara tegas menyebutkan di dalam kitab Allah dan sunnah Rasulullah , sejak lima belas abad yang silam, menyamakan antara laki-laki dan wanita dalam masalah pahala dan siksa, tanggung jawab dan balasan, serta ibadah dan kehormatan manusian dan hak-hak asasi manusia secara umum.
Adapun tentang kondisi wanita di dalam undang-undang masayarakat terdahulu sangatlah buruk, sebagaimana yang dikatakan oleh seorang tokoh berkebangsaan India (Jawahiral Nehru) dalam bukunya: (Iktisyaful Hind. Terjemah: Menemukan India), dia melihat bahwa kondisi wanita di masa India kuno lebih baik daripada apa yang terjadi di negeri Yunani kuno atau di Romawi kuno, atau di masa agama Kristen pertama. Dahulu para wanita kehilangan kepribadiannya, terhalang dari kebebasannya, tidak mendapat warisan, dan tidak menikmati hak-hak asasinya sebagaimana yang dinikmati oleh kaum laki-laki.
Kesempurnaan dan keunggulan syari'at Islam
Syari'at Islam dari sejak semula datang dalam keadaan sempurna dan maju, tidak pernah kurang lalu menjadi sempurna secara bertahap, dan tidak pernah terbelakang kemudian membenahi dirinya agar menjadi maju, dan dia senantiasa mampu untuk merealisasi kesempurnaan, kepeloporan dan keunggulannya pada saat diberi kesempatan untuk diterapkan dengan cara yang benar.